Selalu murung

Fatia masih berada di dalam kamarnya. Dia masih menatap ke luar jendela kamarnya. Dadanya terasa sangat sesak. Dia masih terus saja teringat dengan perlakuan Andre padanya.

Fatia mengusap perutnya yang masih rata.

"Apa yang akan aku katakan pada orang tua aku dan Mas Remon. Bagaimana kalau mereka tahu dengan kehamilanku. Aku akan bicara apa pada mereka. Satu-satunya orang yang aku harapkan, ternyata dia tidak mau bertanggung jawab dengan kehamilanku. Padahal dia yang sudah menghancurkan kehidupanku dan merenggut kesucianku," gumam Fatia di sela-sela kesendiriannya.

Tok tok tok...

Suara ketukan pintu sudah terdengar dari luar kamar Fatia. Fatia buru-buru mengusap air matanya. Dia kemudian melangkah untuk membuka pintu. Di depan pintu kamarnya, tampak mamanya sudah berdiri.

"Fatia. Lagi ngapain kamu?" tanya Bu Dewi pada anaknya.

"Aku nggak ngapa-ngapain Ma," jawab Fatia.

Mama Fatia menatap ke arah Fatia.

"Wajah kamu pucat. Kamu masih sakit? mata kamu juga sembab. Apa kamu habis nangis? tanya Bu Dewi lagi.

"Aku nggak habis nangis kok Ma. Dan aku udah nggak apa-apa kok Ma. Aku udah sembuh."

Fatia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Dia kemudian menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Fatia duduk di sisi ranjangnya.

"Remon mana? dia nggak jemput kamu? Tadi mama lihat, kamu pulang sendiri?" tanya Bu Dewi menatap lekat anaknya.

"Iya Ma. Aku emang pulang sendiri tadi. Sebenernya aku lagi pengin sendiri Ma."

"Kamu lagi ada masalah dengan Remon? atau kamu lagi punya masalah di kantor? kamu cerita dong sama mama. Mama tahu kalau kamu seperti ini, pasti kamu lagi punya masalah," ucap Bu Dewi sembari duduk di dekat Fatia.

Fatia menghela nafas dalam. Fatia belum siap untuk mengatakan masalahnya pada orang tuanya. Dia takut, kalau orang tuanya, akan syok mendengar kalau Fatia hamil.

Perkara kehamilan Fatia itu bukan perkara kecil. Tapi perkara besar yang akan merusak nama baik keluarganya.

'Aku nggak mau mama tahu dulu masalah ini. Selama aku bisa untuk menyembunyikannya, aku akan tetap menyembunyikan. Walau aku tahu, suatu saat nanti, kehamilan aku juga pasti akan terbongkar juga.'

"Ma. Aku mau mandi dulu Ma. Mama bisa nggak ke luar dulu."

"Oh iya sayang. Kamu mandi aja sana."

Fatia tersenyum.

Bu Dewi kemudian melangkah pergi meninggalkan Fatia di kamarnya. Sebenarnya Bu Dewi juga khawatir dengan kondisi anak sulungnya itu. Tidak biasanya Fatia menjadi pemurung. Padahal sebenarnya Fatia itu gadis yang ceria.

'Semakin mendekati hari pernikahannya dengan Remon, kenapa Fatia jadi berubah ya. Yang aku lihat, dia jadi sering murung. Dia sebenarnya punya masalah apa'

Setelah ibunya pergi, Fatia mengambil handuk. Dia kemudian ke luar dari kamarnya untuk ke kamar mandi. Sementara Bu Dewi kembali lagi ke ruang tengah untuk menemui Nessa.

Sesampai di ruang tengah, Nessa sudah tidak ada.

"Ke mana si Nessa."

Samar-samar, Bu Dewi mendengar Nessa sedang bercakap-cakap dengan Remon di ruang tamu.

"Itu seperti suara Remon," gumam Bu Dewi.

Bu Dewi kemudian melangkah ke ruang tamu untuk menemui Remon.

"Nak Remon. Ternyata kamu ada di sini," ucap Bu Dewi.

Bu Dewi kemudian duduk di ruang tamu berbaur bersama Remon dan Nessa.

"Fatia udah pulang Tan?" tanya Remon.

"Udah. Dia sekarang lagi mandi," jawab Bu Dewi.

"Oh."

"Tunggu aja di sini Kak," ucap Nessa.

Remon mengangguk.

"Ya udah. Aku masuk ke dalam dulu ya." Nessa bangkit dari duduknya. Setelah itu dia melangkah masuk ke dalam. Sementara Bu Dewi dan Remon hanya berdua di ruang tamu.

"Nak Remon. Tante mau tanya sama Nak Remon," ucap Bu Dewi.

"Tanya apa Tan?"

"Nak Remon. Sebenarnya, Fatia lagi punya masalah apa sih? yang Tante lihat, akhir-akhir ini, dia jadi sering murung. Apakah dia lagi punya masalah dengan Nak Remon?" tanya Bu Dewi.

"Nggak kok Tan. Kami lagi nggak punya masalah," jawab Remon.

"Apa mungkin ya, dia lagi ada masalah dengan pekerjaannya."

"Emang kenapa Tan? kok Tante bisa berfikir kalau Fatia lagi punya masalah dengan pekerjaannya."

"Tante tadi lihat Fatia, sepulang kerja, mukanya kusut banget. Tidak seperti biasanya. Tadi Tante lihat mata Fatia juga sembab. Seperti habis nangis."

Remon tampak berfikir.

"Fatia lagi punya masalah apa ya?"

"Entahlah Nak Remon. Tante juga bingung."

Bu Dewi sejak tadi masih bercakap-cakap dengan Remon. Beberapa saat kemudian, Fatia datang.

"Mas Remon. Udah dari tadi di sini Mas?" tanya Fatia.

Fatia mencium punggung tangan Remon. Dia kemudian duduk di samping Remon.

"Fatia. Kamu udah selesai mandi?" tanya Remon.

"Udah Mas," jawab Fatia singkat.

"Tuh kan, Tante sampai lupa nawarin Nak Remon minum. Mau minum apa Nak Remon?"

"Apa aja Tan."

"Ya udah. Tunggu sebentar ya. Tante akan buatkan."

Bu Dewi kemudian melangkah ke dapur untuk mengambilkan Remon minuman.

Remon menatap Fatia lekat.

"Kamu masih sakit?" tanya Remon yang tampak khawatir dengan kondisi calon istrinya.

"Aku nggak apa-apa. Nggak usah fikirkan aku Mas."

"Kamu lagi ada masalah apa sih sebenernya. Kamu nggak mau cerita sama aku?" tanya Remon.

"Mulai besok, kayaknya kamu nggak usah antar jemput aku lagi ke kantor deh Mas."

Remon terkejut saat mendengar ucapan Fatia.

"Emang kenapa?" tanya Remon.

"Karena mulai besok, aku sudah tidak kerja di sana lagi."

"Lho. Kamu udah mengundurkan diri?" tanya Remon. "Katanya kamu masih ingin kerja untuk bantu orang tua. Kenapa malah mengundurkan diri. Kalau kita udah nikah, aku nggak akan pernah melarang kamu untuk kerja. Kecuali, kalau kamu udah punya bayi."

"Kasihan soalnya kalau anak kecil, harus di tinggal kerja ibunya. Nggak ke urus nantinya," lanjut Remon.

"Bukan masalah itu. Tapi, aku sudah di PHK dari kantor Mas."

" Apa! Di PHK?" Remon terkejut.

"Iya. Di kantor aku, emang lagi banyak karyawan yang di PHK. Mungkin lagi ada pengurangan karyawan atau apa. Nggak tahu Mas," bohong Fatia.

Fatia tidak mungkin mengatakan kalau dia sudah dipecat dengan cara tidak hormat dari kantornya. Bisa saja Remon bertanya macam-macam dengannya. Alangkah baiknya kalau dia bohong demi kebaikannya. Fatia benar-benar belum siap untuk jujur pada Remon. Dia takut kehilangan Remon karena dia cinta sama Remon.

Fatia menundukkan kepalanya.

"Ya udahlah. Nggak usah difikirkan. Lagian, masih banyak kok perusahaan yang akan nerima kamu lagi Fat. Kalau kamu pengin kerja, kamu bisa kan, cari kerjaan lagi."

Fatia meraih tangan Remon.

"Mas, jangan bilang apa-apa dulu ya sama Mama aku. Biar aku aja nanti yang bicara sama dia. Aku takut mama akan sedih dan kecewa kalau tahu aku dipecat."

"Iya. Aku nggak akan bilang-bilang kok sama Tante Dewi."

Fatia tersenyum. "Makasih ya Mas."

Beberapa saat kemudian, Bu Dewi datang. Dia membawa teh hangat untuk Remon. Seperti biasa, Bu Dewi akan selalu menyuguhkan minuman dan cemilan saat Remon datang ke rumahnya.

"Kalian lagi bicara apa sih? serius amat?" tanya Bu Dewi sembari meletakan dua cangkir minuman ke atas meja.

Sejak tadi Bu Dewi memang tidak mendengar apa yang di obrolkan oleh Fatia dan Remon.

"Kami nggak ngobrolin apa-apa kok Ma. Cuma ngobrolin persiapan pernikahan kita aja ya kan Mas?" Fatia menatap Remon.

Remon mengangguk "Iya Tan."

"Nak Remon, ayo di minum. Mumpung masih anget."

Remon mengangguk. Dia kemudian mengambil cangkir yang berisi teh hangat itu dan menyeruputnya.

"Ya udah. Kalian ngobrol aja berdua. Tante ke dalam dulu ya."

"Iya Tan."

Bu Dewi kemudian masuk ke dalam sementara Fatia melanjutkan mengobrol dengan Remon.

Terpopuler

Comments

Rice Btamban

Rice Btamban

cpt ksh tau ke ortu nya yg bgs bgmn kebijakan ortu nya

2023-02-05

0

lihat semua
Episodes
1 Testpack
2 Gugurkan !
3 Di pecat.
4 Bingung untuk pulang.
5 Selalu murung
6 Rencana Papa
7 Kecurigaan Mama Fatia
8 Testpack di tong sampah.
9 Kekecewaan Bu Dewi.
10 Kemarahan Remon
11 Kejujuran Fatia
12 Hancurnya hati Remon
13 Usulan ayah Remon
14 harga diri
15 Penolakan Nessa
16 Pernikahan Remon dan Nessa
17 Kesedihan Fatia
18 Tidak ada malam pertama
19 Tampan tapi menakutkan
20 Pingsan
21 Keputusan Pak Daniel
22 Merasa bersalah.
23 Pengakuan
24 Membuat perhitungan
25 Perlakuan kasar Andre
26 Sulit untuk melupakan
27 Rencana pernikahan
28 Perasaan Remon
29 Percakapan rahasia
30 Banjir air mata
31 Pernikahan Fatia dan Andre.
32 Jalan takdir
33 Dendam
34 Kangen
35 Terkurung.
36 Suami menyebalkan
37 Perlakuan buruk.
38 Kedatangan Remon
39 Bertemu Alena.
40 Hanya bisa bersabar
41 Ingin bercerai.
42 Bersama Carisa.
43 Tidak bisa kembali
44 Kepergian Nessa
45 Pulang ke rumah orang tua
46 Harapan Pak Fendi
47 Calon bayi lelaki
48 Gugatan cerai
49 Foto masa lalu
50 Kopi pahit
51 Kedatangan Carisa ke kantor
52 Penyelidikan Adi
53 Percakapan di tengah taman
54 Cinta tak harus memiliki
55 Kemarahan Andre
56 Minta maaf
57 Tamu tak di undang
58 Makan malam
59 Penasaran
60 Kontraksi
61 Melahirkan
62 Terjebak di hotel
63 Bekas lipstik.
64 Terpojok
65 Kepulangan Dinda
66 Berkumpul bersama keluarga
67 Kegeraman Andre
68 Menjadi teman
69 Hamil
70 Cukup lima menit.
71 Berkelahi
72 Gadis di tepi pantai
73 Menolong Alena.
74 Penyesalan Andre
75 Menyalahkan Andre
76 Kedatangan ibu mertua
77 Tunggulah lima tahun
78 Sepucuk surat
79 Mulai bekerja.
80 Panik
81 Permintaan terakhir.
82 Persetujuan Vino
83 Terjatuh
84 Menduga-duga
85 Main ke rumah Papa
86 Kegeraman Carisa.
87 Khayalan
88 Sibuk
89 Menghilangnya Vino
90 Mencari Vino
91 Kabar orang hilang
92 Pertengkaran kecil
93 Geram
94 Liontin
95 Keracunan makanan.
96 Debat dengan mertua.
97 Kesedihan Tata
98 Wanita berkerudung hitam
99 Kejutan tak terduga
100 Rasa yang masih sama
101 Pernikahan yang ditunggu.
102 Membawa Vino kembali
103 Pemakaman ayah Remon.
104 Terganggu
105 Kembalinya Alena
106 Kesiangan
107 Pergi dari rumah
108 Ke rumah sakit
109 Kemarahan Andre
110 Waktu sepuluh menit
111 Kabar duka
112 Pemakaman Pak Seno
113 Menemani Ersa
114 Bertemu Vino
115 Pertemuan Carisa dengan adiknya.
116 Pindah rumah
117 Perasaan Andre
118 Dinner
119 Menginginkan seorang anak
120 Mengalah
121 Kerinduan seorang ibu.
122 Menemukan Tata
123 Kesedihan Carisa
124 Hubungan Andre dengan Ersa.
125 Akhirnya terungkap juga
126 Kejujuran Andre pada Tata
127 Tidak nyaman
128 Tanda kehamilan
129 Kepergok
130 Masih perhatian
131 Maaf
132 Positif
133 Kecurigaan Carisa.
134 Kemarahan Carisa.
135 Pembohong.
136 Menangis haru
137 Ngidam
138 Gugup
139 Kesiangan
140 Terganggu
141 Madu untuk Carisa
142 Wanita siapa?
143 Terkejut
144 Mengantar Ersa
145 Papa mau nikah lagi
146 Bertahan atau melepaskan
147 Tangisan Carisa.
148 Kebersamaan keluarga kecil Fatia
149 Tamparan untuk Carisa
150 Talak
151 Hanya Tata kebahagiaan Carisa
152 Ekstrak Part
Episodes

Updated 152 Episodes

1
Testpack
2
Gugurkan !
3
Di pecat.
4
Bingung untuk pulang.
5
Selalu murung
6
Rencana Papa
7
Kecurigaan Mama Fatia
8
Testpack di tong sampah.
9
Kekecewaan Bu Dewi.
10
Kemarahan Remon
11
Kejujuran Fatia
12
Hancurnya hati Remon
13
Usulan ayah Remon
14
harga diri
15
Penolakan Nessa
16
Pernikahan Remon dan Nessa
17
Kesedihan Fatia
18
Tidak ada malam pertama
19
Tampan tapi menakutkan
20
Pingsan
21
Keputusan Pak Daniel
22
Merasa bersalah.
23
Pengakuan
24
Membuat perhitungan
25
Perlakuan kasar Andre
26
Sulit untuk melupakan
27
Rencana pernikahan
28
Perasaan Remon
29
Percakapan rahasia
30
Banjir air mata
31
Pernikahan Fatia dan Andre.
32
Jalan takdir
33
Dendam
34
Kangen
35
Terkurung.
36
Suami menyebalkan
37
Perlakuan buruk.
38
Kedatangan Remon
39
Bertemu Alena.
40
Hanya bisa bersabar
41
Ingin bercerai.
42
Bersama Carisa.
43
Tidak bisa kembali
44
Kepergian Nessa
45
Pulang ke rumah orang tua
46
Harapan Pak Fendi
47
Calon bayi lelaki
48
Gugatan cerai
49
Foto masa lalu
50
Kopi pahit
51
Kedatangan Carisa ke kantor
52
Penyelidikan Adi
53
Percakapan di tengah taman
54
Cinta tak harus memiliki
55
Kemarahan Andre
56
Minta maaf
57
Tamu tak di undang
58
Makan malam
59
Penasaran
60
Kontraksi
61
Melahirkan
62
Terjebak di hotel
63
Bekas lipstik.
64
Terpojok
65
Kepulangan Dinda
66
Berkumpul bersama keluarga
67
Kegeraman Andre
68
Menjadi teman
69
Hamil
70
Cukup lima menit.
71
Berkelahi
72
Gadis di tepi pantai
73
Menolong Alena.
74
Penyesalan Andre
75
Menyalahkan Andre
76
Kedatangan ibu mertua
77
Tunggulah lima tahun
78
Sepucuk surat
79
Mulai bekerja.
80
Panik
81
Permintaan terakhir.
82
Persetujuan Vino
83
Terjatuh
84
Menduga-duga
85
Main ke rumah Papa
86
Kegeraman Carisa.
87
Khayalan
88
Sibuk
89
Menghilangnya Vino
90
Mencari Vino
91
Kabar orang hilang
92
Pertengkaran kecil
93
Geram
94
Liontin
95
Keracunan makanan.
96
Debat dengan mertua.
97
Kesedihan Tata
98
Wanita berkerudung hitam
99
Kejutan tak terduga
100
Rasa yang masih sama
101
Pernikahan yang ditunggu.
102
Membawa Vino kembali
103
Pemakaman ayah Remon.
104
Terganggu
105
Kembalinya Alena
106
Kesiangan
107
Pergi dari rumah
108
Ke rumah sakit
109
Kemarahan Andre
110
Waktu sepuluh menit
111
Kabar duka
112
Pemakaman Pak Seno
113
Menemani Ersa
114
Bertemu Vino
115
Pertemuan Carisa dengan adiknya.
116
Pindah rumah
117
Perasaan Andre
118
Dinner
119
Menginginkan seorang anak
120
Mengalah
121
Kerinduan seorang ibu.
122
Menemukan Tata
123
Kesedihan Carisa
124
Hubungan Andre dengan Ersa.
125
Akhirnya terungkap juga
126
Kejujuran Andre pada Tata
127
Tidak nyaman
128
Tanda kehamilan
129
Kepergok
130
Masih perhatian
131
Maaf
132
Positif
133
Kecurigaan Carisa.
134
Kemarahan Carisa.
135
Pembohong.
136
Menangis haru
137
Ngidam
138
Gugup
139
Kesiangan
140
Terganggu
141
Madu untuk Carisa
142
Wanita siapa?
143
Terkejut
144
Mengantar Ersa
145
Papa mau nikah lagi
146
Bertahan atau melepaskan
147
Tangisan Carisa.
148
Kebersamaan keluarga kecil Fatia
149
Tamparan untuk Carisa
150
Talak
151
Hanya Tata kebahagiaan Carisa
152
Ekstrak Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!