Cerita ini hanya fiksi, banyak adegan kekerasan. Bagi pembaca di bawah umur, harap bijak dalam memilih bahan bacaan. Terima Kasih
Suara dering ponsel membangunkan Alaia dari tidurnya, wanita itu membuka mata dan pertama kali yang dia lihat adalah ranjang suaminya yang kosong. Alaia mengambil ponselnya yang ada di nakas, dan menerima panggilan dari Natio.
“Halo...”
“Baru bangun? Sekarang banget ke kantor.”
“Kenapa Nat?.”
“Lihat siaran televisi.”
Alaia mengambil remote televisi yang ada di sebelahnya dan menyalakan tayangan tv yang menayangkan berita pembunuhan sadis seorang wanita muda di sebuah rumah.
“Sudah lihat.”
“Aku tunggu.”
“Oke.”
Alaia mematikan ponsel bersamaan dengan Agam yang baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya yang masih basah membuat Alaia terpaku, dia sangat tampan di pagi hari dan Alaia tidak pernah bosan menatapnya.
“Siapa sayang?.” Tanya Agam dengan tatapan bingung melihat wajah Alaia, Agam melihat televisi yang menayangkan berita pembunuhan.
Alaia mematikan televisi dan menghampiri Agam “Apakah saya boleh memeluk tuan Agam walaupun masih bau dan belum mandi?.” Pertanyan dari Alaia membuat Agam tersebut sambil merentangkan tangannya. Alaia memeluk erat Agam, menghirup bau wangi yang keluar dari tubuhnya, dulu pertama kali Alaia kira Agam ini mandi parfum saking wanginya.
“Nggak bau, Alaiaku selalu wangi.” Ucap Agam sambil mencium kening Alaia.
“Mas, hari ini kayaknya aku bakal banyak kerjaan, kalau sarapannya kamu di kantor aja gimana?.”
“Nggak papa, tapi kamu sarapan dimana?.”
“Aku langsung ke kantor juga.”
“Ya udah mandi sekarang terus siap-siap.”
“SIAP BOS!.”
Alaia melepaskan pelukannya dan pergi ke kamar mandi, sedangkan Agam melihat televisi yang sudah mati itu dengan tatapan dingin. Pria itu berjalan keluar kamar menuju ke dapur, dia mengambil beberapa roti untuk dipanggang sekaligus menuangkan susu kedalam satu gelas panjang.
Sandwich untuk mengganjal perut istrinya, karena Agam tidak mau jika Alaia sakit sedikit saja. Saat Alaia keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi, celana panjang, kaos hitam dan jaket kulitnya. Alaia menuruni tangga, awalnya dia hanya akan pamit pada Agam tapi melihat pria itu yang berkutat di dapur membuat Alaia terharu.
“Mas, kenapa buat sarapan?.”
“Kamu harus sarapan sayang, aku udah buatin sandwich dan jangan lupa minum susu nya.”
Alaia duduk dengan mata berkaca-kaca hampir menumpahkan air matanya karena terharu.
“Kenapa kamu menangis?.” Agam menghampiri Alaia khawatir.
“Jangan baik-baik, aku jadi takut kehilangan kamu.”
“Tidak ada yang hilang sayang, aku akan di sini bersama mu.”
“Tetap saja takut mas.”
“Udah makan aja, katanya tadi ada kerjaan, aku keluarin mobil kamu dulu.”
“Makasih mas.”
Agam mengangguk sambil tersenyum, setelah selesai makan, Alaia keluar dari rumahnya sambil membalas chat dari Natio yang terus menyuruhnya datang. Di Depan rumah, mobil Alaia sudah menyala, Agam tengah berada di dalamnya untuk mengecek seluruh mobil agar baik-baik saja di kendarai oleh Alaia.
“Kenapa mas? Udah?.”
Agam keluar dari mobil “Udah, kalau ada apa-apa langsung hubungi aku ya.”
“Iya.”
Alaia memeluk Agam erat dan berpamitan, wanita itu masuk kedalam mobil dan melambaikan tangannya pada Agam, begitu pula Agam yang tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Alaia.
Mobil Alaia membelah jalanan menuju ke kantor polisi pusat, memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Natio. Beberapa polisi berlalu lalang keluar masuk ke kantor, pertama kali yang Alaia lihat adalah Natio yang sibuk kesana kemari menelpon orang-orang. Melihat Alaia yang sudah datang, Natio memberikan berkas kecil yang dia bawa.
Alaia duduk di kursi dekatnya dan membaca biodata tersebut, wajahnya sangat tidak asing, tapi Alaia melupakan dimana dia bertemu dengan korban wanita ini sebelumnya.
“Kita ke TKP sekarang.” Ajak Natio pada Alaia.
Masih sambil membaca biodatanya, Alaia masuk kedalam mobil Natio yang membawanya menuju ke sebuah rumah yang sudah dipenuhi banyak wartawan dan juga garis kuning, Alaia dan Natio keluar dari dalam mobil dan membelah kerumunan untuk masuk melewati garis polisi dengan santai.
Beberapa polisi yang bertugas tengah memotret tempat kejadian perkara, Alaia memakai sarung tangan putih dan pergi melihat dapur yang digunakan untuk merebus air. “Kira-kira berapa lama dia menggunakan dapur untuk merebus air?.”
“Cukup lama, sepertinya korban sadar saat tekonya berbunyi. Pelaku sempat duduk di kursi ini, tapi tidak ada jejak apapun.”
Alaia mengangguk, dia pindah mengikuti Natio yang masuk kedalam kamar, lokasi mayat ditemukan, darah masih terlihat di seprai putih yang membalut ranjang.
“Daging pahanya sebagian ada yang berpisah dengan tubuhnya, ini bukan hanya pembunuhan tapi juga penyiksaan.” Ucap Natio.
Alaia melihat tongkat baseball yang tergeletak di ujung, juga pisau dan teko yang akan mereka gunakan sebagai barang bukti pembunuhan. Setelah cukup lama melihat-lihat di dalam, ada satu foto besar milik korban yang mengingatkan Alaia pada seseorang, ya dia pernah bertemu dengannya kemarin saat membeli roti untuk Kaluna.
Jantung Alaia berdebar lebih cepat, dia keluar dari rumah tersebut dan menyandarkan tubuh pada mobil. Natio yang melihat ada hal aneh dari Alaia langsung mengikuti Alaia keluar “Kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?.” tanya Natio khawatir.
“Aku bertemu dengannya kemarin.”
“Maksudmu? Korban?.”
Alaia mengangguk. “Aku sangat yakin kalau itu dia.”
“Aku mendapatkan kabar kalau akhir-akhir ini dia mendapatkan teror dari mantan pacarnya.”
Alaia menoleh saat mendengar pernyataan Natio.
“Dari teman-teman korban mengatakan kalau hubungan mereka tidak berakhir baik dan korban selalu mengeluh di teror oleh mantannya.” Lanjut Natio.
Ponsel Natio berdenting, pria itu membukanya dan mengajak Alaia kembali ke kantor “Mantan Pacarnya sudah datang ke kantor, kita kesana sekarang.”
Alaia masuk kedalam mobil mengikuti Natio, “Bagaimana CCTV?.” Tanya Alaia penasaran, harusnya ada CCTV yang bisa menangkap pelaku.
“Kebetulan akhir-akhir ini dari pertigaan depan situ, CCTV mati total sampai di jalan Utara. Termasuk semua rumah di perumahan, tidak ada yang bisa di ambil di CCTV, Mobil yang berhenti atau lewat pun jarang.”
“Apakah ini pembunuhan berencana?.”
“Dari tipe kasusnya memang iya, tapi masalah semua yang bisa menangkap pelaku sepertinya tidak direncanakan.”
“Bagaimana bisa sangat kebetulan.”
Sampai di kantor polisi, Alaia berdiri didepan kaca yang menampakkan ruangan dengan satu orang duduk menggenggam tangannya takut, “Ayo.” Ajak Natio.
Alaia dan Natio masuk kedalam ruangan tersebut dan duduk di depan seorang pria yang diidentifikasi memiliki peluang besar menjadi pembunuh korban.
“Bukan aku pelakunya!.” Teriak pria tersebut padahal belum ada kalimat yang keluar dari mulut Natio dan Alaia.
“Tenanglah, kami hanya akan menanyakan apa yang kamu ketahui tentang korban.” Ucap Natio yang menenangkan.
Alaia membuka berkas mengenai pria yang ada di depannya, satu hal yang membuat Alaia terkejut, status pria itu sudah menikah.
“Siapa namamu?.”
“Jovan.”
“Umur?.”
“29 tahun.”
“Hubunganmu dengan Korban?.”
“Mantan.”
“kamu sudah menikah?.”
“Sudah, dia adalah selingkuhan.”
Alaia tidak habis pikir sekarang “Kenapa kamu membunuhnya?.” Kalimat Alaia membuat Natio dan Jovan menoleh ke arahnya.
“Al.”
“Apa?.”
“Kenapa kamu membunuhnya!!.” Bentak Alaia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments