Bagaimana Allen tidak terkejut, sebab wajah gadis yang tengah bersama dengan putranya kini terlihat sangat mirip dengan wajah mendiang sang istri saat masih berusia dua puluh tahunan. Sorot mata mereka bahkan terlihat sama persis.
Melihat Allen termangu menatap dirinya, Norra lantas menegur. "Tuan West," panggilnya sesopan mungkin.
Allen tersentak kaget. "Ahh, maaf!" Pria itu kemudian bersimpuh di hadapan Willy. "Maaf, Papa datang terlambat. Kau tidak menunggu terlalu lama, kan?" tanyanya pada sang putra dengan nada lembut.
Willy menggelengkan kepala. "Tidak masalah. Aku sudah menunggu Papa puluhan hari, jadi menunggu sebentar lagi saja jelas tidak masalah bagiku."
Allen sontak mematung mendengar perkataan Willy. Dia tahu benar maksud perkataan putra semata wayangnya itu tak hanya soal kedatangannya yang sedikit terlambat.
Dekapan hangat langsung diberikan Allen pada Willy selama beberapa saat. Allen jelas merasa sangat bersalah. Dalam hati dia berjanji tidak akan mengabaikan Willy lagi.
Di samping itu, Allen juga merasa malu dengan sikap Willy yang jauh lebih pengertian dari pada dirinya. Seharusnya bukan Willy lah yang mengerti keadaan sang ayah, akan tetapi sebaliknya.
Norra tersenyum manis melihat momen kebersamaan indah tersebut. Dari raut wajah Allen, pria itu pasti tengah menghadapi kemelut yang sama dengan putranya, Willy.
"Terima kasih sudah menemani Willy, Miss ...."
"Norra. Panggil saya Norra saja, Tuan West," ucap Norra. Gadis berusia 24 tahun itu sudah menghafal beberapa identitas keluarga muridnya, terutama Willy, si murid paling menyita perhatiannya di hari pertama mengajar.
"Terima kasih banyak, Norra. Kalau begitu panggil saya Allen saja," ujar Allen kemudian.
Norra tersenyum dan mengangguk. Dia pun melambaikan tangannya, saat mereka berdua masuk ke dalam mobil. Norra baru pergi menuju motornya yang terparkir di depan pos satpam, setelah mobil Allen pergi meninggalkan tempat.
Di dalam mobil, Allen menanyakan keseharian Willy di sekolah. Tak lupa dia juga menanyakan Norra yang ternyata merupakan guru baru sang anak.
"Dia guru yang baik, Pa," ujar Willy. "Wajahnya sekilas mirip Mama," sambung pria kecil itu sembari menatap nanar jalanan di luar jendela mobil.
Allen terdiam. Sejak Winstley pergi, Willy memang sering membuka album foto mendiang sang istri. Bitsy, pengasuh Willy, bahkan berkata bahwa sang putra sering kali membawa tidur salah satu foto ibunya.
Allen mengelus lembut kepala Willy, sebelum kemudian kembali fokus menatap jalanan.
Sesampainya di rumah Willy segera turun dan naik ke dalam kamar bersama Bitsy. Sementara Allen berganti pakaian di kamarnya.
Kendati Winstley telah pergi tiga bulan yang lalu, tetapi Allen tetap membiarkan kamar mereka dalam kondisi yang sama. Semua pakaian Winstley tetap terjajar rapi di dalam lemari. Wangi parfumnya pun masih dapat Allen cium.
Sekali lagi dia merindukan Winstley.
...**********...
Norra tiba di rumah tak sampai setengah jam kemudian, karena jarak dari sekolah dan rumahnya tidak terlalu jauh.
Sang ibu, Rose, menyambut kedatangan putrinya. Wanita paruh baya itu terlihat kepayahan membawa sebaskom penuh adonan cookies.
"Biar kubantu, Bu!" Norra dengan sigap membawa adonan tersebut ke atas meja dapur. Sekali lagi dia menegur sang ibu untuk tidak terlalu keras bekerja.
"Tidak apa-apa, Nak. Justru tubuh Ibu akan merasa sangat sakit bila tidak melakukan sesuatu. Bagaimana hari pertamamu mengajar?" tanya Rose ramah.
"Menarik, Bu. Semua anak-anak didikku lucu sekali. Namun, ada satu anak yang kondisi kurang baik," jawab Norra.
Rose mengerutkan keningnya. "Kurang baik yang bagaimana?" tanya wanita paruh baya itu.
"Dia baru saja kehilangan ibunya tiga bulan lalu." terang Norra.
Rose menatap putrinya perihatin. "Anak itu jadi mengingatkan Ibu padamu. Dulu kau juga berlaku demikian setelah ayahmu pergi."
Norra terkejut. Dia baru mengingat kenangan tersebut.
Seulas senyum terpatri di wajah tua Rose. "Karena kau pernah mengalami hal yang sama, seharusnya kau jadi lebih mudah mendekati muridmu itu. Ibu harap, kau selalu bisa terus mendampinginya melewati masa-masa sulit itu."
Norra membalas senyum sang ibu dan memeluknya erat. "Pasti, Bu," jawab gadis itu.
Setelah obrolan kecil mereka, Norra bergegas pergi untuk mandi dan berganti pakaian untuk langsung membantu sang ibu membuka toko kuenya.
Toko kue yang dimiliki keluarga Norra bukanlah toko kue besar. Tempatnya hanya sepetak dan terletak persis di sebelah rumah. Dulu, saat sang ibu masih segar bugar, toko kue mereka akan buka setiap pagi hingga malam. Namun sekarang, Rose membuka tokonya mulai siang hari, bahkan terkadang sore.
Mau bagaimana lagi, keadaan wanita itu sudah tidak seperti dulu. Penyakit jantung koroner yang diidapnya, membuat Rose harus banyak berhati-hati dalam beraktifitas. Beruntung, dia memiliki anak gadis yang sangat berbakti. Sejak suaminya tiada, Norra tak pernah kenal lelah membantu Rose mencari uang dengan bekerja part time.
Hampir semua pekerjaan pernah digeluti Norra, dari mulai yang halus sampai yang kasar seperti buruh angkut di pabrik.
Maklum saja, pekerjaan suaminya dulu hanya security di sebuah bank. Dia tidak memiliki asuransi mau pun tunjangan. Jadi, mau tidak mau mereka harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup, sebab peninggalan satu-satunya sang suami hanya lah rumah dan toko kecil ini.
"Makan dulu, Nak!" titah Rose pada Norra yang baru saja keluar dari kamarnya. Sementara wanita itu sedang sibuk memasukkan adonan cookies ke pemanggang.
Norra menuruti. Setelah makan baru lah dia mengambil alih tugas sang ibu memanggang dan menata cookies ke dalam etalase toko.
Beberapa pelanggan tetap mereka pun tiba. Meski toko mereka terbilang kecil dan tidak memiliki plang nama, tetapi cukup terkenal di wilayah tempat tinggalnya.
Pelanggan lah yang memberikan nama pada toko kue mereka, yaitu, 'toko kue Norra'.
...**********...
Di hari keduanya bekerja, Norra semakin bersemangat. Wajah gadis itu bahkan terlihat sangat sumringah ketika mendapati kedatangan Willy.
"Pagi, Willy," sapa Norra ramah.
"Pagi, Miss Norra." Kendati kesedihan masih terlihat jelas di wajah bocah kecil itu, tetapi Norra bisa merasakan sedikit semangat di diri Willy.
Gadis itu pun menoleh ke arah parkiran mobil dan mendapati Allen tengah menatap ke arah mereka.
Norra lantas menganggukkan kepalanya guna menyapa pria itu.
Allen membalas anggukan Norra. Pria itu masih tetap bertahan di sana sampai Norra dan Willy menghilang ke dalam gedung sekolah.
"Sepertinya hari ini adalah hari yang baik, Will," ujar Norra sambil menggandeng Willy.
Willy mengangguk senang. "Uncle Bob tidak lagi bertugas mengantarku, Miss. Ada Papa yang akan mengantar jemput mulai sekarang."
Norra tersenyum lebar. "Itu bagus sekali. Aku turut bahagia."
"Terima kasih," ucap Willy. Keduanya tetap bergandengan tangan sampai tiba di kelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Siska Agustin
Allen penasaran sama Norra ya makanya dilihatin terus karna wajahnya mirip mendiang sang istri..
2023-01-07
2
Authophille09
aku mampir lagi nih kak
2022-12-23
1