5. Janji Temu.

"Terima kasih atas ice cream-nya. Seharusnya Anda tidak perlu repot-repot ikut mengantarku ke sini. Aku lah yang semestinya mengantar kalian ke rumah," ujar Norra tak enak hati, karena Allen bersikeras mengantar gadis itu pulang dengan cara ikut sampai ke depan gang rumahnya.

"Tidak masalah. Maaf, padahal niatku mengantarmu pulang, tapi tetap kau lah yang mengendarai sepeda motornya," ucap Allen, sembari sesekali menepuk-nepuk punggung Willy yang kini tertidur di gendongannya.

Norra tersenyum simpul. "Tidak apa-apa. Kalau begitu, aku permisi dulu. Sampaikan salamku untuk Willy nanti."

Allen menganggukan kepalanya. Pria itu masih tetap berada di sana, menunggu Norra pergi terlebih dahulu. Namun, saat gadis itu sudah menaiki motor mungilnya, tiba-tiba Allen memanggil.

"Ada apa?" tanya Norra.

Allen berdeham sesaat. "Lain kali, mau kah kau meninggalkan motormu di rumah saat ke sekolah?" tanya pria itu.

Norra sontak mengerutkan keningnya. "Kenapa memangnya?" tanya gadis itu.

Allen terdiam sejenak. Pria itu tengah sibuk mencari-cari kata yang cocok untuk dia utarakan pada wali kelas putranya tersebut.

"Agar kita bisa makan ice cream bersama lagi. Willy pasti akan mengajakmu lagi lain kali!" Allen buru-buru menyambung perkataan terakhirnya.

Norra terdiam. Gadis itu berusaha menahan diri untuk tetap terlihat biasa-biasa saja. "Tidak masalah." Jawabnya ramah.

Allen tersenyum sedikit lebar. Pria itu kemudian berpesan hati-hati pada Norra.

Selepas Norra pergi, Allen baru memberhentikan sebuah taksi untuk mereka pulang.

...**********...

Sebastian terlihat berdiri di ambang pintu rumah, ketika Allen dan Willy tiba.

Willy yang kini sudah terbangun, bergegas lari ke dalam rumah, setelah beradu tos terlebih dulu pada sahabat ayahnya itu.

"Sepertinya, kau sedang senang jagoan?" tanya Sebastian penasaran.

"Ya, Uncle. Aku baru saja makan ice cream bersama Papa dan Miss Norra!" jawab Willy antusias.

Sebastian sontak mengerutkan keningnya dalam-dalam dan langsung mengalihkan pandangannya pada Allen.

Seolah tahu apa yang sedang dipikirkan sahabat kentalnya itu, Allen pun bersuara. "Dia wali kelas Willy. Aku hanya sedang membalas budi padanya."

"Hutang budi?" Sebastian mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. Pria itu menyingkirkan tubuhnya dari ambang pintu, guna memberikan Allen akses untuk masuk ke dalam rumah.

"Ya, aku berhutang budi pada ibunya."

Mendengar jawaban spontan Allen, rasa penasaran Sebastian justru semakin tinggi saja. Dengan cepat pria itu merangkul sahabat baiknya guna mengorek cerita lebih lanjut.

Sementara Allen yang sadar, bahwa dirinya baru saja kelepasan bicara, segera menyingkir dari rangkulan Sebastian. Pria itu bahkan menghardik sang sahabat agar menjauh darinya.

Sebastian tertawa keras. Pantas saja selama beberapa hari terakhir ini sikap Allen tidak lagi terpuruk seperti sebelumnya. Dalam hati dia bersyukur sekaligus berterima kasih pada siapa pun gadis yang Allen maksud.

Sebastian bukannya hendak meminta Allen untuk melupakan Winstley secepat itu. Dia hanya ingin Allen melanjutkan hidup sebagaimana mestinya.

...**********...

Seperti yang telah Allen katakan beberapa hari sebelumnya, Willy ternyata benar-benar mengajak Norra kembali menikmati kudapan dingin kesukaannya. Kebetulan gadis itu memang tidak sedang membawa motor sejak dua hari lalu, karena sedang di bengkel.

Akan tetapi, sayangnya Norra menolak halus ajakan Willy. Penolakan tersebut bukan tanpa alasan.

"Maafkan aku, Will. Aku tidak mungkin membiarkan ibuku mengerjakan pesanan kue hanya bersama beberapa orang. Bagaimana kalau lain kali saja kita melakukannya, oke?" Norra berusaha membujuk bocah tampan yang kini terlihat sangat kesal itu.

"Kalau begitu, kami ikut ke rumahmu. Boleh, kan?" Tiba-tiba dari arah parkiran Allen muncul dengan setelan kemeja seperti biasa. Namun, kali ini lengan kemejanya dia gulung sampai siku.

Melihat kedatangan Allen, Norra terkejut. Willy pun menganggukkan kepalanya antusias, saat mendengar usulan sang ayah.

"Benar, Miss. Biar kami saja yang datang ke rumah. Aku masih ingin mencicipi brownies Oma yang enak!" Raut kusut yang tadi sempat terlihat di wajah tampannya, kini menghilang entah ke mana.

Norra meringis. Dia bukan tak ingin Allen dan Willy ke sana, melainkan gadis itu justru merasa tak enak.

Akan tetapi, tanpa menunggu jawaban Norra, keduanya bergegas menarik tangannya untuk ikut masuk ke dalam mobil.

Norra mau tak mau akhirnya mengalah. Dia pun membiarkan dua orang terzebut melakukan apa yang mereka suka.

Norra dengan canggung duduk di sebelah Allen setelah Willy mempersilakannya. Gadis itu tak sempat menolak karena Willy terlanjur melompat ke kursi belakang. Dia tak mungkin membiarkan Allen berkamuflase menjadi supir pribadi dengan duduk di kursi pengemudi sendirian.

Selagi dalam perjalanan, ketiganya menyempatkan diri ke toko perabotan untuk membeli lima puluh wadah cupcakes dan hiasan perintilanya, dari seratus buah yang dibutuhkan.

Tak lupa sekotak besar wadah untuk menyimpan kue tart juga turut dibeli Norra. Maklum saja, pesanan kali ini memang diperuntukan untuk acara ulang tahun yang akan berlangsung pada malam harinya. Mereka hanya memiliki waktu sekitar delapan lagi untuk menyelesaikan semua.

Beruntung beberapa tetangga menyempatkan diri menawarkan bantuan.

Setelah selesai dengan belanjaan, mereka pun lantas bergegas pergi menuju rumah Norra.

Kehebohan sempat terjadi di rumah Norra, saat beberapa orang ibu-ibu yang membantu di sana, melihat kedatangan gadis itu bersama seorang pria dewasa tampan dan putranya.

Mereka bahkan tanpa malu-malu menanyakan identitas Allen.

Allen tentu saja merasa sedikit tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apa lagi pertanyaan tersebut diutarakan tepat di hadapan Willy, yang kini tengah bersembunyi di belakang tubuhnya. Namun, mau bagaimana lagi, Allen hanya bisa meringis tak enak, demi menjaga sikap.

Beruntung, Norra dan Rose dapat mengendalikan suasana tersebut. Keduanya pun mempersilakan Allen untuk duduk di kursi tamu.

Kendati demikian, pria itu tidak bisa membiarkan dirinya duduk diam menemani Willy, yang kini sedang sibuk menikmati beberapa potong kue nan menggugah selera. Dengan memaksa dia pun menawarkan diri untuk membantu.

Norra semula menolak, tetapi melihat sikap keras Allen, alhasil dia pun mengalah. Keduanya akhirnya bertugas menghias cupcakes-cupcakes cantik yang sudah matang.

Norra dan beberapa penghuni rumah lainnya tercengang, tatkala mengetahui kelihaian Allen menghias kue menggunakan whipped cream. Norra pikir, pria itu akan sulit diajari.

"Kau sangat hebat!" puji Norra dengan raut wajah antusias.

"Dulu, setiap akhir pekan, Winstley selalu mengadakan kelas memasak dadakan, dan aku lah yang jadi muridnya," ujar Allen tersenyum, tanpa melepaskan fokusnya pada cupcakes cantik yang tengah dia hias.

Norra semakin takjub. Dia memuji kehebatan Winstley.

Pekerjaan mereka pun selesai tepat pukul enam petang, satu jam sebelum acara dimulai.

"Norra, kau sudah menelepon taksi online-nya?" tanya Rose.

"Masih menunggu, Bu," jawab Norra khawatir. Sesekali dia menatap jam dinding.

"Tidak perlu. Pakai mobilku saja." Melihat ibu dan anak itu kesulitan mencari kendaraan, Allen pun menawarkan diri.

Rose refleks menoleh ke arah Norra, memberi isyarat untuk menolak.

"Tak perlu Allen, kami sudah sangat merepotkanmu," ucap Norra tak enak.

"Tidak apa-apa. Waktu kita tidak banyak, kan?"

Mendengar pertanyaan Allen, Norra mengangguk lesu. Salahnya sendiri meminta sang ibu menunggu dia berbelanja pulang sekolah, alhasil mereka jadi membuang-buang waktu.

Rose dengan tak enak hati akhirnya menerima tawaran Allen. Dibantu beberapa tetangga, mereka membawa semua kue-kue tersebut ke mobil Allen yang di parkir di depan gang. Sementara Norra membawa kue tart terbesar.

"Terima kasih, Nak Allen, atas semua bantuannya. Seharusnya kau cukup menikmati kue saja bersama Willy," ucap Rose saat mereka berpamitan. Beliau tak mungkin ikut berjalan jauh.

"Sama-sama, Bu. Aku lah yang berterima kasih, karena Ibu masih berkenan membuatkan kue untukku dan Willy, selagi repot dengan pesanan."

Rose mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata 'tidak masalah'. Wanita paruh baya itu pun memeluk tubuh tinggi menjulang Allen, sebelum kemudian membiarkannya pergi. Tak lupa dia juga memberi kecupan hangat di dahi Willy.

Terpopuler

Comments

anan

anan

aku mampir k

2023-01-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!