Jauhi Dia, Dam.

Seorang gadis ayu nampak diam termangu menatap bintang yang baru saja muncul bergemerlapan.

Ada resah dalam hati hinggap begitu saja tanpa ia bayangkan. Tapi sungguh ia malu untuk katakan.

Terlalu naif untuk akui. Bahkan terlalu pongah bagi hati untuk katakan, “aku cinta”, “aku rindu”.

Ketika adzan berkumandang di pelataran hati dan kampungnya, maka bayangan sang muadzin

nampak hadir begitu saja menyapa. Bayangan seorang sosok yang oleh bagian orang

dianggap tak level tak prestisius.

“Ilahi kenapa setiap kali aku dengarkan alunan bait-bait seruanmu hati ini selalu saja

bergetar. Dan setiap lihat dia hati ini berdetak.”

“Robbi, inikah keindahan cinta yang Kau titipkan padaku..”

”Atau inikah nafsu yang seringkali menggelicirkan kami anak manusia.”

Ia mendesah pelan. Ia sendiri tak mampu jawab. Ia hanya hembuskan bulir-bulir nafasnya yang

lembut. Ia tatap kembali langit yang menyala terang Ia buka rukuhnya perlahan. Ia gulung.

Dan ia masukkan dalam sajadahnya dengan rapi.

Jam masih merambat pukul tujuh kurang sepuluh. Kurang lima menit lagi ia akan

bersiap bergetar kembali. Alunan adzan akan segera menyeruak dan getarkan

hatinya yang dicandu cinta.

”Allahu akbar..  Allahu akbar..”

Adzan dengan alunan nada khas mesir segera bergema memasuki hati-hati orang yang

rindu untuk segera menghadap Allah. Demi dengar itu, seorang gadis nampak semakin saja

terperosok dalam pelukan cinta. Cinta pada tuhannya dan juga cinta pada makhluk yang

dititipkannya kesyahduan suara itu.

Kini, ia bergegas menuju masjid ”Nurul Firdaus”. Ia tak sanggup untuk tak

bersua siapa pelantun kumandang itu. Hatinya tak sabar untuk segera reguk

pesona keanggunan sang pelantun syair cinta di awang-awang iman para hamba.

Ia berjalan sejangkah demi sejangkah dengan iringan gerimis asa. Bulan tatap ia

dengan senyumnya. Tak banyak manusia yang mau keluar di hamparan dingin kota Malang. Apalagi untuk

reguk candu cinta dihadapan Tuhannya.

Ia hamparkan sajadah cintanya. Ia sholat dulu tahiyat dan qobliyah. Tak lama

alunan suara indah itu begema kembali getarkan hatinya yang dicandu cinta.

Iqomah berkumandang ringan pertanda ibadah sholat akan segera dilaksanakan. Tak

malu gadis itu sedikit tengok punggung sosok yang buat ia sedemikian kacau. Dan

ia semakin kacau. Kesyahduan alunan bait panggilan sholat itu semakin

mengacaukan ritme hatinya yang gersang tak terusik nafsu.

"Adam...."

Deg..deg..deg... dadanya klojotan.

*  * *

Entahkah ini kepatutan atau tidak. Apakah ini suatu hal yang pantas ataukah tidak. Segenggam

rasa yang baru ia alami begitu saja hingap dalam hatinya. Ketika gadis

itu melintas, maka begitu saja pesona angin asmara menyeruak menyapanya dengan

takdhimnya. Ia terpesona. Ia terkulai tiada daya. Ia jatuh cinta. Sebegitu mudahnya Tuhan menyisipkan rasa.

O.. Robbi,  tolong aku!!.

Malam yang cerah berkilauan gugusan bintang nan rembulan tak sanggup

menentramkan hatinya. Sayangnya, iapun tak tahu harus berbuat apa. Ayat-ayat

Al-Qur'an yang baru saja ia baca ternyata belum juga sanggup mengusir buncah rasa cinta itu.

“Lagi ngelamun, Dam?” ucap pak Rohim dari belakang. Seorang marbot sepuh sebagaimana

dirinya. Seorang penjaga masjid yang 10 tahun yang lalu ia telah jadi seorang duda tanpa anak.

”Ah bapak..” semu Adam tersentak. ”Buat kaget saja..”.

"Ngalamun opo to? Koq koyo serius ngono..?”

Adam tak jawab. Wajah merah yang kiranya bisa mewakili jawabannya. Pak Rohim bisa tangkap itu. Bukankah ia juga pernah merasakan muda.

”Kasmaran ini koyo’e. Yo to?”, goda Pak Rohim.

”Alah.. alah, nggak usah isin. Bapak juga pernah muda koq, le?” ujar Pak Rohim sembari

duduk menjajari anak muda disebelahnya.

”O. .. yo  kalau bapak boleh tahu. Bidadari mana yang lagi jatuh di pangkuan hatimu itu? pasti cua... antik, ya?”

Adam ragu. Akankah ia berterus terang pada laki-laki tua itu. Tapi, adakah alasan untuk tak cerita.

Ia bisa dipercaya. Dan betul, laki-laki itu telah bagaikan ayahnya yang seumur hidup

tak pernah ia lihat. ”Tapi, Pak..”

”Sudahlah dam , kalu kau tak percaya tak apa-apa, itu hakmu. Bapak tak akan memaksa..” kata bapak lirih.

Adam tak enak hati. Di lain sisi ia ingin pendam saja rasa itu sampai akan terkuak

dengan sendirinya, tapi disisi lain, ia juga ingin teman berbagi yang tahu

masalahnya. Mungkin saja akan ada jalan.

”Nggak pak. Adam percaya sama njenengan koq” buru-buru Adam jelaskan. Ia tak ingin

gara-gara hal itu maka akan jadi sekat antara mereka.

”Jangan bilang sama siapa-siapa lho, Pak” mata Adam mendelik, ”Janji?”

Pak Rohim mantuk (mengangguk).

”Adam lagi jatuh cinta sama ustadzah Hawa, Pak” ujar Adam pelan, ia seakan tak ingin

setan atau Malaikat Roqib Atid sekalipun tak boleh tahu akan hal itu.

”Haaaa...” kata Pak Rohim terkesiap. Mataya melotot. Mulutnya lebar menganga

menampakkan giginya yang tanggal sepasang.

Adampun tak kalah kaget. Sebegitu kagetnyakah Pak Rohim dengar nama itu.

”Kenapa, Pak. Ada yang salah..?” ujar Adam meyakinkan. Wajahnya nampak culun. Adahkah

yang keliru apa yang ia ucapkan.

Pak Rohim masih saja terperanjat. Hampir-hampir ia diserang bisu kelas kakap.

”A..a.. pa bapak nggak salah dengar ini?” ujar Pak Rohim tergagap.

Adam menggeleng. Ia yakin seribu persen bahkan sejuta persen dengan ucapannya. ”Memang

kenapa, Pak? Ada yang aneh?”

”Nggak ada. Tapi apa kamu sadar siapa Hawa?”

Adam menggeleng. SEtahu Adam Hawa adalah anak seorang duda bernama Pak Imron.

Seorang pengusaha.

”Bukannya bapak anggap kamu remeh. Sudah berapa tahun bapak pernah bergaul dengannya

sewaktu di desa, dan aku tahu bagaimana dengan watak dan tabiatnya yang keras, Dam”

Adam mendesah. Perasaannya jadi tak enak.

”Lalu apa yang harus saya lakukan, Pak?” lirih Adam.

”Sungguh saya sangat cinta pada ustadzah itu, Pak” lanjut ADam dengan wajah iba penuh harap.

”Lupakan saja dia, Nak. ” meluncur begitu saja saran Pak Rohim.

”Mengapa, Pak? Apakah menurut bapak saya kurang pantas bersanding dengan Hawa?” Ujar Adam

setengah bersungut. ”Dengan kondisi kami yang berbeda?”

”Nggak. Bahkan menurut kata hati bapak, kau adalah yang terbaik di kampung ini.” ucap Pak Rohim menghibur, ”Tapi..?”.

”Tapi apa, Pak?” kejar Adam. Ia sudah kedanan betulan.

“Tapi aku tak akan yakin dengan ayah Ning Hawa. Dan bapak tak ingin kau semakin lara dan nelangsa"”

“Akankah ia akan halangi, Pak?” kejar Adam.

”Bapak sudah tahu bagaimana ayah Hawa. Bukankah semasa masih bujangan ia adalah teman bapak saat dulu kami sama merantau di Jakarta. Ia dari Aceh dan bapak dari Malang. Tapi..”

Kembali ucapan pak rohim terhenti. Ia seakan menggali memori yang lama tak tersumbul di benak pikirnya.

“Tapi ketika keberhasilan, kekayaan dan kesuksesan mampu ia raih. Maka sejak itu pula

ia telah kehilangan nuraninya..”

“Ia seakan lupa bila aku dulu adalah mantan teman karibnya”

”Bapak pernah punya masalah?”

Pak Rohim menggeleng, ”Masalahnya hanya satu. Dunia telah genggam jiwanya sehingga

menjelma menjadi Qorun-qorun kecil’.

”Tapi biarlah, toh bapak juga tak ada tendensi dan niat apa-apa dengan manusia itu”

ujar Pak Rohim dengan nanar.

Adam cukup tahu dengan tuturan itu. Lagi-lagi rasa sombong menelan korbannya.

”Dam..”

Adam menoleh. Ia tatap lembut wajah tua dihadapannya.

”Dulu entah berapa macam kemaksiyatan yang telah kami jalani bersama. Tak terhitung

bagai tak terhitungnya gugusan anugrah Allah pada bapak. Tapi nasib jua yang akhirnya

menentukan pilihannya...” ia mengalun desah.

”Tapi bukankah karena bapak begini agar terhindar dari kesombongan sebagaimana ayah

Hawa?” sela Adam.

Pak Rohim terkekeh, ”Bahkan mungkin saja bapak akan jauh lebih hina dan kotor lagi dari dia, Dam” Pak Rohim tepuk pundak kanan Adam, ”Bapak dulu sewaktu bujangan lebih jago bermaksiyat ketimbang ayah Hawa”.

”Makanya pak. Baik sangka pada Allah. Ada sesuatu hikmah yang tersembunyi, kan?”

”Nah itu yang utama, Le. Itu yang afdhol. Bapak baru sadar itu. Baru sadar”

Malam semakin pekat.

”Tapi bener, Le. Jauhi saja Ning Hawa.. bener..” ujar Pak Rohim memastikan.

Adam tak respon. Galau lagi merambahi dirinya.

Bayangan indah sang ustadzah itu kembali melesat anggun di pelupuk mata Adam.

Ia tersenyum seakan orang gila. Duhai cinta..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!