“Tidak ada yang perlu aku jelaskan kepadamu,” ucap Esa.
Wanita itu menggenggam tangan sang putri dengan erat. Hatinya terasa sangat sakit sebab Emir adalah pria yang dulu membuat Esa harus berjuang sendiri membesarkan Elif. Pria itu juga pernah menuduh Esa selingkuh dan mengusir Esa dari rumah. Tapi, kini pria itu bersikap seolah-olah Esa yang telah meninggalkannya tanpa alasan jelas. Seolah dia lupa kalau yang menyebabkan Esa pergi adalah dirinya sendiri.
“Esa, tapi aku membutuhkan penjelasan darimu. Kenapa kau tiba-tiba datang lagi setelah aku menikah dan akan menyambut anak kami?” tanya Emir.
Pria itu percaya kalau Esa datang untuk menemui dirinya. Ia yakin kalau Esa pasti punya alasan kenapa dia kembali setelah bertahun-tahun menghilang dari Turki. Selama enam tahun belakangan, Emir tak pernah mendengar kabar tentang Esa karena wanita itu benar-benar pergi tanpa meninggalkan jejak sama sekali.
“Aku tidak tahu kalau kau sudah menikah, Emir. Tapi, selamat,” ucap Esa, memaksakan sebuah senyuman. “Aku pergi dulu,” ucapnya.
Ketika Esa hendak pergi dengan Elif, lagi-lagi Emir menahannya. Esa berjalan sedikit mundur, agak menjaga jarak dari Emir karena dia tidak mau orang-orang yang melihat mereka menjadi salah paham dan berpikir Esa ingin merebut suami orang.
“Apa lagi yang kau inginkan, Emir?” tanya Esa.
“Aku ingin tahu apa alasan kau kembali, Esa,” jawab Emir.
Esa menghela napas panjang. “Aku datang ke sini karena aku rindu kampung halamanku dan aku ingin mengunjungi rumah orang tuaku yang sudah lama tidak aku kunjungi,” jawab Esa pada akhirnya. Berdusta sedikit tak apalah asalkan Emir tidak lagi berpikir kalau Esa kembali karena ingin menemui Emir.
Setelah mengatakan hal tersebut, Esa menarik tangan Elif pergi. Untung saja ada taksi yang lewat jadi mereka bisa langsung pergi tanpa peduli dengan Emir yang mengejar dan mengetuk-ngetuk jendela taksi.
“Mom, apakah dia daddy-ku?” tanya Elif.
Esa menarik napasnya dalam-dalam lalu mengangguk. “Dia memang daddy-mu. Tapi, sepertinya dia sudah bahagia sekarang. Jadi, lebih baik kita tidak usah mengganggunya,” ucap Esa sambil tersenyum lebar.
Elif mengangguk. “Aku dan mommy juga sudah bahagia,” ucap anak kecil itu.
Esa terkekeh pelan. “Apakah kau mau tinggal di rumah lama mommy? Mungkin kita akan tinggal di sana selama liburan di Turki,” ucap Esa.
Elif mengangguk antusias. Tinggal di hotel dan tinggal di rumah tentu rasanya akan sangat berbeda. Jadi, Elif langsung menyetujui usulan Esa.
“Aku mau, Mom,” jawabnya.
“Baiklah, nanti kita akan ke sana,” ucap Esa.
Mereka berdua mengambil barang-barang mereka dari hotel, lalu membawanya ke rumah lama orang tua Esa. Meskipun sudah enam tahun tidak ditinggali, rumah itu masih berdiri dengan kokoh.
Tepat saat Esa membuka pintu, debu dan sarang laba-laba menyambut kehadirannya. “Uhuk ... Uhuk ....” Esa terbatuk-batuk.
“Elif, sepertinya kita harus membersihkan rumah ini dulu. Apakah kau mau membantu mommy?” tanya Esa sambil mengibas-ngibaskan tangannya di udara.
“Siap, Mom!” jawab Elif antuasias.
Elif dan Esa bekerja sama untuk membersihkan rumah. Mulai dari menyapu, mengepel, hingga mengelap perabotan rumah. Untungnya barang-barang seperti sofa dan tempat tidur ditutupi kain putih sebelum rumah ini ditinggalkan sehingga debu tidak mengenainya. Tapi tetap saja Esa harus memvakum sofa dan tempat tidur supaya tidak ada kotoran yang tersisa.
Setelah hampir tiga jam membersihkan rumah, akhirnya mereka berdua bisa beristirahat. Esa menyuruh Elif duduk di sofa sementara dirinya akan membeli makan siang untuk mereka berdua. Kebetulan di dekat rumah orang tua Esa terdapat kedai yang menjual berbagai jenis masakan jadi Esa bisa dengan cepat pergi berbelanja.
Saat menunggu makanan pesanannya, Esa dikejutkan dengan kehadiran Emir. Pria itu datang seorang diri dan langsung menghampiri Esa. Esa sontak berdiri dan menatap Emir kebingungan.
“Emir, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Esa kebingungan.
“Aku tadi melihatmu pergi ke sini jadi aku memutuskan untuk mengikutimu,” jawab Emir tanpa rasa bersalah sama sekali.
Esa terkejut sebab tadi Emir sedang mengadakan acara perayaan menyambut kehamilan istrinya. Tapi, kenapa tiba-tiba saja Emir sudah ada di sini seolah dia melupakan statusnya sebagai seorang suami?
“Emir, kau sudah menikah. Lebih baik kau tidak usah menemuiku lagi karena aku tidak mau orang lain berpikir kalau aku mencoba merebutmu dari istrimu,” ucap Esa.
“Bagaimana kalau aku tidak mau?” tanya Emir, menantang Esa.
“Maka aku akan pergi lagi. Aku tidak akan lama di Turki. Jadi sebaiknya kau pergi sekarang,” ucap Esa, mengusir Emir.
“Nona, pesananmu sudah siap,” ucap pemilik kedai pada Esa.
Esa dengan sigap mengambil pesanannya dan membayarnya. Setelah itu dia pergi meninggalkan kedai diikuti oleh Emir di belakangnya. Esa merasa kesal sebab diikuti oleh Emir. Wanita itu membalik badannya, lalu menatap Emir tajam sambil berkacak pinggang.
“Emir, pergilah!” ucapnya dengan telak. Emir mau tidak mau akhirnya menurut dan pergi meninggalkan Esa.
Di sisi lain ....
Pertemuan Emir dan Esa ternyata diketahui oleh Ceyda, istri Emir. Saat ini Ceyda sedang duduk di sofa dengan lemas sebab dia berpikir kalau Emir akan meninggalkannya setelah bertemu dengan Esa. Ayle yang duduk di samping Ceyda berusaha menenangkan Ceyda namun Ceyda tidak bisa menutupi rasa sakit hatinya.
Ceyda menganggap kehadiran Esa sebagai ancaman dan pembawa masalah baginya. Bagaimana pun juga Ceyda adalah istri sah Emir. Wajar kalau dia merasa sakit hati dan ketakutan. Tapi jauh di dalam lubuk hatinya, Ceyda menyimpan dendam dan rencana licik untuk Esa.
“Emir!” panggil Ayle ketika Emir datang.
Ayle berdiri lalu langsung menghampiri Emir. Semua orang yang ada di rumah itu tahu ke mana Emir pergi tadi. Emir pasti pergi menemui Esa. Mereka tidak habis pikir kalau Emir masih saja belum bisa melupakan Esa sepenuhnya.
“Apakah kau tadi pergi menemui wanita itu?” tanya Ayle.
“Itu semua bukan urusanmu, Ayle!” ucap Emir malas.
“Tapi apakah kau tidak memikirkan perasaan Ceyda sedikit pun? Demi Tuhan dia sangat terluka, Emir! Kau meninggalkan dia di tengah-tengah acara hanya karena kau ingin menyusul wanita itu,” ucap Ayle.
Emir melirik ke arah Ceyda. Benar saja Ceyda tampak menangis sambil menutupi wajahnya. Emir menghela napas lelah, lalu menghampiri Ceyda. Dia mengambil tempat duduk di samping Ceyda, lalu mengelus pundak Ceyda.
“Ceyda, maafkan aku,” ucap Emir. “Aku tidak bermaksud untuk meninggalkanmu di tengah-tengah acara. Aku tadi sangat syok dan terkejut, itu saja,” ucapnya.
Bagaimana bisa Ceyda mempercayainya? Tapi, Ceyda tetap mempertahankan perannya sebagai istri yang baik dan pengertian.
“Tidak apa-apa, Emir. Aku mengerti,” ucapnya lembut meskipun dalam hati Ceyda sangat kesal dan marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
rain03
benci banget aku ma si emir goblok ini 🤭
2022-12-18
0
NIKEN SAYUTI WIDYASTUTI
next say
2022-12-16
0
NIKEN SAYUTI WIDYASTUTI
next say
2022-12-16
0