Fatia melangkah pergi ke luar dari kantornya. Sebelum Fatia sampai ke jalan raya, dia bertemu dengan Pak Budi, office boy yang kerja di kantor Andre.
Pak Budi menatap ke arah Fatia.
"Lho. Mbak Fatia mau ke mana? kok bawa barang-barang?" tanya Pak Budi.
"Aku mau pulang Pak," jawab Fatia.
"Lho. Jam segini udah mau pulang Mbak? aku aja baru datang Mbak,"ucap Pak Budi.
"Mulai besok, saya udah nggak kerja di sini lagi Pak," jelas Fatia.
"Lho. Kenapa Mbak Fatia? Mbak mau mengundurkan diri ya? kan Mbak belum nikahan. Katanya berhenti kerjanya, nanti kalau udah punya anak?" Pak Budi tampak bingung.
"Aku bukan mengundurkan diri Pak. Tapi aku di pecat dari kantor ini oleh pak Andre."
"Lho. Kok bisa. Kenapa Pak Andre bisa sampai memecat Mbak? apa Mbak Fatia punya salah sama Pak Andre?" tanya Pak Budi.
Fatia menggeleng.
"Aku nggak punya salah sama dia. Tapi mungkin, dia sudah nggak cocok saja dengan kerjaan aku Pak," ucap Fatia.
"Tapi Mbak Fatia itu menurut saya, rajin dan giat. Mbak juga jarang bolos juga kerjanya. Sayang banget, kalau Pak Andre harus memecat Mbak Fatia."
"Entahlah Pak."
Fatia menghela nafas dalam. Seandainya peristiwa di malam itu tidak membuatnya hamil, pasti Fatia tidak akan mungkin di pecat dari pekerjaannya.
Andre hanya membuat dua pilihan untuk Fatia. Gugurkan, atau pecat.
Jika Fatia mau menggugurkan kandungannya dan mau tutup mulut, mungkin Andre tidak akan sampai memecatnya.
Tapi, Fatia lebih memilih untuk mempertahankan kandungannya dari pada menggugurkannya. Makanya Andre menyuruh Fatia untuk pergi dari kehidupannya dan memecatnya.
"Yah mungkin, bukan rezeki saya pak. Saya ikhlas kok. Mudah-mudahan saja, saya bisa mendapatkan pekerjaan pengganti yang lebih baik lagi dari pekerjaan ini."
"Ya udah bapak doakan ya, semoga Mbak cepat dapat kerja lagi. Bapak mau masuk dulu ya."
"Iya Pak."
"Hati-hati di jalan ya, Mbak Fatia."
"Iya Pak."
Pak Budi kemudian melangkah masuk ke dalam kantor. Sementara Fatia, masih menatap ke arah kantor itu. Kantor yang sudah mengukir kenangan pahit di dalamnya. Di mana malam itu, bosnya sendiri sudah merenggut kesuciannya.
Fatia melanjutkan melangkah sampai ke jalan raya. Fatia akan menunggu taksi di sana. Fatia berdiri cukup lama untuk menunggu taksi.
Beberapa saat kemudian, taksi sudah berhenti tepat di depan Fatia. Fatia pun masuk ke dalam taksi itu.
"Jalan Pak," ucap Fatia.
Di dalam perjalanan pulang ke rumahnya, Fatia hanya bisa diam. Dia sangat terpukul sekali hatinya dengan ucapan-ucapan Andre tadi.
Andre menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya. Dan dia juga memberikan cek sebesar seratus juta dan menyuruh Fatia tutup mulut dan pergi dari kehidupannya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang. Bagaimana kalau sampai ada orang yang tahu aku hamil. Pasti Mas Remon akan sangat membenciku dan pasti dia akan menggagalkan pernikahannya. Hiks...hiks..." ucap Fatia
Dia tidak bisa menahan lagi tangisannya. Sebenarnya sejak tadi dia ingin menangis. Namun, dia tahan. Dia tidak mau menangis di depan orang-orang, yang akan membuat orang lain penasaran dan curiga dengan masalahnya.
Fatia sejak tadi masih menangis. Dia juga masih menatap ke luar mobil.
Fatia takut, dengan apa yang akan terjadi setelah semua orang tahu kalau dia hamil di luar nikah. Dan tidak mungkin, Remon mau bertanggung jawab dengan kehamilan Fatia.
Karena bukan Remon yang melakukannya.Jika Remon tunangan Fatia tahu semua ini, dia pasti akan sangat kecewa. Karena wanita yang dia cintai sudah hamil oleh pria lain.
Sejak tadi sopir taksi hanya bisa memperhatikan Fatia dari sepion mobilnya.
"Kenapa Neng? kenapa nangis?" tanya sopir taksi itu.
Fatia diam. Dia kemudian mengusap air matanya.
"Aku nggak apa-apa Pak. Jalan aja Pak."
"Iya Neng. Kita mau ke mana sekarang Neng?" tanya sopir itu lagi.
"Aku nggak tahu mau ke mana Pak," jawab Fatia.
"Kok nggak tahu mau ke mana?"
Sopir itu tampak bingung dengan jawaban Fatia. Fatia memang tidak tahu dia mau ke mana sekarang. Karena sekarang masih pagi. Haruskah dia pulang ke rumahnya. Pasti orang tuanya akan bertanya macam-macam kenapa Fatia pulang lagi. Dan apa yang akan Fatia katakan pada mamanya nanti.
Sebenarnya, Fatia tidak ingin membuat Papa dan mamanya kecewa. Karena Fatia kerja juga ingin membantu ekonomi ke dua orang tuanya.
Apalagi sekarang adiknya yang perempuan sudah memasuki bangku perkuliahan dan masih membutuhkan biaya banyak untuk kuliahnya itu.
Sementara ayah Fatia hanya seorang pedagang buah yang punya kios kecil di pasar dan ibu Fatia hanya ibu rumah tangga yang tidak punya pekerjaan.
"Pak. Berhenti di depan aja Pak," ucap Fatia.
"Baik Mbak."
Setelah membayar ongkos taksi, Fatia kemudian turun dari taksi. Dia melangkah dan masuk ke sebuah taman. Dia mencari tempat duduk yang nyaman di sana.
Seharian Fatia duduk di taman. Dia masih enggan untuk pulang ke rumah.
Ring ring ring...
Suara ponsel Fatia berdering. Fatia merogoh ponselnya yang ada di tas kecilnya. Dia menatap panggilan yang ternyata dari Remon tunangannya.
"Mas Remon udah nelepon," ucap Fatia.
Fatia kemudian mengangkat panggilan dari Remon.
"Halo mas."
"Halo sayang. Kamu masih di kantor kan?"
Fatia diam.
"Sayang. Aku jemput kamu sekarang ya."
"Eh, nggak usah Mas. Aku mau pulang sendiri aja."
"Kenapa sayang. Aku nggak mau kamu pulang sendirian. Kalau ada apa-apa sama kamu gimana? aku khawatir sama kamu sayang."
"Mas, aku nggak apa-apa kok. Aku mau pulang naik taksi aja."
"Ya udah lah. Terserah kamu. Mas juga nggak bisa maksa. Tapi kamu hati-hati ya sayang. Sebentar lagi, kita akan nikah. Aku nggak mau ada masalah apapun sampai hari pernikahan kita tiba."
"Iya Mas. Udah dulu ya Mas. Aku lagi mau siap-siap pulang nih "
"Iya sayang iya."
Setelah bertelponan dengan Remon, Fatia memutuskan untuk pulang. Dia kemudian melangkah ke jalan raya untuk mencari taksi. Setelah taksi yang di tunggunya datang, Fatia masuk ke dalam taksi dan meluncur pergi meninggalkan taman.
Sesampai di depan rumahnya, Fatia turun dari taksi. Dia kemudian melangkah masuk ke dalam rumahnya.
Fatia diam. Dia sama sekali tidak menyapa orang-orang rumah. Membuat adik dan mamanya saling menatap.
"Kenapa Kak Fatia?" tanya Nessa adik Fatia yang sekarang masih kuliah.
Mama Fatia hanya mengedikan bahunya."Ngga tahu."
"Kayaknya Kak Fatia lagi ada masalah deh Ma. Tapi masalah apa ya? apa dia lagi berantem sama Kak Remon?"
"Kayaknya nggak deh. Remon itu sangat sayang sama Fatia. Dia juga lebih banyak mengalah dengan Fatia. Mereka jarang berantem karena Remon itu kan udah dewasa. Mungkin kakak kamu, lagi ada masalah di tempat kerjanya," ucap mama Fatia.
"Iya Ma. Mungkin ya Ma."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Rice Btamban
semoga ada jln keluar nya Fatia
2023-02-05
0