"Tante Dhena, dari tadi kita tinggalin Papa sama Tante Nadine, kan kasian mereka dirumah terus." Ucap Devano.
"Devano, Papa sama Tante Nadine kan kerja, kasian mereka kalau harus ikut kita jalan-jalan. Nanti mereka kecapekan terus sakit gimana?, terus gak bisa kerja lagi gimana?." Hanya akal-akalan Dhena saja.
"Sayang, gak boleh bohong kaya gitu." bisik Rayyan.
"Maaf ya ponakan Tante yang ganteng, Kita sengaja ninggalin Papa sama Tante Nadine disana, gak lama kok nanti kita balik lagi kerumah Tante Nadine." ucap Rayyan.
"Emang kita mau kemana si Om?" tanyanya polos.
"Tante sama Om mau ngajak kamu beli ice cream." Jawab Dhena.
"Sekarang kamu duduk manis aja ya, Tante akan ajak kamu jalan-jalan sebelum papa bawa kamu balik ke Singapura." lanjutnya.
"Oke Tante." Devano membalas tanpa curiga.
"Sekarang jelasin ke aku, kenapa Tiba-tiba kamu ngajak kita keluar. kan aku jadi gak enak sama mas Dhanil, nanti apa yang akan dipikirkan Mas mu." tanya Rayyan.
"Sayang dengerin aku." Selak Dhena.
"Saat aku tiba di tempat kost-nya Nadine, aku lihat pemandangan indah yang terjadi antara....." jelas Dhena. Tanpa bersuara saat menyebut nama Dhanil dan Nadine, karena khawatir Devano akan mendengarnya.
"Maksudnya?? aku belum ngerti apa maksud kamu." Ucap Rayyan.
"Gini loh. Aku emang nggak pernah tahu perasaan kak Dhanil terhadap Nadine, tapi setelah melihat kejadian pagi tadi, Aku ngerasa terjadi sesuatu antara mereka berdua." Tukasnya.
"Lalu." tanya Rayyan.
"Yaa aku cuma mau ngasih waktu buat mereka aja, Sepertinya Kak Dhanil menyukai Nadine." ucapnya.
"Sok tau kamu." Balas Rayyan.
"Aku gak pernah lihat kakak ku memeluk seorang gadis, selain mantan istrinya itu." ucap Dhena menghela nafas.
"Aku sampai merasakan, betapa kesepiannya kakak ku itu, betapa hampa dan hancurnya ia saat wanita yang dicintainya pergi meninggalkan nya begitu saja." tiba-tiba air mata Dhena menetes begitu saja.
"Sekarang, aku melihat kembali dengan jelas ada cinta di mata Kak Dhanil buat Nadine. Aku gak tahu persis, sudah berapa lama Kak Dhanil mulai menyukai Nadine, tapi akhirnya aku bisa merasakan dan melihat dengan jelas, kalau Kakak ku membutuhkan seorang pendamping." lanjutnya.
"Devano juga, Devano sangat menyukai Tante Nadine. Devano ingin Tante Nadine selalu di dekat Vano." ucap anak kecil itu secara spontan.
"Devano gak mau ke Singapura Tante, Vano mau disini aja sama papa, sama tante Dhena, dan juga Tante Nadine." lanjut Devano sambil menangis lirih.
Rayyan melajukan kendaraannya sangat kencang, dan mencari tempat yang nyaman untuk menenangkan mereka berdua.
Devano dan Dhena masih menangis meratapi kehidupan Dhanil yang menyedihkan. Dhena merasa tidak tega melihat anak seusia Devano sudah bisa merasakan kesedihan.
"Devano gak mau pisah sama Papa, Devano sayang sama papa. tapi papa gak sayang sama Vano." ucapnya lagi.
"Tolong Tante bilang sama Papa, bujuk papa agar mau menyekolahkan ku disini." Pinta Devano.
Rayyan dan Dhena tak kuasa menahan tangis, tapi mereka juga tidak bisa mengambil keputusan yang sudah Dhanil putuskan.
Dhena juga tidak bisa berbuat apapun, karena mau bagaimana pun ini semua demi kebaikan Devano juga.
Devano terus menangis, dan Dhena masih mencoba menenangkannya, dengan cara memeluk, mengusap punggungnya agar merasa lebih baik. Rayyan pun kembali melajukan kendaraannya, ia berencana membawa Devano dan Dhena ke tempat bermain anak-anak. di sebuah mall di Jakarta.
******************
"Aku masih menunggu jawaban mu." lanjut Dhanil.
Nadine masih terdiam tak ada sepatah katapun yang ingin ia ucapkan. Sementara Dhanil masih berada tepat dibelakang Nadine, dengan posisi dagunya disandarkan pada pundak Nadine dan rasanya ingin memeluk gadis itu lalu memaksanya membalikkan tubuh Nadine kearahnya.
Saat tangan Dhanil bergerak perlahan ingin meraih pinggang Nadine, tiba-tiba ponsel Nadine berdering, menjadi alasan baginya untuk menghindari Dhanil.
"Hallo..." Sapanya.
"Ohh oke..." Jawabnya.
"Baik, nanti aku sampaikan." Nadine pun mengakhiri panggilan telepon tersebut.
"Rayyan Mas, dia berpesan Kalau Devano dan Dhena tidak bisa kembali kesini, mungkin mereka akan langsung pulang kerumah." jelasnya.
Dhanil berjalan perlahan menuju Nadine, langkahnya terdengar sangat menyeramkan bagi Nadine yang belum pernah sekalipun merasakan berduaan dengan seorang Pria di ruangan tertutup.
Nadine hanya tertunduk dan berdoa dalam hati, berharap tidak terjadi sesuatu antara mereka berdua. Kini Dhanil berada tepat dihadapan Nadine, tapi Nadine memundurkan tubuhnya agar tidak terlalu dekat.
"Kalau begitu aku pamit pulang." ucap Dhanil, kemudian pergi melangkah kan kakinya keluar dari kamar kost Nadine.
Nadine merasa lega, selama bersama Dhanil jantungnya sulit dikendalikan, rasanya ingin pergi dari tempat ini, menyusul Dhena dan Rayyan. tapi entah sulit sekali untuk bergerak.
Nadine segera bersiap-siap untuk menemui Rayyan dan Dhena disebuah mall. Kejadian pagi ini membuatnya sulit bernafas, ia ingin rasanya menghirup udah diluar sana.
Nadine keluar dan bergegas menuju halte bus, namun langkahnya terhalang. tiba-tiba sebuah mobil menghadang nya, hingga membuatnya terkejut.
"Masuk." Pintanya. Setelah kaca mobil terbuka yang terlihat adalah Dhanil.
"Haduh kenapa Mas Dhanil lagi si, padahal aku sengaja ingin lepas darinya." batin Nadine.
Suara klakson terdengar sangat kencang, membuat Nadine kembali terkejut dan pada akhirnya menuruti perintah Dhanil untuk masuk kedalam mobilnya.
"Mas Dhanil belum pulang?" tanyanya canggung setelah masuk kedalam mobil.
"Aku baru selesai merokok, dan melihat mu berlarian dengan tergesa-gesa." balasnya.
"Mau kemana?" Tanya Dhanil.
"Aku mau menyusul Dhena dan Rayyan." jawabnya ragu.
"Kalau begitu aku antar." Ucapnya.
Dhanil mengemudi dengan santai, entahlah mungkin dia sengaja agar bisa berlama-lama dengan Nadine.
"Mas Dhanil." panggil Nadine.
"Hmm?" Balasnya datar sambil fokus menyetir.
"Maaf." ucapnya, namun terpotong oleh pertanyaan Dhanil.
"Apa kamu sengaja menghindari ku?" tanyanya. Nadine menunduk karena ternyata sikapnya ketahuan.
"Apa kehadiran ku membuat mu merasa tidak nyaman?" tanyanya lagi.
"Enggak Mas, Enggak?" bantah Nadine.
"Lalu kenapa sikap mu begitu jelas sedang menghindari ku." sahutnya.
"Maaf Mas, aku enggak bisa." lagi-lagi ucapannya terpotong.
"Besok aku berangkat ke Singapura, Siapkan jawaban untuk ku. Setelah kembali aku akan menagih atas pertanyaan ku." Tukasnya.
"Seharian ini kamu akan bersamaku." sambung nya.
"Kemana?" tanya Nadine.
"Ikut kemanapun aku pergi." Jawabnya.
"Tapi aku harus menemui Rayyan dan Dhena." pinta nya.
"Kamu masih bisa menemui mereka di lain hari, tapi tidak untuk sekarang." pinta Dhanil.
"Maaf Mas, aku tidak bisa menuruti permintaan mu. Tolong turunkan aku disana." Pinta Nadine sambil menunjuk halte bus di bahu jalan.
Dhanil pun mengikuti permintaan Nadine, dan menurunkannya di halte sesuai permintaan gadis yang dicintainya.
Mobil berhenti, Nadine keluar dan menutup kembali pintu mobil, tanpa sempat berpamitan Dhanil langsung menancap gas mobil dengan sangat kencang.
"Tidak apa-apa Nadine, ini adalah pilihan terbaik. dengan kejadian ini, seharusnya Mas Dhanil tahu bahwa ini sikap penolakan dariku." Batin Nadine.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments