Saat ini, sekolah menjadi kegiatan yang menakutkan untukku. Meski demikian, aku tetap harus berangkat. Namun, telah kupikirkan juga alternatif solusi jika memang aku tidak kuat. Pindah sekolah adalah tindakan akhir yang akan kuambil jika memang sudah tidak bisa bertahan. Demi kenyamanan belajar dan juga kewarasan. Aku benar-benar akan membuat keributan jika nantinya, orang tuaku menolak. Bukannya tidak bisa memahami kalau pindah sekolah juga membutuhkan biaya tapi, mereka harus tahu gangguan apa yang aku rasakan?
Seperti hari ini, hati diliputi rasa was-was. Khawatir kalau sosok Rania kembali menampakan diri di dalam kelas. Besar harapanku, dia tidak datang. Namun ternyata, dia sudah ada ketika aku memasuki kelas. Hiruk pikuk ramainya para murid seolah tersibak karena kehadirannya. Entah kenapa, hanya aku yang bisa melihat? kutundukkan kepala seraya berjalan menuju bangkuku.
Pandanganku terfokus ke depan. Sama sekali tidak berani menoleh ke arah yang lainnya. Dalam hati berharap kalau sosok Rania akan hilang. Namun, ekor mataku masih menangkap kalau dia, masih duduk di sana. Lebih parah, tubuhnya seolah transparan ketika Dika juga duduk di bangku yang sama. Bangku itu memang seharusnya milik Dika tapi, pada tahun 1989 juga merupakan milik Rania.
Satu menit sebelum jam istirahat dibunyikan. Sosok Rania kembali berdiri lalu beranjak keluar dari kelas. Aku yang telah berusaha menekan ketakutanku tetap saja gemetar ketika melihatnya. Segera kutenggak air mineral yang kubawa dari rumah untuk menenangkan diriku.
"Tantri, ayo ke kantin!" ajak Rasti, salah satu teman sekelasku.
Kupalingkan pandangan ke arahnya sembari mengangguk perlahan. Kami pun berjalan berdua menuju kantin. Memesan makanan dan juga minuman. Rasanya, sudah tidak bisa kutahan. Alhasil, kuceritakan semua apa yang kulihat. Tentang penampakan sosok Rania di dalam kelas. Termasuk juga tentang sosok Rania yang muncul di rumahku. Tak ayal, ceritaku menarik banyak perhatian. Teman-teman dari bangku yang lain mendekat dengan sendirinya. Aku yang semula hanya berdua dengan Rasti kini menimbulkan kerumunan. Tak satu pun dari teman-temanku yang meragukan ucapanku. Meski pun mereka tidak dapat melihatnya.
"Kamu indigo ya Tan?" tanya salah seorang teman.
"Enggak, aku gak pernah ngalamin ini sebelumnya. Hari pertama masuk di kelas ini, aku langsung melihatnya (Rania). Kupikir, dia murid juga, nyatanya bukan."
"Dan lebih parahnya, dia ngikutin kamu sampai ke rumah," timpal teman yang lain.
"Iya, aku terganggu sekali. Sama sekali tidak bisa konsen belajar. Isinya cuma takut dan takut."
"Wah, ngeri juga kalau begini."
Hanya dalam sehari, berita penampakan yang aku lihat menyebar dengan cepat. Bahkan, para guru juga mendengarnya. Alhasil, seorang guru menanyaiku pada keesokan harinya. Usai memberikan tugas, aku dipanggil ke depan lalu diajak ke luar kelas. Di sana, pak Dodit, guru geografi mulai mengintrogasi. Kuedarkan pandang ke sekeliling, khawatir Rania mendengar percakapan kami. Kebodohan yang kulakukan sebab, makhluk astral tentu saja lebih peka ketimbang manusia. Dia akan tetap tahu meskipun aku, telah berusaha menyembunyikannya.
"Apa benar yang kamu lihat itu Tantri?" tanya pak Dodit menegaskan.
"Benar pak," jawabku sembari menganggukkan kepala.
"Sebenarnya.. dulu, kakak kelasmu yang sekarang sudah lulus juga pernah melihat penampakan seperti yang kamu lihat. Hanya saja, orang-orang yang diberikan kelebihan seperti ini kan tidak banyak. Seperti generasimu saat ini, rasanya cuma kamu yang bisa melihatnya."
"Iya pak."
"Kamu takut Tan?"
"Takut pak, saya tidak bisa konsentrasi dalam belajar."
"Loh, apa ini masih kali pertama kamu melihat penampakan?"
"Benar pak, ini baru pertama kalinya dan ngeri sekali. Sosok itu ngikutin saya sampai ke rumah."
"Hemm.. ini bedanya kamu dengan seniormu. Kalau seniormu dulu, sejak kecil sudah biasa melihat hal-hal ghaib sehingga ia, tidak memiliki rasa takut lagi. Dulu, dia sempat cerita tentang sosok yang juga kamu lihat ini. Dia bilang kalau sosok ini selalu datang di setiap agenda belajar mengajar tapi sama sekali tidak mengganggu. Keduanya juga sempat berkomunikasi yang intinya, seniormu berkata kalau ia tidak akan mengganggu begitu pun sebaliknya. Sosok itu juga diminta untuk tidak mengganggu. Setahu saya, semuanya damai saja, lancar seperti tidak ada apa-apa."
"Kok bisa begitu ya pak? sementara di saya, seperti ini."
"Saya juga tidak tahu alasan pastinya tapi saya memiliki pemikiran sendiri. Apa mungkin karena kamu masih memiliki rasa takut sehingga semakin diganggu? berbeda dengan seniormu yang sama sekali tidak memiliki rasa takut lagi."
"Bisa jadi begitu pak lalu, saya harus bagaimana?"
"Kalau bisa, ke orang pintar saja Tan, ke ustad atau siapa lah untuk menutup mata batin kamu itu!"
"Begitu ya pak? pak Dodit ada rekomendasi kah?"
"Wah, sayangnya saya tidak ada tapi coba kamu tanya ke orang tua atau saudara-saudara kamu dulu, barang kali mereka tahu."
Kuhela napas dalam-dalam lalu mengangguk, mengiyakan.
"Kira-kira, apa sosok itu masih ada di kelas?"
"Tidak tahu pak, tadi sih saat kita keluar kelas, sosok itu ada di sana."
"Hemm.. baiklah, kuatkan hatimu ya! anggap tidak ada apa-apa! kita kembali ke kelas, kita lanjutkan pelajaran!"
"Iya pak."
"Sabar ya Tantri, kamu pasti bisa!"
"Iya pak."
...🍁🍁🍁...
Seperti yang telah kuduga. Sosok Rania memang masih ada di dalam kelas. Sepanjang berlangsungnya pelajaran pak Dodit, Rania duduk manis di bangkunya. Mengarahkan pandangan ke depan. Seolah sedang memperhatikan guru yang sedang mengajar. Sesekali kusentuh dadaku yang mana degupan jantungku seringkali tidak beraturan. Pak Dodit pun beberapa kali mengarahkan pandangannya ke arahku sembari memberikan kode isyarat agar aku dapat menormalkan gestur tubuhku.
...🍁 BERSAMBUNG 🍁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒚𝒂 𝒘𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒌𝒍 𝑻𝒂𝒏𝒕𝒓𝒊 𝒕𝒂𝒌𝒖𝒕 😨😨
2024-04-12
0
yuli Wiharjo
tersiksa lah gitu
2023-05-15
1
maharastra
lnjtin ,kk
2022-12-13
1