Sampai di rumah Mama dan papanya, Anggi mindik-mindik takut jika ketahuan papanya bahwa dirinya tak pulang semalaman.
Anggi menoleh ke kanan dan ke kiri saat hendak masuk kedalam kamarnya.
"Aman," gumamannya pelan.
Namun ketika Anggi baru mengangkat kakinya untuk melangkah, suara menginterupsi papanya terdengar di telinganya.
"Darimana kamu, Anggika?!" Papa melangkah mendekati putrinya.
Anggi seolah mati kutu. Gadis itu memejamkan matanya ketakutan. "Mati Aku," ucapnya dalam hati.
Gadis itupun segera membalikkan badannya dan tersenyum menatap papanya. Tentu saja dengan senyum yang di buat-buat, sehingga membuatnya tersenyum aneh.
"Eh, Papa. Udah bangun, Pa?" tanya Anggi basa-basi untuk menutupi ketakutannya.
"Jawab pertanyaan papa. Dari mana kamu semalaman?!" Papa bertanya dengan tegasnya.
Anggi meneguk salivanya dengan susah. Rasanya saat ini suaranya ikut menghilang tertelan bersama salivanya itu.
"Eumm... Itu Pa, anu... Semalam pas mau pulang kan hujan. Anggi takut kehujanan, jadi Anggi nginep gitu di rumah teman Anggi," ucap Anggi beralasan.
Dia hanya berharap papanya akan percaya dengan ucapannya. Anggi berusaha terlihat agar kebohongannya tak terbongkar dengan menampilkan senyum semanis mungkin di depan sang Papa.
"Kalau begitu cepat masuk. Bukankah hari ini Kau ada kuliah?"
"Siap Pa!" Anggi memberikan hormat seperti seorang bawahan ke komandannya. Kemudian dia pun segera memasuki kamarnya.
"Selamat," ucapnya seraya mengelus dadanya. Anggi lega sang Papa percaya dengan ucapannya.
Sejujurnya saat ini Anggi enggan untuk pergi ke kuliah. Rasa sakit di bawah sana masih begitu terasa. Namun jika dia tidak pergi, papanya pasti akan kembali lagi bertanya. Atau mungkin akan merasa curiga.
Daripada nantinya papanya akan curiga, dia lebih memilih untuk pergi kuliah dan mengomeli kawan-kawannya karena sudah meninggalkannya saat akan pulang camping.
Andai saja kawan-kawannya tak meninggalkannya, pasti kejadian semalam bersama Marcell tak akan pernah terjadi.
***
Sampai di kampusnya, Anggi langsung turun dari mobilnya. Dan seketika itu, ketiga kawannya langsung menghampirinya.
"Ang, Kamu tidak apa-apa kan?" Gavin langsung menanyakan keadaan Anggi.
"Gimana keadaan kamu, Anggi?" Pertanyaan serupa Karin dan Sena tanyakan kepada sahabatnya.
Anggi menatap jengah kepada temannya itu. Saat ini ia sungguh merasa kesal kepada mereka.
"Kalian lihat sendiri kan? Aku tidak apa-apa. Tidak usah sok khawatir gitu deh. Lagipula kalian benar-benar tega sekali meninggalkan ku di hutan. Sudah malam, hujan lagi!" Anggi menatap sinis ke arah teman-temannya.
"Maaf, Anggi. Kami benar-benar tidak tahu jika kamu masih berada di hutan. Kami sadar jika kau hilang, saat berada di pom bensin dekat kota." Gavin merasa sangat menyesal.
Pria itu sudah menyimpan rasa kepada Anggi sejak lama. Namun tak pernah berani mengatakannya.
Kebetulan malam kemarin, dia sendiri yang mengemudikan mobilnya. Ketika ia bertanya kepada Sena apakah semuanya sudah lengkap, Sena mengatakan sudah. Bodohnya Gavin percaya saja tanpa kembali mengeceknya sendiri.
"Sudahlah, Aku malas bicara sama kalian," ucap Anggi ketus dan langsung meninggalkan mereka menuju koridor kampus.
Ketiga orang itu saling berpandangan seolah saling melemparkan tanya bagaimana cara membujuk kawannya itu.
"Tuh kan, dia benar-benar marah," ucap Gavin.
"Sudahlah Vin, lebih baik kita biarkan Anggi sendiri dulu. Nanti jika dia sudah tidak marah lagi, pasti akan mendatangi kita lagi kok. Kau tahu kan gimana Anggi jika sudah marah?" Sena menepuk pundak Gavin.
Sena tahu jika Gavin menyukai Anggi. Namun sejujurnya gadis itu pun juga menyukai pria yang mencintai sahabatnya itu.
Tak memperdulikan ucapan Sena, Gavin pun langsung menyusul Anggi.
Sena merasa kesal Gavin tak perduli padanya. "Kenapa sih, Gavin selalu saja perhatian sama Anggi? Sudah tahu Anggi selalu cuek padanya. Apa dia tidak bisa gitu, melihat ku di sini yang selalu perhatian padanya?" Sena memberengut kesal dengan sikap Gavin.
"Sudahlah, Sena. Kita itu bersahabat. Lagipula Anggi tidak akan menyukai Gavin kok. Dia pernah cerita ke Aku jika dia hanya menganggap Gavin sebagai teman saja." Karin berusaha menenangkan Sena. Dia tak ingin persahabatan mereka rusak hanya karena seorang pria.
"Benarkah Anggi bilang seperti itu?"
Karin tersenyum mengangguk, membuat Sena menyunggingkan senyum tipisnya.
"Yasudah, lebih baik kita susul Anggi." ajak Karin. Sena mengangguk setuju.
***
"Anggi!" panggil Gavin. Pria itu berjalan cepat.
Anggi tak bergeming. Dia terus saja melangkah tanpa mau menoleh sedikitpun.
Dengan langkah lebar, Gavin menghentikan langkah Anggi dengan menghadangnya.
"Apa sih?!" ucap Anggi menatap kesal kearah pria yang menghadangnya.
"Kamu jangan marah dong, Anggi. Kami benar-benar tidak sengaja meninggalkan mu di hutan kemarin. Tolong jangan marah sama kita ya?" Gavin berusaha meraih tangan Anggi. Namun langsung di tepis oleh sang empunya.
"Apa sih, jangan pegang-pegang!" sentak Anggi. Dia tidak suka ada cowok yang menyentuhnya. Namun dia sendiri heran, mengapa semalam dia menerima sentuhan Marcell.
"Kamu kenapa selalu nolak ketika Aku memegang tangan mu, Anggi? Apa Aku sebegitu menjijikkan hingga Kau membenciku?" Gavin merasa kecewa.
"Aku tidak benci sama kamu. Tapi Aku tidak suka ada cowok yang pegang-pegang." jawab Anggi tanpa mau menatap ke arah Gavin.
"Kamu pergi aja deh Vin. Aku sedang ingin sendirian."
Dengan berat hati, Gavin pun pergi meninggalkan Anggi.
'Kau lihat saja, Anggi. Aku akan berjuang untuk mendapatkan hatimu.' batin Gavin.
"Dasar pria bodoh. Kenapa Kau bertahan untuk untuk seseorang yang tidak pernah menganggapmu?" gumam Sena pelan.
***
Gavin sedang membawa motornya ke bengkel tempatnya bekerja. Kebetulan hari ini dia libur, jadi dia bisa memperbaiki motornya setelah selesai bekerja nanti.
Gavin Andara, seorang pria muda yang sekolah sambil bekerja. Dia hanya tinggal bersama dengan pamannya.
Sementara orangtuanya, Gavin menutup diri mengenai identitas dirinya. Ada kenyataan pelik yang membuatnya tak ingin membahas tentang kedua orang tuanya.
Bahkan pria yang dia katakan sebagai Paman, sebenarnya hanya seseorang yang di kenalinya dengan akrab. Gavin pernah membantunya di masa lalu, jadi menampungnya adalah bentuk balas budi oleh pria yang ia sebut sebagai pamannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Rosy
wah..ada cinta segi empat dong di sini 🤭
2022-12-30
0