Lima

Langkah Lin begitu gesit. Dia sudah selesai mengecek pekerjaan para pelayan. Melihat jadwal, hari ini Lin memiliki waktu yang cukup untuk dirinya sendiri.

Taman belakang menjadi markas Lin. Dia duduk diantara bunga yang sedang mekar. Setelah itu dia membuka ponsel dan memanggil satu nomor. Nona Mel. Itu adalah nama yang tertera di layar ponsel Lin kali ini.

"Halo. Ada apa Lin?" Tanya Mel begitu mengangkat telfon.

"Nona. Apa kabar?"

"Aku baik. Katakan, kau ada info apa?"

Lin tersenyum licik. Dia lalu berkata, "Lima juta untuk info ini?"

Mel sedikit berfikir. Uang lima juta memang kecil untuknya. Hanya saja info apa yang akan diberikan Lin untuk uang lima juta ini.

"Bagaimana Nona? Jika tidak mau saya akan memutuskan telfon ini."

"Baiklah. Katakan."

Lin mengatakan semuanya. Selama ini dia menjadi seorang informan untuk Mel. Sebenarnya bukan karena Mel mau, tapi Lin yang selalu mencarinya. Lin tahu jika Mel menyimpan rasa pada Malvin. Jadi, dia memikirkan cara untuk mendapatkan uang lebih.

"Apa kau yakin?" Tanya Mel tidak percaya.

"Ya. Bahkan Tuan Malvin tidak mau satu kamar dengan wanita itu."

"Terima kasih."

Mel memutuskan satu pihak telfon itu. Meski begitu senyum Lin merekah. Uang lima juta sudah masuk kerekeningnya. Hal ini tentu sangat membahagiakan.

Saat itu Lin tidak sadar. Malvin sedang berada ditaman belakang juga. Dia sedang mengerjakan beberapa hal. Karena bosan di dalam ruangan jadi dia memilih di taman. Tidak menyangka jika dia akan mendapat info ini.

Saat Malvin akan menggertaknya. Terdengar jika Lin juga menelfon seseorang. Kali ini Malvin mendengarkan dengan jelas.

"Ya. Aku tahu, aku akan mengawasinya saat ini." Ucap Lin dengan lebih tegas.

Suara dari lawan bicara Lin cukup rendah membuat Malvin tidak bisa mendengarnya.

"Baik. Aku akan mencari kalung itu dan memberikanya padamu."

Kalung? Pikiran Malvin langsung tertuju pada kalung dengan liontin bunga lily ditangan Danita. Jika Lin dapat, dia akan memberikan pada siapa.

Belum juga Malvin selesai berfikir. Lin sudah kembali masuk. Dia tidak menyangka orang yang selama ini dia percaya ternyata hanya penghianat.

Malvin meminta Don untuk menyelidiki Lin. Sementara dirinya duduk di depan laptop. Mencari penjelasan tentang pernikahan, juga tentang kehidupan pernikahan. Saat membacanya Malvin merasa begidik. Dia tidak mungkin melakukan semua itu dengan Danita.

Brak.

Dengan kasar Malvin menutup laptopnya. Dia tidak tahu harus apa, saat ini dia harus melindungi Liontin itu. Harus.

***

Rapat baru saja selesai. Malvin berjalan dibelakang Mel. Dia ingat jika Mel akan menunjukan laporan tentang pembangunan Mall miliknya. Tiba-tiba saja Mel hampir terjatuh, Malvin langsung menariknya. Kini mereka terlihat seperti sedang berpelukan.

Malvin sadar. Dia langsung berdiri menjauh dari Mel. Sementara Mel merasa senang, Malvin terlihat khawatir saat melihatnya akan jatuh. Mel langsung menyimpulkan jika Malvin mencintainya. Itulah alasan Malvin tidak mau bersama Danita.

"Dimana laporan itu?" Tanya Malvin.

"Saya akan mengirimnya lewat email saja."

"Tidak. Laporan langsung saja." Ucap Malvin.

Mel tersenyum senang. Dia lagi-pagi merasa jika Malvin ingin lebih lama denganya.

Diruangan Malvin. Mel menjabarkan laporan itu. Dimana mall itu akan dibuat tidak biasa. Lebih banyak fasilitas dari pada mall yang lain. Hal ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.

"Bagus." Malvin langsung tanda tangan.

Sementara Mel masih saja berdiri. Dia sesekali mengulas senyum pada Malvin. Setelah tanda tangan Malvin menelfon Don untuk masuk keruanganya. Tidak lama Don masuk, Malvin menatap heran pada Mel.

"Kau masih disini?" Tanya Malvin.

"Y...ya."

"Kamu bisa pergi." Kata Malvin kemudian.

"Baik." Mel keluar dengan raut wajah kesal.

"Bagaimana? Apa Danita memiliki kalung itu?"

"Iya Tuan." Jawab Don

Malvin terlihat berfikir. Tidak mungkin dia secara tiba-tiba bertanya tentang kalung itu. Dia harus memulai pendekatan agar Danita mau bicara rahasianya.

"Don. Tolong siapkan mobil. Aku akan membawa Danita ke tempat itu."

Mata Don membulat. Dia tidak menyangka jika Malvin akan membawa Danita ke tempat terlarang itu. Tempat dimana hampir semua mata-mata mengincarnya. Rumah Agora.

"Don. Cepatlah."

"Baik."

Setelah menyiapkan mobil Don menelfon beberapa anak buah. Dia ingin ada yang menjaga Malvin namun tidak secara terang-terangan. Rumah Agora bukanlah rumah yang bagus untuk dikunjungi.

Maksud Malvin membawa Danita kesana agar tahu. Apa Danita berpura-pura tidak ingat atau memang tidak ingat. Jika itu benar Danita yang dia cari, Malvin akan mengerahkan segala miliknya untuk mendapatkan kalung itu. Dimana dia bisa tahu rahasia pembunuhan dimalam tragis itu.

"Lin. Kita mau kemana?" Tanya Danita yang sudah memakai pakaian rapi.

"Tuan ingin membawa Anda."

"Kemana? Dia bahkan tidak bilang akan pergi tadi."

"Tuan sudah menunggu. Silahkan," kata Lin.

"Ya."

Malvin sudah berada di dalam mobil. Danita masuk, mobil perlahan berjalan dengan kecepatan cukup tinggi. Membuat Danita hanya bisa berpegangan tanpa suara.

Memakan waktu yang lama sampai akhirnya mereka sampai dirumah Agora. Rumah itu berada cukup jauh dari kota. Sampai disana suasana sudah sangat berbeda dari dulu.

Dulu, disana banyak orang yang menghuni. Kini hampir semua rumah digang itu kosong. Mereka mengatakan takut jika tinggal disana. Karena para mafia masih banyak yang datang untuk rumah Agora.

Perlahan Danita turun dari mobil. Dia melihat kearah sekitar. Suasana sunyi membuat bulu kuduk Danita berdiri. Malvin terus menatap Danita. Terlihat jika Danita seperti baru tahu tempat ini.

"Dimana ini?" Tanya Danita.

"Rumah Agora." Jawab Malvin.

"Rumah Agora?"

"Ya."

Langkah Danita mengekor pada Malvin masuk kerumah itu. Masih sama saja, terliaht tidak ada yang berubah. Mungkin karena setelah tragedi itu tidak ada yang berniat untuk membersihkanya.

Bahkan dibeberapa sudut rumah masih ada jejak darah yang mengering. Mata Danita memancarkan ketakutan. Dia berjalan begitu dekat dengan Malvin. Sampai seekor tikus melewati kakinya.

"Aaaaaaa."

Tangan Danita langsung meraih Malvin dan memeluknya. Pelukan itu sangat erat, membuat Malvin susah untuk bernafas. Dengan tenaganya Malvin berhasil membuat Danita melepaskanya.

"Maaf, ada tikus," ucap lirih Danita.

"Hanya tikus saja takut."

Mendengar kata itu Danita hanya diam. Dia terlihat kesal saat ini. Bagi Danita tikus itu tidak menakutkan, hanya saja menjijikan. Pikiran Danita saat bertemu tikus adalah selokan yang penuh dengan sampah.

Beberapa saat berkeliling. Sampai disebuah kamar yang tertata rapi. Warna kamar yang dominan berwarna pink, mengartikan jika yang punya adalah perempuan. Malvin sengaja membawa Danita masuk, dia ingin tahu sikap Danita didalam. Sejak tadi, Danita tidak memberikan tanda apapun.

Melihat sebuah kotak musik Danita mendekat. Dia perlahan menyentuhnya. Tiupan kecil mampu membuat debu-debu langsung beterbangan entah kemana.

"Apa ini bisa untukku?" Tanya Danita.

"Kenapa?"

"Cantik. Aku ingin memilikinya."

"Tidak. Dirumah ini tidak ada yang boleh diambil."

"Bukankah ini rumahmu?" Tanya Danita.

Malvin tertawa geli. Dia sadar, wanita didepanya ini benar-benar lupa akan dirinya sendiri.

"Kau dapat nama Agora dari mana?" Tanya Malvin kemudian.

"Aku tidak tahu. Dari aku ingat, nama itu sudah menjadi milikku."

Malvin mengangguk-angguk. Kemudian kembali berkeliling. Sementara Danita membuka perlahan kotak itu. Musik lembut mulai terdengar kepenjuru rumah.

Bayangan masa lalu kembali muncul di depan mata Danita. Bayangan dimana seorang anak kecil dengan gaun cantik sedang berdansa mengikuti alunan musik.

"Danita. Danita."

Suara perempuan membuat Danita menoleh. Dia mengira wanita itu memanggilnya. Ternyata wanita itu mendekat pada gadis yang sedang berdansa.

"Mama. Ada apa?"

"Nanti malam akan ada Tuan Brown. Kamu bisa bersiap bukan?"

"Apakah Malvin juga akan datang?"

"Mama tidak tahu. Ayo."

Dengan lembut wanita itu membawa gadis kecil masuk kedalam. Sampai akhirnya tragedi penembakan itu kembali muncul dalam ingatan.

BRUK.

Tubuh Danita jatuh begitu saja. Kotak musik ditanganya juga mulai menggelinding menjauh. Malvin kaget mendengar suara itu. Buru-buru dia kembali kekamar Danita. Gadis itu sudah ambruk dengan kotak musik yang masih menyala.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!