Bel pulang sekolah telah berbunyi. Kini Willy tak perlu lagi menunggu lama, sebab sang ayah rupanya telah berada di sana sejak lima menit sebelum bel sekolahnya berbunyi.
"Papa tidak terlambat, kan?" tanya Allen pada putra kecilnya.
Willy menggeleng. "Terima kasih sudah menjemputku tepat waktu, Pa," ucapnya.
Allen tersenyum. Matanya kemudian menjelajahi pintu masuk gedung sekolah, seolah sedang mencari seseorang.
"Papa lihat apa?" tanya Willy penasaran, tatkala mendapati sang ayah terdiam di tempat.
Allen sontak tersadar dari kegiatannya barusan. "Ahh, tidak. Ayo, kita pulang!" seru pria itu kemudian. Keduanya pun masuk ke dalam mobil dan pergi dari sana.
Tak berselang lama, Norra terlihat keluar dari dalam gedung sekolah. Matanya sejak tadi mencari-cari keberadaan Willy yang sudah menghilang duluan.
Sesampainya di luar, Norra bahkan masih berusaha mencari Willy. Namun, hal tersebut rupanya sia-sia. Willy pasti sudah pulang bersama ayahnya.
Norra mengangkat bahu. Dia memutuskan untuk langsung pulang ke rumah.
...**********...
"Bu, apa yang Ibu lakukan!" seru Norra ketika mendapati sang ibu membuka toko kue mereka sendirian. Beberapa pelanggan bahkan sudah terlihat berdatangan untuk menikmati kue buatan ibunya.
Bergegas Norra memarkirkan motor matic-nya di halaman kecil rumah mereka dan berlari menghampiri Rose.
"Seharusnya Ibu menungguku dulu! Kalau Ibu kenapa-kenapa, bagaimana Bu!" seru Norra sekali lagi.
"Kau ini terlalu berlebihan, Sayang. Ibu baik-baik saja." Rose tersenyum simpul. "Sudah, lebih baik kau mandi dan berganti pakaian dulu. Jangan bantu Ibu dalam keadaan kotor seperti ini." Wanita itu kemudian mengusir halus sang putri.
Norra merengut sesaat, sebelum kemudian melempar senyum lebar pada ibunya. Tanpa diminta dua kali gadis itu pun pergi menuruti perintah Rose.
...**********...
Setelah berjalan kaki sekitar satu kilometer, Allen dan Willy tiba di sebuah toko kue yang kini terlihat ramai oleh para pengunjung.
"Kau yakin di sini tempatnya?" tanya pria itu pada Willy.
Willy mengangguk yakin. "Tempat ini persis dengan foto yang pernah Uncle Bob tunjukan," jawab sang putra.
Dalam perjalanan sepulang sekolah tadi, Allen menawarkan Willy untuk membeli kudapan kesukaannya di salah satu mall terbesar di sana. Namun, bukannya pergi ke mall tersebut, Willy malah mengajak dirinya mengunjungi salah satu toko kue favorit supir pribadi mereka.
Allen pikir, toko tersebut berada di pinggir jalan besar. Namun, ternyata salah. Mereka harus masuk ke dalam gang sempit menanjak yang hanya bisa dilalui motor saja. Jaraknya pun tidak dekat.
Sesampainya di sana, Allen menatap ragu toko kue tersebut. Sebab, toko itu terlihat sedikit kumuh dan kurang terawat.
Bagaimana tidak, cat pada dinding toko terlihat sudah mengelupas sana-sini. Mereka pun tidak memasang plang nama. Jadi, bagaimana bisa supir pribadinya itu berkata bahwa kue-kue di sana sangat enak? Namun, melihat banyaknya pelanggan yang datang, sepertinya Allen harus berpikir ulang.
Setelah menunggu kira-kira lima dua puluh menit, akhirnya Allen dan Willy mendapat giliran.
Allen cukup terkesan dengan penampilan di dalam toko. Sebab ternyata, interior di dalam toko tersebut tidak seburuk tampilan luarnya.
Dari aksesoris dan perabotan yang ada, toko tersebut sepertinya memang sengaja mempertahankan konsep lamanya. Allen seperti merasa berada di masa lalu.
"Silakan." Rose dengan ramah menyambut kedatangan Allen dan Willy.
Willy menatap sederetan kue yang terpajang di etalase dengan wajah sumringah. Bocah kecil itu akhirnya menjatuhkan pilihan pada sepotong brownies coklat dan cupcakes bertabur coklat warna-warni. Sementara Allen memilih sebaris roti keju bertabur parsley kering, yang terlihat sangat lembut.
Setelah menyebutkan pilihan mereka, Rose bergegas mengemasnya.
"Baiklah, tunggu sebentar ya?" ucap Rose pada Willy dan Allen.
Willy mengangguk.
Selagi mengambil tempat, Rose kembali membuka suaranya. "Sepertinya kalian bukan orang sini ya? Sebab, aku tak pernah melihat kalian sebelumnya?" tanya wanita paruh baya itu.
"Iya, Bu. Kami kebetulan mendapat rekomendasi dari seseorang tentang toko kue ini," jawab Allen jujur.
"Ahh, begitu rupanya. Dulu toko kue ini memang sering didatangi pelanggan luar juga. Namun, setelah aku sakit dan toko kue ini tidak lagi beroperasi sebagaimana mestinya, pelanggan luar lama kelamaan menghilang. Beruntung, kami memiliki banyak pelanggan dari sini."
Mendengar penjelasan panjang lebar Rose, Allen menganggukkan kepalanya. "Kuharap, toko kue ini bisa kembali menikmati masa-masa jayanya seperti dulu."
Rose tersenyum simpul. Baru saja dia hendak menjawab perkataan Allen, tiba-tiba dari dalam toko terdengar suara seorang gadis.
"Bu, biar aku saja!"
Allen dan Willy sontak terkejut, tatkala mendapati Norra dengan pakaian biasa muncul dari dalam sana.
Tak hanya mereka saja yang terkejut, melainkan Norra juga. Gadis itu bahkan sempat termangu sesaat, sebelum sang ibu menginterupsi.
"Kalian sudah saling mengenal?" tanya Rose.
"Ahh, Willy adalah anak didikku, Bu," jawab Norra.
Rose menganggukkan kepalanya. "Ahh, begitu rupanya. Baiklah, karena kalian pelanggan istimewa kami, aku akan memberi bonus lebih."
"Tidak perlu, Bu!" seru Allen tak enak hati. Namun, sepertinya Rose tidak menggubris protes Allen, sebab wanita itu kini memasukkan dua buah kue tambahan ke dalam dus kue miliknya.
Sementara itu, Norra keluar dari dalam toko untuk menghampiri Willy. Keduanya berbincang sejenak di sana.
"Kapan-kapan Miss harus mencobanya," ujar Willy setelah menceritakan kudapan favoritnya di salah satu mall.
"Baiklah." Jawab Norra sembari mengelus kepala Willy.
Rose pun selesai mengemas kue tersebut. Allen hendak membayar seluruh kuenya termasuk dua potong kue bonus yang diberikan Rose, tetapi wanita itu sontak menolaknya.
"Anggap saja kue itu sebagai pengikat, agar Anda bersedia kembali lagi kemari," ujar Norra dengan nada jenaka.
Allen tertawa kecil. "Baiklah kalau begitu."
Keadaan mendadak hening. Allen lagi-lagi tak lepas menatap Norra. Namun, ajakan pulang dari Willy membuyarkan lamunan Allen.
"Kami permisi dulu. Terima kasih sekali lagi atas kuenya, Bu," ucap Allen pada Rose.
Rose mengangguk. "Semoga kalian suka kuenya."
"Pasti, kue Oma terlihat sangat enak," puji Willy.
Rose tertawa. Norra pun menawarkan diri untuk mengantar mereka.
"Tidak perlu. Jaraknya cukup jauh." Allen menolak tawaran Norra halus.
"Justru itu, aku akan mengantar kalian menggunakan motor. Sekalian, aku memang ingin pergi ke mini market depan." Norra tersenyum sumringah.
Allen dan Willy pun akhirnya setuju.
Merasa tak enak diboncengi seorang gadis, Allen pun berinisiatif menawarkan diri untuk menyetir motor.
Norra menerimanya dengan canggung. Dia pun duduk menyamping seraya berpegangan pada pinggang Allen. Sementara Willy duduk di depan Allen.
Motor pun bergerak menjauhi toko. Dari cara Allen menyetir, tampak sekali pria itu tidak terbiasa membawa motor.
"Anda pasti tidak terbiasa membawa motor ya?" tanya Norra.
Allen meringis. "Maaf." Jawabnya malu.
Norra tertawa kecil. "Tidak apa-apa. Untuk pemula seperti Anda, sudah cukup bagus."
Allen turut tertawa kecil.
Sementara Willy tiba-tiba berseru, "Pa, naik motor sangat asik! Boleh kah lain kali Papa menjemput dan mengantarku menggunakan motor?"
Mendengar seruan sang putra, lagi-lagi Allen meringis. Dia pun berbisik pada Norra. "Sepertinya aku harus belajar menyetir motor mulai sekarang."
Norra kembali tertawa.
Dada Allen sontak bergemuruh, tatkala melihat tawa Norra dari kaca spion motor. Terlebih, tangan gadis itu kini tengah berpegangan pada pinggangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments