Ana baru saja selesai meeting dengan salah satu kliennya. Kejadian tadi pagi, membuat Ana terpaksa harus minta ijin untuk tidak masuk kantor hari ini. Tapi karena rasa tanggung jawabnya sebagai ketua tim untuk salah satu proyek penting perusahaannya, Ana merasa harus menghadiri meeting itu.
Ana adalah karyawan biasa di sebuah perusahaan digital marketing kelas menengah. Sebelum Ana lulus kuliah, papanya berkali-kali meminta Ana untuk bekerja di perusahaan miliknya, agar kelak Ana bisa mengambil alih perusahaan itu. Meski demikian, Ana selalu menolak permintaan papanya. Akibatnya, mereka sering terlibat pertengkaran ayah-anak setiap kali membahas masalah ini.
Bukan tanpa alasan Ana memilih untuk bekerja di luar perusahaan milik papanya itu. Ana ingin mendapatkan pengalaman sebelum dia mengurus perusahaan papanya, agar kelak Ana bisa mengatasi semua permasalahan yang ada di perusahaan.
Selain itu juga, dia tahu alasan sebenarnya mengapa papanya ngotot sekali agar Ana bekerja disana. Karena Ana adalah anak satu-satunya. Dan itu sudah cukup jadi alasan bagi papanya untuk selalu mengkhawatirkan Ana dimanapun dia berada. Apalagi setelah almarhum mamanya meninggal saat Ana masih berumur 5 tahun, papanya selalu berjanji pada almarhum mamanya untuk menjaga dan melindungi Ana.
Dan kini, Ana yang sedang duduk di sebuah coffee shop setelah selesai dengan meetingnya, sedang menatap cangkir kopi yang ada di hadapannya. Dia masih tidak habis pikir dengan apa yang sudah dilakukan papanya. Hati Ana masih menyimpan kemarahan atas apa yang terjadi pagi tadi. Begitu dia mengingat kembali pesan yang dikirimkan papanya, kemarahan Ana juga ikut kembali menaik. Ana menyesalkan keputusan papanya yang memilih untuk pergi mencari penipu itu dan membiarkan Ana sendirian menghadapi para rentenir itu.
"Aahh ... Tolong ... tolong ..."
Tiba-tiba Ana mendengar teriakan seorang wanita meminta tolong. Suara wanita itu terdengar sangat ketakutan menyebabkan Ana berdiri dari tempatnya dan mencari asal suara itu. Beberapa orang yang ada di jalanan juga mencari asal suara dan mulai berkerumun di jalan.
Dari kejauhan Ana melihat seorang wanita sedang mengendong anak perempuan. Di sampingnya ada seorang pria sedang menarik anak perempuan yang sedang digendong wanita itu. Seorang pria lainnya sedang menunggu di atas sepeda motornya yang masih menyala dan seakan sudah siap untuk berangkat.
Ana memperhatikan anak yang sedang digendong wanita itu. Anak itu terus menangis dan berontak memukuli wajah dan kepala pria yang ada di depannya dengan tangan kecilnya. Sedetik kemudian, Ana menyadari bahwa apa yang dilihatnya saat ini adalah percobaan penculikan.
Beberapa orang sudah maju ingin menolong, tapi ancaman pria bermotor membuat mereka mundur dan tidak ada yang berani ikut campur. Di saat itu, Ana memutuskan maju menyelamatkan mereka.
Ana berlari menuju ke arah mereka, lalu melemparkan salah satu sepatunya dan mengenai kepala pria yang sedang menarik lengan anak itu. Wanita di dekatnya cepat tanggap dan langsung membawa anak perempuannya menjauh. Pria itu ingin mengejar wanita yang kabur, tapi di saat yang bersamaan segerombolan pria berjas hitam datang mengejarnya. Pria itu segera memutuskan untuk menaiki motor.
Pria bermotor yang melihat hal itu segera menancapkan gasnya menuju Ana.
Ana bersiap dengan tas di tangannya, lalu memutarkan badannya setengah lingkaran sambil menganyunkan tasnya ke arah depan. Saat pria bermotor itu mulai mendekat, tas Ana langsung menghantam wajah pria bermotor itu hingga terjatuh dari motornya.
Pria bermotor itu dan pria satunya lagi mencoba kabur dengan menaiki motor mereka kembali. Sebelum mereka melakukannya, Ana memukuli mereka terus menerus dengan tasnya. Dan dengan melindungi kepala mereka dari tas Ana, motor mereka terus melaju meninggalkan Ana.
Beberapa orang bertepuk tangan dengan aksi Ana, sementara Ana sibuk mengambil sepatunya yang terjatuh entah kemana. Segerombolan pria berjas hitam sudah tiba di tempat kejadian, tapi sayangnya para penculik itu sudah pergi.
"Terima kasih sudah menyelamatkan Nona Muda kami."
Salah satu pria berjas hitam datang menghampiri Ana yang saat ini sedang menulis sesuatu di sebuah buku catatan.
"Sama-sama, saya hanya kebetulan lewat," kata Ana.
"Tuan kami ingin bertemu dengan Anda dan mengucapkan terima kasih," kata pria itu lagi.
"Oh, tidak. Maaf, tapi saya masih ada keperluan lain," tolak Ana.
Ana menyerahkan selembar kertas pada pria yang ada di hadapannya itu. "Ini. Saya sudah menuliskan beberapa informasi tentang pria-pria tadi. Ada plat nomer, ciri-ciri, dan beberapa informasi lainnya yang bisa saya lihat tadi. Selebihnya bisa tanyakan pada wanita tadi yang menggendongnya, atau cek CCTV yang ada di area ini."
Ana pergi meninggalkan segerombolan pria berjas hitam itu setelah mereka berkali-kali mengucapkan terima kasih.
......................
Malamnya, Ana sedang berdiri di depan jendela kamarnya. Memandangi langit malam yang penuh dengan awan yang menutupi bintang-bintang. "Sepertinya akan hujan," kata Ana dalam hatinya.
Ana membaca kembali pesan yang dikirimkan papanya pagi tadi. Masih tersimpan amarah di hatinya, meskipun tidak sehebat tadi. Ana hanya merasa kemarahannya tidak akan mengubah apa yang sudah terjadi.
Ana juga memikirkan permintaan papanya untuk pergi dari rumah ini. Tapi, bagi Ana bersembunyi hanya akan membuat Ana terus menerus dinaungi rasa takut kemanapun dia pergi. Yang hanya bisa Ana lakukan sekarang adalah menghadapinya. Ana akan menanggung hutang-hutang itu sebagai bentuk kewajibannya untuk papanya sendiri.
"Semoga mereka mau memberikan aku kelonggaran."
Ana mengetik beberapa kata untuk membalas pesan papanya itu.
"Ana tidak akan menjadi seperti papa. Akan Ana hadapi."
Lalu ditekannya tombol kirim.
Setelah itu, Ana menarik napas panjang dan menghembuskannya. Hati Ana seperti sudah siap menghadapi semuanya.
"Apapun yang akan terjadi besok, terjadilah," kata Ana dengan tatapannya yang tajam menatap langit malam melalui jendela kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments