Bab 4. Aku Setuju

Gelora terlihat masih berpikir, ia mencoba berulang-ulang memikirkan tentang tawaran pria yang bernama Elgert itu. Baiklah, seperti Gelora sudah mengambil keputusan.

“Aku setuju! tapi, aku ingin bebas sekarang juga!” punya Gelora.

“Tentu saja, tunggu di sini. Aku akan urus semuanya." Elgert menyetujui permintaan wanita itu.

Setalah itu Elgert pun berlalu dari sana untuk mengurus kebebasan Gelora, tidak ada yang sulit bagi seorang Elgert Damono, seorang penguasa dan seorang mafia, kekuasaannya tidak ada batasnya. Jika urusan pembebasan Gelora itu tidak ada apa-apa.

Hingga tak lama kemudian, polisi pun menghampiri Gelora.

“Bu Gelora anda sudah bebas, silahkan keluar," ujarnya.

Gelora tersenyum bahagia, air mata penuh keharuan pun tak tertahankan.

“Baik Pak, terima kasih.”

Gelora pun langsung keluar dari tempat mengerikan tersebut, selamat tinggal tempat penderitaan dan selamat datang kebebasan.

Inilah saatnya pembalasan akan segera dilakukan.

Di depan sana terlihat Elgert sudah menunggunya, Pria itu tersenyum saat melihat Gelora berjalan kearahnya.

“Sudah siap membuka lembaran baru?” tanya Elgert.

“Yes, Very well prepared!” jawab Gelora.

“Good!”

Elgert mengulurkan tangannya, dengan senang hati Gelora menerima uluran tangan dari pria itu.

Persetan dengan masalah menikah tanpa cinta, tidak peduli dia harus menikah dengan pria yang tidak tahu asal-usulnya itu, tujuan Gelora saat ini hanya satu, membalas dendam pada Steven dan keluarganya.

"I'm coming Steven, it's time for me to get back at everyone and destroy you all!" batin Gelora. Senyuman penuh dendam terpancar jelas dari wanita itu.

Ini saatnya ia akan menghancurkan Steven! Gelora yakin pria yang kini tengah bersamanya itu, bukanlah pria biasa, buktinya saja dia bisa membebaskan Gelora dengan mudah, tanpa bukti, syarat atau pun apa.

Kini mereka sudah berada di dalam mobil. Gelora tidak tahu Elgert akan membawanya kemana, terserah pikirnya.

“Kita ke butik dulu,” pinta Elgert pada sopir yang tengah mengemudikan mobil tersebut.

“Baik, Tuan.”

“Oke Baby, hari ini kita akan melakukan pemberkatan,” ucap Elgert pada Gelora.

Gelora terkejut, tapi ya sudahlah.

“Oke honey.”

Sesampainya di butik, mereka langsung di sambut oleh pemilik butik, yang setahu Gelora, Butik itu sangat terkenal.

“Sebenarnya apa tujuan dia menikahi aku? Tidak mungkin menolong secara cuma-cuma bukan, tapi no problem, aku akan ikut permainannya!" Batin Gelora.

Gelora langsung diminta memilih gaun pengantin, tanpa banyak basa-basi, ia langsung memilih sebuah gaun, pilihannya pun asal-asalan, tapi saat di pakai terlihat sangat cocok, gaun itu membuat lekuk tubuhnya yang sempurna menonjol, apa lagi bagian dengan model bagian atasnya yang terbuka, menampakkan bahu mulusnya.

“Bagaimana Tuan, apa ini bagus?” tanya Gelora memperlihatkan gaun yang dipakainya itu pada Elgert.

“Sempurna,” jawab Elgert, terpesona tentunya.

Namun pria itu tidak menampakan ketakjubannya.

“Rias dia," pinta Elgert pada sang pemilik butik.

Memang di sana tidak hanya menyediakan gaun-gaun saja, mereka juga membuka jasa make-up, dan tentu saja bukan kaleng-kaleng MUA-nya.

Satu jam berlalu, Gelora terlihat sudah selesai. Wanita itu tersenyum sambil berjalan menghampiri Elgert.

“Apa kau bosan menunggu?" tanya Gelora.

“Sedikit, mari kita pergi sekarang," ajak Elgert. Pria itu dengan wajah tanpa ekspresi itu mengulurkan tangannya pada Gelora.

Lagi-lagi Gelora menyambut dengan senang hati. Setalah itu mereka pun berlalu dari Butik tersebut.

“Eh tunggu, kau sudah membayarnya kan?” tanya Gelora, ia tidak melihat pria itu melakukan transaksi seingatnya.

“Apa itu perlu?” baliknya Elgert.

“Hah?" Gelora menganga, kenapa jawaban seperti itu? Tapi ya sudahlah!

“Jangan banyak bicara, jangan banyak protes, menurut saja, sekarang kau sudah menjadi wanitaku, kau adalah milikku, jadi menurut lah apa kataku, apa kau mengerti Gelora?”

“I'am sorry, oke ... ”

Mobil itu pun kembali melaju, membawa mereka menuju sebuah tempat ibadah mereka. Di sebuah altar, dengan dibimbing oleh ahlinya mereka pun mengucapkan janji suci pernikahan, tidak ada saksi atau para tamu undangan, mereka hanya bertiga di sana.

Dan akhirnya mereka pun resmi menjadi sepasang suami istri.

Tanpa basa-basi Elgert langsung membawa Gelora yang kini sudah menjadi istrinya itu pulang.

Gelora sempat berpikir, pernikahan macam apa ini? Tidak ada saksi dari orang-orang, setidaknya orang tua dari Elgert, kalau orang tua dari Gelora, jelas mereka sudah tidak ada. Tapi lagi-lagi Gelora hanya bisa menuruti, terlebih dia sudah diberi peringatan oleh Elgert, dan omongan yang keluar dari pria itu sepertinya tidak akan bisa di bantah.

Lebih baik dia cari aman saja, ia juga belum tahu sisi gelap seorang Elgert.

Hingga setengah jam kemudian, meraka pun sampai di salah satu mansion, yang tak lain itu adalah milik Elgert.

Gelora memandang takjub bangunan besar dan mewah tersebut.

“Apa aku akan tinggal di sini?” tanya Gelora, ia masih merasa tidak percaya, seperti sedang bermimpi, jika memang ia akan tinggal di tempat besar dan mewah itu.

“Ya,” jawab Elgert singkat.

Setalah itu mereka pun turun dari mobil, beberapa pelayan terlihat menyambut kedatangan mereka.

Gelora semakin merasa penasaran, siapa sebenernya Elgert?

“Antarkan dia ke kamar saya, layani dia dengan baik," pinta Elgert pada pelayanan.

“Siap Tuan.”

“Mari Nona saya antarkan ke kamar,” lanjutnya pada Gelora.

Gelora pun hanya mengangguk, lalu ia mengikuti langkah wanita itu, yang akan mengantarkan dirinya ke kamar.

Sementara Elgert, pria itu tidak tahu pergi kemana.

“Silahkan Nona, ini kamar Nona. Apa Nona mau bersih-bersih, saya akan menyiapkan air hangat untuk Nona,” ujarnya.

“Terima kasih sebelumnya, aku bisa menyiapkannya sendiri,” tolak Gelora secara halus.

“Maaf Nona, saya ditugaskan untuk melayani Nona, saya yang akan menyiapkan semua kebutuhan Nona, mohon kerjasamanya Nona, kalau Nona menolak, saya akan dimarahi oleh Tuan,” mohon wanita itu.

Apa? Apa Gelora tidak salah dengar. Ini hal sepele bukan, masa suaminya itu akan marah.

“Tenanglah, dia tidak akan marah, jika dia marah, aku akan membela kamu.”

“Tidak bisa Nona ... ”

“Ya sudahlah terserah kau saja!" sela Gelora, ia paling tidak suka melihat orang sudah memohon seperti itu, sebenernya sih jika Elgert marah, dia juga belum tentu bisa membela dia. Lebih baik pasrah saja, mungkin.

“Baiklah, terima kasih Nona.”

Pelayan itu pun berlalu dari hadapan Gelora.

Gelora menghelai napasnya, lalu ia berjalan menuju balkon, udaranya sangat segar, katakan saja saat ini ia seperti sebuah burung yang baru saja keluar dari sarangnya.

“Kebebasan itu memang indah," gumamnya sambil menikmati angin yang menerpanya itu.

“Steven, pasti kau sangat terkejut nanti, aku harus merancang rencana seperti, aku harus membicarakan hal ini dengan Tuan Elgert,” gumamnya lagi.

Bersambung ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!