Gadis yang baik

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam tapi Dhena dan Rayyan masih belum juga datang, begitu juga dengan Dhanil, masih saja tertidur tanpa merasakan lapar atau haus.

Nadine dengan sabar menunggu kedatangan sahabatnya, sampai terkantuk-kantuk didalam hotel bersama Dhanil. ia sesekali memeriksa keadaan Dhanil, dengan mengecek suhu tubuh dengan telapak tangannya.

Mengompres dahi Dhanil, berharap demamnya turun, Nadine benar-benar merawat Dhanil seperti ia merawat kakaknya sendiri.

Nadine sedang melihat pemandangan malam hari yang nampak begitu indah dilihat dari ketinggian. tanpa ia sadari, Dhanil bangun dan terus memperhatikan Nadine.

"Siapa nama mu?" tanya Dhanil. seketika membuat Nadine terkejut.

"Nama ku Nadine Mas." jawabnya canggung.

"Dhena masih belum datang?" tangannya lagi. Nadine hanya mengangguk.

"Mas butuh sesuatu. Mau makan atau minum?" tanya Nadine, saat melihat Dhanil bergerak ingin bangun dari tempat tidur.

"Tidak, aku ingin ke kamar kecil." Jawab Dhanil, melangkah lemas menuju toilet.

Sekitar 30menit lamanya, akhirnya Dhanil keluar dengan tubuh segar dan bertelanjang dada. Sontak saja Nadine yang pada saat itu sedang berusaha menghubungi Dhena, langsung membalikkan badan.

"Sudah ada kabar dari Dhena?" tanya Dhanil, dengan santainya memakai pakaian didepan Nadine.

"Belum Mas, tidak diangkat. Aku juga sudah menghubungi Rayyan, tapi tidak diangkat juga." Jawab Nadine, masih dengan posisi wajahnya menghadap dinding.

"Kalau gitu aku antar kamu pulang." ucap Dhanil.

"Enggak perlu Mas, aku bisa naik angkot, kebetulan jaraknya gak jauh kok dari tempat kost." tolak Nadine.

"Enggak apa-apa, aku antar kamu sekalian kita cari makan." Dhanil memaksa tanpa bisa Nadine menolak nya.

"Kamu mau makan apa?" tanya Dhanil, setelah berkeliling mengendarai mobil sambil mencari-cari tempat makan.

"Apa aja si Mas, tapi biasanya kita beli pecel lele." jawab Nadine.

"Pecel lele? aku itu mau traktir kamu makan enak, emang gak ada pilihan lain selain itu?" tanya Dhanil.

"Apa ya mas, aku gak ngerti makanan enak yang Mas maksud itu." jawaban Nadine begitu polos, membuat Dhanil tak dapat menahan tawa kecil dibibir nya.

"Lain kali aja Mas, ini udah larut malam. Aku mau pulang aja." pinta Nadine.

"Tapi kamu belum makan dari pagi, kamu sibuk jagain aku sampai lupa makan." ucap Dhanil merasa bersalah.

"Enggak kok, aku sudah minum air tadi dihotel tempat Mas nginep." jawabnya semakin membuat Dhanil gemas.

"Air putih gak bikin kenyang, tapi bikin kembung." ucapnya.

"Yaudah kalo gitu, lain kali kalo aku ke Jogja lagi. Kita makan enak, sebagai tanda terima kasih ku." Janji Dhanil.

"Boleh Mas." Nadine mengangguk dengan senyuman tulus.

"Sekarang aku antar kamu pulang." ucap Dhanil.

Tak lama ponsel Nadine berdering, sebuah panggilan masuk yang datangnya dari Dhena.

"Hallo Dhena." jawab Nadine.

"Aku lagi dijalan, aku pulang bareng mas mu." ucapnya.

"Iya sebentar lagi aku sampai."

"Iya nanti aku sampaikan."

"Iya, sampai ketemu nanti." Nadine pun memutuskan panggilan telepon tersebut.

"Dimana dia?" tanya Dhanil.

"Masih sama Rayyan Mas." Jawabnya.

"Dhena nitip pesen, setelah selesai acara nya dengan Rayyan, ia akan pergi ke hotel menemui Mas." ucapnya.

"Baguslah. Aku akan menunggunya." ucap Dhanil.

"Mas enggak akan marah kan sama Dhena?" tanya Nadine.

"Sedikit kesal saja." jawabnya.

"Dhena gadis baik mas, Rayyan juga laki-laki baik. Mereka pasangan yang cocok. percaya sama mereka berdua, mereka tidak berbuat macam-macam, sampai dinyatakan lulus." tukas Nadine meyakinkan Dhanil.

"Kenapa kamu bisa yakin dan percaya pada mereka?" tanya Dhanil.

"Dhena sudah ku anggap seperti saudara perempuan bagiku, walau kita terbilang baru 3 tahun berteman." ucap Nadine.

"Begitu juga dengan Rayyan, dia sahabat ku dari kecil. kita sudah bertemu saat kami masih didalam rahim ibu kami. Hihihi. Maaf. Laki-laki itu sudah ku anggap teman terbaik ku." lanjut Nadine.

"Jadi kalau terjadi sesuatu diantara mereka, Mas salahkan aku yang sudah mempertemukan mereka berdua."

"Mana bisa seperti itu, kamu memang seorang teman yang baik bagi Dhena dan juga Rayyan. Tetapi, jika mereka sudah memutuskan untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan, itu sudah bukan lagi tanggung jawab mu." Pesan tegas Dhanil.

"Jika terjadi sesuatu pada hubungan mereka, bukan kamu yang disalahkan, tapi merekalah yang menjalani hubungan itu." Tukas Dhanil.

"tapi tetap saja, aku akan sangat merasa bersalah." tutur nya.

"Semoga mereka langgeng ya Mas sampai ke pelaminan." Harapan Nadine, yang juga di amin kan oleh Dhanil.

Tak terasa percakapan mereka menjadi awal kedekatan Dhanil dan Nadine, yang tidak pernah mereka sangka-sangka jika pertemuannya akan berakhir penuh drama.

Flashback Off

Sudah sebulan lamanya setelah peristiwa hari ulang tahun Nadine yang penuh dengan kejutan, gadis itu pun sudah tidak pernah datang lagi kerumah Dhena untuk menemui Devano, walau kenyataannya ia sudah sangat rindu sekali anak laki-laki yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. begitu juga dengan devano ia juga sangat merindukan Nadine sampai ia tidak mau makan dan jatuh sakit.

Dhanil sungguh merasa kasian harus menjauhkan Nadine dengan Devano, yang pada akhirnya justru membuat anaknya sendiri tersiksa hingga jatuh sakit. Dengan berat hati ia harus membujuk nadine untuk kembali bertemu dengan Devano, demi kesehatan anaknya juga.

Kini Dhanil pergi menuju tempat kost dimana Nadine tinggal. Ia berniat meminta maaf atas sikapnya waktu itu dan berharap nadine tidak sakit hati atas perlakuannya.

Setibanya ditempat kost, Dhanil segera menekan bell dan respon Nadine pun segera membukakan pintu tanpa banyak basa-basi.

"Mas Dhanil." Nadine merasa canggung.

"Masuk Mas." Ucapnya sekali lagi. Dhanil masuk sambil melihat kembali suasana tempat kost Nadine yang tidak berubah. tempat yang menjadi saksi bisu dimana Dhanil pernah menyatakan perasaannya terharap Nadine.

"Gimana keadaan Devano Mas?" Tanya Nadine, setelah mempersilahkan Dhanil duduk dan juga memberikannya minum.

"Kau sudah tahu soal devano sakit?" Tanyanya.

"Aku tau dari Dhena, tapi tidak bisa kesana, karena takut mas tidak menyukai ku." Jawab Nadine.

"Aku masih menyukai mu, walau dulu kau menolaknya." Sahut Dhanil.

"Maksud ku, bukan seperti itu. maksud ku mas tidak menyukai aku dekat dengan Devano." Tegas Nadine.

"Aku memang tidak menyukai kedekatan kalian, karena Devano sudah menganggap mu lebih dari seorang kakak. LIhat saja, Baru sebulan kalian tidak bertemu, reaksi Devano tidak mau makan bahkan sampai jatuh sakit. Apakah menurut mu itu tidak berlebihan." Ucap Dhanil.

"Aku marah, dan aku kesal karena aku punya alasan sendiri, aku tidak ingin kalian terlalu dekat tapi nyatanya kalian sudah begitu jauh sampai sulit sekali dipisahkan. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi, aku akan berterus terang padamu. Menikahlah dengan ku, kau bebas melakukan apapun bersama Devano setelah resmi menjadi Istri ku." Tukasnya.

Setelah mendengar pernyataan Dhanil, yang membuat Nadine kembali Frustasi, dunia nya kembali kacau. Bukan ia tidak ingin menerima lamaran Dhanil, tapi ia hanya takut persahabatannya dengan Dhena hancur hanya karena Nadine harus berubah status menjadi kakak ipar.

Saat Nadine dilanda kegelisahan, memikirkan jawaban apa yang harus ia beri, tiba-tiba saja Devano datang dengan wajah pucat dan tubuhnya yang lemas.

"Tante Nadine." Suaranya terdengar parau dan lemah.

Nadine pun segera menghampiri Devano, dengan cepat ia menggendong tubuh anak laki-laki itu.

"Devano. Jangan sakit ya sayang, tante ada disini." Ucap nadine.

Nadine memaksa Devano untuk makan walau hanya 2-3 sendok saja, yang penting perutnya tidak kosong, tanpa disangka devano menghabiskan semua makanan yang diberikan Nadine. sungguh membuat hati Dhanil luluh melihat anaknya yang haus akan kasih sayang seorang ibu.

Kini devano sedang tertidur lelap dipangkuan Nadine, gadis itu begitu lembut memperlakukan Devano, sepenuhnya Nadine memberikan perhatian nya pada Devano.

Entah kenapa hal itu justru membuat Dhanil merasa Iri ia pun ingin merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan Devano. Tiba-tiba Dhanil duduk disamping Nadine lalu berkata :

"Aku masih menunggu jawaban darimu." ucap Dhanil. Nadine terdiam, gadis itu benar-benar tidak dapat menggerakkan tubuhnya.

Tubuhnya dihimpit oleh 2 orang laki-laki, sehingga membuat Nadine mematung tak berkutik.

Devano masih tertidur dipangkuan nya sedangkan Dhanil ikut menyandarkan kepalanya di bahu Nadine sembari kedua tangannya melingkar di tubuh Devano dan juga Nadine.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!