Empat

Malam sudah semakin larut. Angin tenang perlahan masuk ke dalam kamar Danita. Danita sengaja membuka pintu balkon. Dia ingin merasakan udara yang tenang dimalam hari.

Wajah cantik itu menerawang jauh. Menerka-nerka alasanya berdiri disini. Kenapa dia seperti mimpi saja. Bagai cinderella yang menemukan pangeranya. Hanya saja ini berbeda, Danita dibawa tanpa tahu alasanya.

Malam ini adalah malam terakhir Danita lajang. Mulai esok, status Nyonya Brown akan menjadi miliknya. Dimana status itu bukanlah status biasa. Dia harus terus berpenampilan apik untuk menjadi contoh bawahan keluarga Brown.

Tok tok tok.

Seseorang masuk membawa sebuah note ditanganya. Terlihat jika dia adalah kepala pelayan yang dikatakan Don. Dalam name tagnya dia bernama Lin. Danita berdiri dan langsung mendekat pada kepala pelayan itu.

"Nona Danita."

"Ya."

"Perkenalkan saya Lin. Kepala pelayan dirumah ini. Saya juga ditugaskan untuk membantu Anda dalam keseharian."

Wajah Danita penuh tanya. Dia tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Lin tadi.

"Ya. Untuk urusan makanan dan baju yang akan dipakai sehari-hari. Anda memiliki jadwal sendiri, kami yang mengurusnya."

Danita semakin melongo.

"Ini perintah Tuan Malvin."

Kalimat itu sebagai tanda penegasan. Danita hanya bisa mengangguk dan pasrah. Dia akan menjadi boneka untuk Malvin Brown.

"Lin. Apa kau tahu kenapa Tuan Brown menginginkan aku?"

Lin hampir saja tertawa. Dia menutup mulutnya dan menenangkan diri. Setelah itu mengulas senyum pada Danita.

"Saya tidak tahu apapun. Disini, saya hanya menjadi pelayan."

Danita mengangguk paham.

"Jika tidak ada yang dibutuhkan. Saya permisi, selamat malam."

"Malam."

***

Suara bising terdengar. Kepala pelayan masuk ke kamar Danita dengan senyuman. Dia membawa lonceng ditanganya. Tentu saja itu alat untuk membangunkan Danita.

Mata yang awalnya terpejam rapat kini langsung terbuka. Danita melihat Lin sedang membuka tirai kamar. Danita mengira cahaya menyilaukan akan mengusik matanya. Ternyata tidak, diluar masih begitu gelap.

"Selamat pagi Nona."

Danita masih belum sadar betul. Dia melihat kearah jam dinding. Baru saja jam 04.00 WIB. Tentu saja diluar masih terlihat cukup gelap.

"Nona. Anda harus bersiap untuk ikut lari pagi dengan Tuan Malvin."

"Apa?" Danita tidak percaya akan hal ini. Dia kira hidupnya akan sedikit berubah. Ternyata malah lebih buruk.

"Nona. Tuan tidak suka berlama-lama."

"Ya. Aku akan segera siap."

Langkah malas menemani Danita ke kamar ganti. Setelah itu dia keluar. Terlihat jika Malvin sedang melakukan pemanasan sebelum joging. Danita melihat kesisi yang lain. Hanya ada Don.

"Nona. Tuan sudah menunggu." Ucap Don.

"Baiklah."

Malvin menatap Danita yang menggunakan pakaian olahraga. Aneh, jelas saja karena Danita tidak pernah menggunakan baju seperti itu.

"Ikut aku."

Perlahan Malvin mulai melangkah. Danita mencoba mengimbangi langkah kaki Malvin. Beberapa kali Danita harus berhenti karena kelelahan, namun tetap harus melanjutkan perjalanan. Melewati beberapa blok perumahan. Sampai akhirnya Danita terduduk lemas.

"Kau tak apa?"

Danita menoleh karena mendapat sebuah uluran tangan dari seorang pria.

"Hei. Kau tak apa?"

"Tidak. Aku hanya lelah."

Danita menerima uluran tangan itu. Sang pria membantu Danita sampai kepinggir. Duduk di bawah pohon yang cukup rindang.

"Aku Razka. Kamu?" Razka menyodorkan sebotol air minum.

Danita menerimanya. Tersenyum lalu berkata, "Aku Danita."

Malvin masih saja berlari tanpa peduli. Sampai dia sadar jika Danita sudah tidak ada dibelakangnya. Mata Malvin berputar dengan malas dia berbalik arah. Melihat Danita yang terduduk dengan seorang pria disampingnya.

Senyuman sadis tersungging diwajah Malvin. Dia tidak menyangka jika Danita sama saja seperti wanita lain. Mudah digoda hanya karena sebuah kebaikan. Malvin terus menatap, rasa kesal sudah menyelimuti hatinya. Dengan gerakan cepat dia menarik Danita berdiri.

"Kenapa tidak mengikutiku?" Tanya Malvin.

Danita baru saja akan menjawab, namun sudah disela oleh Razka.

"Dia kelelahan."

"Apa aku bertanya padamu? Dia adalah calon istriku aku berhak atas dia."

Razka tertawa, dia tidak menyangka gadis cantik di depanya ini memiliki kekasih yang begitu protektif. Razka mendekat pada Danita dan berbisik, "Jika kau bosan denganya. Kau bisa datang padaku."

Mendengar hal itu Danita mundur beberapa langkah. Razka langsung terlihat berbeda saat itu juga. Sebuah mobil berhenti di samping Malvin. Tanpa menunggu persetujuan Danita, Malvin langsung menarik Danita masuk ke mobil.

Tidak ada satu katapun yang diucapkan oleh Malvin saat dimobil. Bahkan tanganya yang baru saja menyentuh Danita kini sudah bermain dengan ponselnya. Seperti tidak terjadi apapun.

Sampai di rumah Malvin. Lin mendekat, dia langsung membawa Danita masuk ke kamar. Membuat Danita semakin bingung.

"Ada apa Lin?" Tanya Danita.

"Air mandi sudah saya siapkan. Tuan ingin Anda berendam lebih lama."

Danita mengernyitkan dahi.

"Tadi Anda dipegang oleh orang lain. Tuan Malvin tidak suka."

Baru saja Danita akan angkat bicara. Lin tersenyum dan berkata, "Tolong jangan banyak bertanya. Pekerjaan saya masih banyak Nona."

"Baiklah."

Bak mandi penuh dengan air hangat. Lilin aroma terapi sudah menyala dibeberapa sudut. Bunga mawar juga sudah mengisi bak mandi itu. Perlahan Danita memasukan dirinya. Nyaman, Danita memejampkan mata. Menikmati hal yang begitu menenangkan.

Baru saja Danita keluar dari kamar mandi. Dia dikagetkan dengan Lin yang sudah berdiri disudut tempat tidur.

"Kau mengagetkan aku Lin."

"Maaf. Saya disini untuk ini," kata Lin sembari membawa sebuah kertas.

"Apa tidak sebaiknya aku ganti baju dulu?"

"Tidak."

Masih dengan handuk yang melilit tubuhnya. Danita mendekat dan melihat akta nikah itu dengan seksama. Tidak ada hujan dan badai, tiba-tiba saja Danita sudah menjadi istri sah dari Malvin Brown.

"Nyonya. Silahkan tanda tangan."

Tangan Danita gemetar hebat saat ini. Bahkan memegang pulpen saja terasa begitu berat. Ingin lari, tapi kemana dia akan lari. Disaat keluarga satu-satunya sudah rela menjualnya. Akhirnya tangan gemetar itu berhasil membubuhkan tanda tangan diatas kertas.

"Nyonya. Kami akan kembali membawa akta ini. Nanti saya akan berikan salinanya untuk berjaga-jaga."

Tidak ada kata. Lin keluar kamar, sementara Danita terduduk lemah. Dia tidak punya tujuan semacam ini. Tidak ada mimpi semacam ini. Sampai akhirnya ikatan ini menjadi ikatan yang tidak bisa diputuskan.

***

Artikel tentang rumah Agora masih saja disimpan oleh Malvin. Dia dengan seksama mencari tahu lagi akan kasus itu. Berharap ada titik terang dimana dia tahu siapa pelaku yang membunuh Ayahnya.

Rasa sakit yang mendalam masih saja membayang dihati Malvin. Mengingat ibunya yang memilih bunuh diri karena belahan hatinya mati. Rasa sakit ditinggalkan dan dicampakan terus menerus menghantui Malvin.

"Kenapa Mama tidak membawaku juga. Kenapa aku harus terus mencari tahu tentang ini."

Suara lirih itu membuat Malvin diam kembali. Rasa ingin tahu itu masih saja membuat Malvin diam ditempat. Dia hanya fokus sampai tidak sempat memiliki kekasih.

Tok tok tok.

Don masuk. Dia memberikan selembar kertas yang sudah ditanda tangani oleh Danita. Tanda tangan itu sebagai bukti jika Danita mau menerima Malvin menjadi suaminya.

"Sudah kau salinkan untuknya?"

"Sudah Tuan."

"Baguslah."

Don terlihat berfikir. Dia tidak tahu harus bagaimana cara mengatakan pada Malvin. Jika suami istri harus satu kamar. Berbagi rasa suka dan duka.

"Kau terlihat gelisah. Ada apa?"

"Begini Tuan. Orang yang sudah menikah harus satu kamar. Mereka..."

"Kau ingin aku dan dia satu kamar? Apa kau gila?"

Don menghela nafas. Dia sudah tahu jika Malvin tidak akan setuju. Selama ini, belum ada wanita yang mendekat pada Malvin. Malvin begitu sulit disentuh. Bahkan Malvin hanya mengenal satu wanita, Mel, sekertarisnya sendiri.

"Pergilah. Aku ingin sendiri," kata Malvin.

Don mengangguk. Membiarkan Malvin kembali sendiri. Duduk menatap perihnya diri.

Sementara dikamar Danita.

Danita duduk dengan gelisah. Mau bagaimanapun dia sudah menjadi istri dari Malvin. Sudah tentu Malvin akan melakukan hal itu. Bayangan itu membuat Danita menggeleng keras. Takut, itu yang dia rasakan.

Jam berlalu dengan begitu lambat bagi Danita. Sampai saat Lin masuk membawa nampan makanan.

"Nyonya. Silahkan makan," kata Lin.

"Baik."

Lin berbalik.

"Tunggu Lin."

"Ya Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?"

"I...itu. A...apa aku dan Malvin akan satu kamar?"

Lin tertawa kecil. Dia merasa Nyonya di depanya ini begitu bodoh. Dia tidak tahu sama sekali tentang Malvin. Lin heran kenapa Malvin mau memperistri wanita ini.

"Lebih baik Anda menyimpan rasa itu sendiri. Tuan Malvin, hanya menganggap Anda istri diatas kertas. Jadi, tidak mungkin untuk satu kamar apa lagi satu kasur."

"Baguslah," ucap Danita dengan suara pelan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!