4. Pergi Bersama.

"Terima kasih atas tumpangannya, Norra," ujar Allen, begitu mereka sampai di ujung gang rumah gadis itu. Norra bisa melihat mobil sedan hitam milik Allen yang terparkir tak jauh dari sana.

"Sama-sama, Allen. Aku harap, kalian tidak jera datang ke tempat kecil ini lagi," kata Norra.

"Kami pasti akan kembali," jawab Allen.

Norra mengangguk. Gadis itu pun mengalihkan perhatiannya pada Willy. "Selamat menikmati kue itu, Will," katanya seraya mengelus lembut rambut Willy.

Willy mengangguk senang. "Lain kali aku ingin menaiki motor bersama Miss lagi, bolehkah?" tanya bocah berusia 8 tahun itu.

"Will." Mendengar penuturan Willy, Allen lantas menegurnya.

Willy sontak menunduk sambil mengerucutkan bibirnya.

Melihat itu, Norra tertawa kecil. "Dengan senang hati, Willy. Lain kali kita akan berjalan-jalan bersama. Oke?"

Willy mengangkat kepalanya dan memeluk Norra erat.

"Tidak perlu seperti itu, Norra." Allen yang merasa tidak enak lantas turut menegur wali kelas putranya itu.

"Tidak apa-apa, Allen. Aku senang Willy sudah kembali ceria," jawab Norra.

Allen menatap Willy yang kini sudah masuk ke dalam mobilnya, dengan pandangan sendu. "Aku lah yang membuatnya seperti itu. Seharusnya aku lebih memperhatikan Willy. Kuharap, dia tidak merepotkanmu," ujar Allen.

Norra sontak menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali. Selain cerdas, Willy juga termasuk anak yang mandiri dan kuat," puji gadis itu.

Allen tersenyum. Dia pun berterima kasih pada Norra sebelum akhirnya ikut masuk ke dalam mobil.

Norra melambaikan tangannya begitu mobil tersebut bergerak pergi. Sekali lagi, alam hati dia bersyukur melihat Willy bisa berbaur kembali bersama teman-temannya di sekolah.

...**********...

"Tidak, Nak. Miss tidak bisa!" seru Norra pada Willy yang masih belum menyerah menarik-narik tangannya.

Bagaimana tidak, ini adalah kali ketiga Willy memaksanya ikut pulang bersama. Willy beralasan, bahwa dia hanya ingin menepati janji mengajak Norra membeli kudapan kesukaan bocah itu.

Norra tentu saja menolak, sebab sudah pasti dia merasa tak enak pada Allen yang sampai saat ini belum muncul juga.

"Ayo, Miss! Kalau Miss tidak mau, aku akan merajuk selama berhari-hari!"

Mendengar ancaman Willy, Norra meringis. "Bukan begitu, Will. Hanya saja, aku tak enak dengan ayahmu. Beliau pasti lelah jika tidak langsung pulang ke rumah." Norra sebisa mungkin berusaha memberi alasan masuk akal pada bocah delapan tahun itu.

Willy menggelengkan kepalanya. Tak lama, mobil Allen pun tiba di sekolah. Willy dengan cepat menghampiri sang ayah dan mengutarakan niatnya untuk mengajak Norra berburu kudapan di mall.

Norra pikir, Allen akan menolak ajakan Willy. Namun, pria itu malah dengan senang hati menyetujui niat sang putra.

"Tidak perlu. Akan sangat merepotkan Anda nantinya, Allen." Sekali lagi Norra menolak halus.

"Tidak sama sekali Norra. Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih kami atas kue kemarin. Bagaimana?" Allen menatap Norra penuh harap.

Norra mengembuskan napasnya pelan. Dia pun akhirnya mengalah dan menyetujui ajakan mereka.

Willy bersorak gembira.

"Emm, tapi bagaimana dengan motorku?" tanya Norra kemudian. Dia tak mungkin menitipkannya di sekolah dan kembali lagi ke tempat ini untuk mengambil motornya.

"Kita pergi naik motor. Papa bisa telepon Uncle Bob untuk mengambil mobil!" Willy dengan antusias memberikan solusi. Yang penting mereka bisa pergi bertiga.

Allen tertawa kecil. Dia pun menelepon supir pribadinya untuk mengambil mobil di sekolah.

Setelah melakukan hal tersebut, hal selanjutnya yang membuat Allen dan Norra bingung adalah, siapa yang akan menyetir motor, sementara Allen tidak pandai melakukannya di jalan raya. Pria itu bahkan tidak memiliki SIM motor.

Alhasil, dengan malu-malu, Allen harus rela duduk di belakang Norra. Gadis itu sempat tertawa melihat kaki Allen yang kesulitan menempatkan diri, karena tinggi tubuhnya yang menjulang.

"Sepertinya, aku harus benar-benar belajar mengendarai motor," ujar Allen, saat motor mereka sudah bergerak keluar lingkungan sekolah.

"Memang harus." Norra tertawa jenaka.

Selama di perjalanan, Allen benar-benar merasa malu karena banyak orang yang memperhatikan mereka. Beberapa di antara mereka bahkan terang-terangan menertawakan Allen.

Bagaimana tidak, penampilan Allen yang tampan dan gagah dengan setelan jasnya, harus rela berboncengan dengan seorang gadis bertubuh kecil menggunakan motor matic pink-nya. Belum lagi tubuh tinggi Allen yang membuat motor tersebut terlihat sangat kecil.

Saat sang ayah tengah dilanda krisis kepercayaan diri, Willy yang duduk di depan malah dengan riang berceloteh tentang ini dan itu.

Meski harus menahan malu, Allen tidak bisa memungkiri kebahagiaan saat melihat tawa sang putra.

Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit bagi mereka untuk tiba di parkiran mall. Ketiganya langsung masuk ke dalam mall menuju salah satu tempat ice cream terkenal yang sejak kemarin-kemarin ingin Willy datangi.

Tak banyak pengunjung yang datang ke sana, membuat Willy bebas memilih tempat duduknya sendiri, sementara Allen dan Norra memesan bersama.

"Apa yang ingin kau pesan?" tanya Allen.

"Apa yang disukai Willy?" Norra balik bertanya.

Allen menjawabnya dengan menunjuk salah satu menu ice cream dengan topping raspberry.

"Baiklah, aku itu saja. Terima kasih," ucap Norra.

Allen mengangguk. Setelah menerima dan membayar pesanan, keduanya langsung berjalan menuju Willy yang sudah tidak sabar menunggu.

Selagi Willy tengah sibuk memakan ice cream-nya, Norra dan Allen berbincang sejenak. Banyak yang mereka bahas, seperti tentang keseharian Willy di sekolah.

"Sebelum aku masuk, Willy memang banyak murung dan bersedih. Dia bahkan sering menghabiskan waktu sendirian di kelas, saat jam istirahat tiba," ujar Norra.

Mendung menghiasi wajah Allen. "Kami memang dalam masa-masa yang sangat berat. Aku sempat akan menyerah, karena mengira tak mampu menjaga Willy lagi setelah istriku meninggal." Matanya memandang Willy penuh kekhawatiran.

"Kupikir, Willy tidak mengerti akan apa yang kurasakan. Namun ternyata, dia lah yang paling merasa terpuruk," sambung pria itu.

Norra tersenyum simpul. "Anda dan Willy adalah orang yang kuat. Aku yakin kalian akan mampu melewati ini bersama, meski itu sangat sulit."

"Entah lah, sampai sekarang bayangan saat kami kecelakaan terus saja menghantuiku. Sebab, karena aku lah, Winstley meninggal dunia!" ungkap Allen.

Mendengar hal tersebut, Norra terkejut. Dia pun meminta maaf pada Allen karena telah membahas kematian istrinya.

"Tidak apa-apa. Sebenarnya, sudah sejak dari beberapa hari lalu Willy ingin datang ke sini. Namun, aku selalu saja menolak, karena tempat ini merupakan tempat favorit istriku. Mereka berdua sering menghabiskan waktu di sini seharian sampai lupa pulang." Tawa kecil terdengar dari mulut Allen.

Norra tersenyum. "Willy pasti sangat dekat dengan ibunya," terka gadis itu sembari memandangi Willy.

"Ya, dibanding denganku, dia memang lebih dekat dengan ibunya," jawab Allen. Matanya sekali lagi menatap Norra dengan pandangan tidak terbaca.

Melihat Norra dengan jarak sedekat ini membuat Allen seribu persen yakin, bahwa wajah gadis itu dan mendiang istrinya begitu mirip.

Allen seperti sedang kembali ke masa-masa kuliahnya dulu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!