Bapak dan ibu yang sejak tadi khawatir, buru-buru pulang dari sawah, mereka takut juragan Somad akan memaksa serta membawa Popoy pergi.
Begitu melihat Popoy membukakan pintu, hati Bapak dan ibu pun merasa lega.
"Syukurlah Nduk, kamu baik-baik saja," ucap Bapak.
"Memangnya kenapa Pak?"
"Juragan Somad dan anak buahnya tadi datang menemui Bapak dan ibu. Mereka mengancam, jika tidak membayar hutang dalam dua hari ini, kamu akan mereka bawa."
"Juragan Somad ingin menjadikan mu istri dan hutang Bapak di anggap lunas, Nduk." timpal ibu.
"Jadi, kita harus bagaimana Pak, Bu?"
"Nggak mungkin Bapak setuju, kamu masih terlalu muda untuk menikah, apalagi dengan bandot tua seperti Juragan Somad. Bapak nggak bakal menjerumuskan mu ke mulut buaya," ucap Bapak.
Sejenak Bapak terdiam, lalu berkata lagi, "Tapi, kita juga belum punya uang, untuk melunasi hutang. Bapak pusing, kita harus bagaimana menghadapi mereka."
"Kita tahu kan Nduk, jika juragan menginginkan sesuatu, apapun akan dia lakukan untuk mendapatkannya, meski dengan cara licik. Ibu dan Bapak takut, mereka secara paksa akan membawamu. Apalagi, jika kami sedang tidak ada di rumah," timpal ibu.
Bapak memijat kepala sambil berkata, "Begini saja, Bapak akan coba telepon Mbak mu, mau minta pendapatnya. Jika dia izin, biar Mbak mu saja yang menggantikan mu."
"Jangan Pak! kita jangan menyerah. Mbak Intan nggak boleh jadi korban. Sebentar lagi Mbak Intan selesai kuliah dan bisa mencari pekerjaan untuk membantu membayar hutang."
"Bagaimana jika kita cari pinjaman di tempat lain Pak? untuk sementara sampai Intan bekerja," ucap ibu.
"Nggak ada cara lain Bu. Zaman paceklik begini, nggak akan ada yang mau pinjami kita uang, apalagi secara cuma-cuma tanpa bunga."
"Kalau begitu, jual saja rumah ini Pak, untuk melunasi hutang, daripada kita pusing dan terus di desak."
"Jual rumah juga butuh waktu Bu, nggak seperti jual kerupuk. Lagipula, kalau jual mendesak pasti ditawar murah."
"Iya benar kata Bapak, Bu. Begini saja, Popoy punya uang sih, tapi nggak banyak Pak, bisalah untuk sementara membungkam mulut juragan."
"Uang darimana Nduk?" tanya Ibu.
"Popoy baru saja membongkar celengan dan sebenarnya uang itu untuk kebutuhan mendaftar kuliah. Tapi, karena kita sedang kesulitan keuangan, biarlah tahun depan saja Popoy kuliah."
"Sebentar ya Pak, Bu, Popoy ambil dulu uangnya."
Popoy pun mengambil uang dari dalam kamar, lalu dia menyerahkan separuh uangnya kepada Ibu serta bapak.
"Banyak banget, ini uang dari mana dan sejak kapan kamu menabungnya Nak?"
"Ini semua adalah uang jajan yang Bapak ibu berikan, Popoy simpan untuk keperluan pendaftaran kuliah."
"Ya Allah Nduk, maafkankan Ibu dan Bapak. Tiba giliranmu akan kuliah, kami malah tidak sanggup."
"Nggak apa-apa toh Bu, ini semua cobaan dari Allah, bukan kesalahan Bapak Ibu."
"Oh ya Pak, Popoy punya solusi, bagaimana jika Popoy bekerja saja, biar bisa bantu Bapak dan ibu untuk melunasi hutang. Setelah lunas, barulah Popoy mendaftar kuliah. Minimal sampai Mbak Intan lulus."
"Mau kerja apa Nduk, lah wong di sini adanya cuma ngomben, bajak sawah dan membersihkan rumput. Bapak ndak tega jika kamu ikut bekerja seperti itu."
"Begini Pak, tadi Popoy sudah menghubungi teman yang tinggal di kota, dia kerja kantoran."
"Popoy minta tolong untuk dicarikan pekerjaan. Nggak apa-apa lah meski harus jadi cleaning service atau OG, karena pendidikan Popoy cuma lulusan SMA."
"Tapi Nduk, mana mungkin bisa pulang setiap hari jika kerja di kota. Apabila ngekost biaya dari mana lagi? gajimu bakal habis untuk makan dan biaya kost-kostan."
"Bukankah di kota, semua serba mahal dan serba beli? Untung saja Mbakmu tinggal di rumah Simbah, jadi bisa hemat."
"Inshaallah Popoy bisa nginap di rumah teman Pak, kebetulan rumah orangtuanya besar dan mereka cuma tinggal bertiga."
"Oh syukurlah kalau begitu. Daripada kamu tetap di rumah dan jadi incaran juragan Somad, lebih baik jika kamu ke kota."
"Iya Pak, itu yang Popoy pikirkan sejak tadi. Tapi, bagaimana dengan Bapak dan Ibu, apa nanti mereka tidak akan menyakiti kalian, jika Popoy pergi?"
"Kalau itu nggak usah kamu pikirkan. Para tetangga yang sama menyawah pasti akan membantu kami, jika mereka mencoba mengusik Bapak dan Ibu."
"Iya Bapak benar Nduk! yang kami takutkan itu kamu. Mereka bisa kapan saja datang dan membawamu pergi dengan paksa."
"Kalau begitu, malam ini saja Popoy langsung berangkat ya Bu, soalnya teman Popoy bilang secepatnya harus berangkat dan dia akan menjemput di terminal, sepulang kerja."
"Tapi Nduk, berangkat malam apa ndak bahaya?"
"Popoy rasa lebih aman Bu."
"Ya sudah, kamu bersiaplah, biar di antar Bapak ke terminal. Mumpung belum malam."
"Iya Nduk, Bapak juga bersiap dulu ya."
"Iya Pak, Popoy tinggal salin baju saja. Masalah bekal pakaian dan ijazah, sudah Popoy bereskan. Popoy ke kamar dulu ya Bu!"
"Pergilah Nduk, ibu akan bungkuskan bekal makan malam, nasi dan lauk masih ada kan?"
"Masih Bu."
Popoy pun bergegas ke kamar, dia mengganti pakaian, lalu membawa tas bekalnya keluar.
Bapak, juga sudah bersiap dan ibu pun buru-buru, memasukkan bekal makanan ke dalam tas Popoy.
Semua sudah siap, lalu Ibu memeluk Popoy sambil menangis, "Maafkan kami ya Nduk!"
"Bapak dan ibu nggak salah, doakan saja agar Popoy segera mendapatkan pekerjaan, ya Bu."
"Pasti Nduk. Uang ini bawa saja untuk biaya hidup kamu di sana sambil menunggu dapat pekerjaan."
"Ndak usah Bu, uang Popoy cukup kok buat bekal. Gunakan saja uang itu untuk mencicil hutang serta biaya adik."
"Pokoknya, kamu harus jaga diri baik-baik. Hati-hati, di kota tak seaman di kampung, kata orang-orang."
"Iya Bu. Ibu dan Bapak juga, jaga diri baik-baik ya. Nanti, jika Popoy sudah sampai, Popoy akan kabari Ibu lewat hape Lek Wati."
Bapak yang takut Popoy ketinggalan Bus pun berkata, "Ayo Nduk, sudah dulu pamitnya, nanti kamu kemalaman dan ketinggalan Bus. Hanya tinggal dua keberangkatan lagi kan, jam 8 dan jam 9 malam."
"Iya Pak."
"Bu, Popoy pergi dulu ya, salam untuk Mbak Intan dan Dek Juna, jika nanti mereka telepon."
"Assalamualaikum," pamit Popoy sambil memeluk sang ibu.
Keduanya pun menangis, baru kali ini Popoy pergi jauh dan akan tinggal terpisah dengan ibu bapaknya.
Bapak menghidupkan sepeda motor, lalu Popoy pun naik sambil melambaikan tangan.
Derai air mata pun mengiringi kepergian Popoy. Sebenarnya, Bapak juga sedih, tapi apa boleh buat, daripada Popoy jadi istri juragan Somad.
Sepanjang perjalanan menuju terminal, Bapak pun memberi nasihat kepada Popoy untuk pandai-pandai jaga diri. Jika nanti ada waktu dan uang, Bapak serta ibu akan menjenguknya ke kota.
Sesampainya di terminal, Bapak menemui kondektur. Beliau membelikan tiket, lalu naik ke dalam Bus bersama Popoy untuk memastikan jika putrinya itu sudah mendapatkan tempat duduk yang nyaman.
Sebelum turun, Bapak pun kembali berpesan, "Hati-hati ya Nduk. Ingat semua pesan Bapak dan ibu, terutama jangan tinggalkan sholat."
"Inshaallah Pak, Bapak juga hati-hati ya. Jangan kencang-kencang naik motornya."
"Iya Nduk, Bapak turun dulu ya. Sebentar lagi Bus akan berangkat."
Popoy pun menyalim tangan keriput sang Bapak, lalu Bapak pun memeluk dan terlihat setitik air bening jatuh dari sudut mata tuanya.
Rasa bersalah serta penyesalan menyesak dalam dada Bapak.
Beliau merasa gagal, tidak mampu melindungi serta membuat putrinya hidup nyaman di rumah mereka sendiri.
Lambaian tangan Bapak pun mengiringi keberangkatan Bus yang perlahan mulai menghilang dari pandangan mata, membawa putri kecilnya mengadu nasib di kota.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
MIKU CHANNEL
bgs lbh cepat lbh baik, sebelum ank buah juaragan somad menangkapmu, jgn tunggu besok2 lg, semoga km berhasil dan sukses kerja dikota dan bisa membantu Ortumu melunasi hutangnya sm Somad
2022-12-10
0