Bus yang membawa Popoy terus melaju dengan kencang, membelah jalan raya menuju kota. Perjalanan memakan waktu 3 jam untuk sampai di terminal.
Popoy sudah menghubungi Kania dan karena ada perayaan keberhasilan tender bersama Bos serta rekan-rekan kerja, membuat Kania tidak bisa menjemput Popoy, sesuai janjinya.
Kania men-share alamat rumah, agar Popoy naik taksi saja. Jika menunggu Kania pulang, bakal lama dan kemalaman sampai di rumah.
Ibunya juga sudah diberitahu, jika Popoy sebentar lagi akan tiba. Ibu Kania pun menunggu sambil merapikan kamar.
Popoy akan tinggal satu kamar dengan Kania dan hal itu membuat ibunya senang, rumah mereka akan bertambah ramai dengan kehadiran Popoy.
Setibanya di terminal, Popoy pun turun sambil matanya celingukan mencari taksi.
Tempat itu masih sangat asing bagi Popoy. Apalagi saat ini pertama kalinya, Popoy menginjakkan kaki di ibu kota.
Popoy berjalan menjauh dari keramaian dan dia masih saja celingukan sambil melihat-lihat, barangkali ada taksi yang melintas di sana.
Ternyata sejak tadi, sikap Popoy menjadi pusat perhatian para preman. Mereka yakin jika Popoy orang baru.
Lokasi yang temaram dan hanya diterangi oleh beberapa lampu kenderaan, membuat keempat orang preman yang sejak tadi memperhatikan Popoy saling memberi kode. Mereka, siap untuk menjalankan aksinya.
Satu preman pura-pura jalan melintas ke arah Popoy yang sedang berdiri melihat situasi. Saat Popoy lengah, tasnya di sambar dan di bawa kabur.
Popoy berteriak minta tolong, tapi mereka yang ada di sana, sepertinya tidak mendengar atau mungkin tidak peduli, karena kejadian perampokan seperti itu sudah sering terjadi di terminal.
Sambil terus berteriak, Popoy berusaha mengejar orang tersebut. Dan belum lagi hilang rasa kesal serta paniknya, satu preman lagi menyambar ponsel yang ada dalam genggamannya.
Mereka tarik menarik dan Popoy pun berusaha melawan, alhasil ponselnya tercampak dan pecah. Preman itu tetap mengambil serta membawanya kabur.
Sungguh sial nasib Popoy, padahal sebagian uang bekalnya, dia letakkan di dalam tas. Dan kini ponselnya pun ikutan lenyap.
Popoy berusaha tenang, meski dia bingung, harus bagaimana menghubungi Kania. Ponselnya sudah tidak ada, sementara alamat dan nomor kontak Kania ada di dalamnya.
Melanjutkan pengejaran pun percuma, karena kedua preman itu sudah menghilang entah kemana.
Barang berharga milik Popoy lenyap, untung saja masih ada uang tersisa di dalam kantongnya.
Saat ini Popoy berjalan dengan gontai, dia tidak tahu kemana arah tujuannya lagi. Yang Popoy ingat, hanya nama jalannya saja, sementara nomor rumah serta nama ibu Kania diapun lupa.
Perut Popoy terasa sakit, dia lapar, sedangkan bekal makanan dari ibu pun ikut lenyap, di bawa kabur oleh para preman yang menjambret tasnya.
Popoy melihat ke sekeliling dan ternyata para penjual makanan sudah tutup, lalu dia berjalan menyusuri kaki lima dan masuk ke sebuah warung yang masih buka.
Pemilik warung yang melihat Popoy celingukan pun menyapa, "Selamat malam Mbak, mau pesan apa ya?" tanya penjual sambil terus mengaduk nasi gorengnya.
"Berapa harga sepiring nasi gorengnya Pak?"
"Sepuluh ribu."
"Saya pesan satu ya Pak, tambah air hangat!"
"Ya Mbak."
"Bu, tolong beri mbaknya segelas air hangat ya!" pinta si bapak kepada sang istri.
"Mari Mbak, silakan duduk di sebelah sana."
Popoy pun duduk ke tempat yang di tunjuk oleh sang ibu. Tidak lama menunggu, nasi goreng serta air hangat pun sudah terhidang di atas meja.
Karena lapar, Popoy makan dengan lahap. Rupanya ibu pemilik warung memperhatikannya.
Popoy yang ketahuan merasa malu, satu porsi nasi goreng sebentar saja ludes tanpa tersisa.
"Kamu sepertinya bukan orang sini ya Dek?" tanya istri pemilik warung.
"Saya dari kampung Bu dan baru saja tiba."
"Lho berangkat jam berapa dari kampung Mbak? Apa nggak takut, sampai sini sudah malam. Lagipula, area terminal rawan rampok lho!"
"Iya Pak, malah barusan aku yang menjadi korban."
"Owalah, Sebelum kesini apa nggak diingatin oleh keluarga atau teman, jika di terminal rawan rampok? tanya sang ibu.
"Tadinya ada teman yang mau jemput Bu, rupanya dia ada acara dadakan dari kantor. Saya di minta naik taksi dan dia share alamat. Eh...hape saya juga ikutan kena jambret."
"Jadi sekarang Adek mau kemana?"
"Belum tahu Bu. Yang saya ingat, cuma nama jalannya saja. Saya akan coba tanya ke sopir taksi barangkali mereka mengenal teman saya."
"Oh, kalau nanti nggak ketemu, tunggu di sini saja sampai pagi Dek, bahaya anak gadis berkeliaran di tengah malam. Saat ini banyak orang gelap mata dan kurang iman."
"Terimakasih Bu atas tawarannya. Nanti, jika tidak ketemu, saya akan kesini lagi. Warung ini tutup jam berapa ya Bu?"
"Kami buka sampai menjelang subuh, karena warung ini khusus jualan malam hingga menjelang pagi!"
"Oh ya Bu, kalau begitu saya permisi dulu, mau coba mencari rumah teman saya."
"Ya sudah, hati-hati ya Mbak."
"Terimakasih Pak, Bu. Saya pamit dulu," ucap Popoy yang meninggalkan warung setelah membayar makanannya.
Tidak jauh dari warung, Popoy berdiri menunggu taksi, lalu dia bertanya tentang jalan kuini.
Sopir taksi pun mengatakan, jika jalan kuini cukup panjang hingga melewati kompleks perumahan mewah.
Popoy minta tolong diantarkan ke jalan tersebut dan dia berharap akan menemukan alamat rumah Kania.
Dia berharap, Kania melintas pulang dan melihatnya ada di jalan tersebut.
Sopir taksi pun melajukan mobil, beliau menurunkan Popoy di persimpangan jalan kuini.
Di sana ada sebuah warung yang buka sampai tengah malam, jadi Popoy bisa bertanya kepada sang pemilik warung.
Dengan alasan membeli permen serta minuman, Popoy pun bertanya kepada pemilik warung, apakah mereka mengenal Kania ataupun keluarganya.
Apakah Popoy bisa menemukan rumah sahabatnya? Ikuti terus ceritaku ya sobat dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara follow akun, pavorit, vote, like, serta komentar yang membangun. Terimakasih, happy reading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments