Bab 5

Marcell berpikir keras. Namun dia tak mengerti dengan apa yang pria paruh baya itu coba katakan.

"Maaf Paman. Mungkin Paman salah orang. Saya tidak mengenal baik Anda maupun putri Anda."

Papa Gibran semakin marah mendengar ucapan Marcell. "Kau bocah tengil, apa Kau mau lari dari tanggung jawab?! Kau sudah menghamili putriku dan Kau mengatakan jika Kau tidak mengenal putriku?!" Papa semakin berapi-api. Namun dia tetap berusaha untuk mengendalikan amarahnya.

Deg...

Seketika Marcell teringat akan kejadian dirinya bersama dengan Anggi di hutan. Mungkinkah...?

Marcell menelan ludahnya susah. "A-apa Paman adalah Papa dari Kak Anggi?" tanya Marcell hati-hati.

Dia menatap ke arah Papa Gibran yang saat ini matanya sudah hampir keluar dari tempatnya. Sungguh sangat menakutkan menurut pria yang masih kelas 3 SMA itu.

"Jadi sekarang Kau sudah mengingatnya?! Bagus. Aku ingin kau bertanggung jawab kepada putriku."

Marcell terdiam sejenak mendengar penuturan Papa Gibran. Membuat Papa Gibran menjadi geram.

"Kenapa diam? Jadi Kau keberatan jika harus bertanggung jawab? Pria macam apa kamu! Berani berbuat tapi tak berani bertanggung jawab!"

"Saya bersedia menikahi Putri Paman. Tapi... Bagaimana dengan Kak Anggi, Apa dia mau Aku nikahi? Paman lihat sendiri kan kalau Saya masih sekolah, dan juga, Saya bukan orang kaya seperti Paman," ucap Marcell.

Kini gantian Papa Gibran yang terdiam. Jika dirinya menyerahkan putrinya kepada anak kecil yang masih berstatus SMA, bagaimana dengan nasib putrinya nanti?

"Kau itu! Sudah tahu masih SMA, sudah berani menghamili putriku. Nanti kita bicarakan lagi. Jadi intinya kamu mau bertanggung jawab atau tidak?!" seru Papa Gibran.

"Saya akan bertanggung jawab, Paman. Saya bukan tipe pria yang akan lari dari tanggung jawab. Paman bisa memegang kata-kata ku. Saya akan datang ke rumah Paman dan melamar putri Paman," ucap Marcell dengan yakinnya.

Melihat kesungguhan dari raut wajah Marcell, Papa Gibran ngerasa yakin jika Marcel bukan tipe pria yang lepas dari tanggung jawab. Namun dia tak ingin percaya begitu saja.

Papa Gibran mengambil kartu namanya dan memberikannya kepada Marcell.

"Buktikan ucapamu itu. Kau bisa datang ke alamat ini untuk mempertanggung jawabkan semuanya."

Marcell menerima kartu nama beserta alamat rumah papa Gibran dan menyimpannya di sakunya.

"Sekarang keluarlah. Ku tunggu kedatangan mu dan orang tuamu untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu," ucap Papa begitu dingin.

Marcell pun segera keluar dari mobil hitam tersebut.

Rasanya kini kejadian malam itu terus terngiang-ngiang di otaknya. Dia pun tersenyum kala mengingat hal tersebut. Jujur saja, Marcell memang sedikit tertarik dengan Anggi, walaupun usianya beda lima tahun darinya. Anggi masih terlihat imut seperti gadis sebayanya.

"Takdir akan mempertemukan kita lagi, Kak Anggi. Ternyata benih dariku tumbuh berkembang di rahim kakak." Marcell tersenyum sembari membayangkan bagaimana dirinya akan menjadi seorang ayah. Namun dia tak menyangka jika akan secepat ini.

Sekarang yang harus dirinya pikirkan adalah, bagaimana mungkin dia akan menikahi Anggi, Jika dia tak punya apa-apa. Apa dia harus menghubunginya sekarang untuk meminta bantuan?

Ah, tapi Marcell tak ingin menghubungi seseorang yang sangat di hindarinya. Lebih baik dia berusaha dengan kerja kerasnya sendiri.

"Marcell...!" panggil seorang gadis cantik sebayanya.

Dia adalah Nindy, gadis yang selama ini selalu mengejar Marcell semenjak awal kelas 1 SMA.

Gadis itu heran melihat Marcell yang memasuki mobil tadi. Dan kini Nindy di buat khawatir kala melihat ujung bibir Marcell yang sedikit berdarah dan membiru.

"Ya ampun Cell, Kau kenapa? Siapa yang melakukan hal ini padamu?" Nindy hendak menyentuh ujung bibir Marcell, namun Marcell sedikit mundur.

"Aku nggak apa-apa kok, Nin. Lebih baik Kau masu ke kelasmu. Bukankah seharusnya ini sudah masuk jam pelajaran?"

"Tapi Cell, Aku khawatir dengan lukamu. Biar Aku mengobatinya ya?" bujuk Nindy.

Marcell menghela napasnya. Dia tak enak menolaknya. Pasalnya, Nindy gadis yang begitu baik. Mereka juga berteman sejak kelas satu SMA.

Walaupun Nindy pernah mengungkapkan perasaan padanya, namun Marcell telah memberikan pengertian kepada Nindy, jika dia ingin fokus pada sekolahnya.

Beruntung Nindy mengerti hal itu. Tapi, sampai saat ini gadis itu masih menunggu pria di depannya itu. Dia akan menunggu sampai kelulusan sekolah nanti. Dia kembali ingin mengungkapkan perasaannya.

Sejauh ini Nindy tidak pernah melihat Marcell dekat dengan gadis lain selain dirinya. Sebenarnya banyak yang menyukai Marcell. Namun Nindy selalu mengancam siapa saja yang menjadi saingannya.

"Terimakasih ya Nin?" ucap Marcell ketika Nindy selesai mengompres lukanya.

Nindy tersenyum mengangguk. "Sama-sama Cell. Oh iya. Sebenarnya siapa yang melakukan ini padamu Cell? Aku tidak pernah tahu jika Kau punya musuh."

Marcell terdiam. Tidak mungkin Dia mengatakan jika yang melakukannya adalah Papa dari gadis yang dia hamili.

"Oh, ini tadi sebenarnya hanya salah paham saja dengan seseorang. Tidak usah di pikirkan. Yaudah sekarang masuk sana gih." suruh Marcell.

Sejujurnya Nindy masih ingin menemani sang pujaan hati. Namun dia juga tak ingin ketinggalan pelajaran sekolahnya. Apalagi sebentar lagi ujian sekolah.

"Baiklah, Aku akan kembali ke kelas. Tapi nanti pulangnya bonceng ya?"

"Siap tuan putri," jawab Marcell.

Nindy tersipu mendengar Marcell menyebutnya 'tuan putri.' Dia yakin jika lama-lama Marcell akan memiliki perasaan juga padanya.

***

Setelah mengantarkan Nindy pulang. Kebetulan rumah Nindy tak jauh dari rumah pamannya. Marcell segera mencari pria yang sudah ia anggap Paman selama ini.

Melihat sang Paman tengah berada di warung miliknya, Marcell segera menghampirinya dan mengatakan semua kejadian yang telah terjadi antara dirinya dan juga Anggi kala itu. Namun tak sedetail yang mereka lakukan.

"Kamu harus bertanggung jawab, Cell. Kau seorang pria. Tapi Paman heran, Kau kan baru pertama kali melakukannya, ternyata benih mu tokcer juga ya?" Paman Adam terkekeh. Sementara Marcell hanya tersenyum menggaruk tengkuknya sedikit malu. "Apakah Paman harus menghubungi ora...."

"Tidak Paman! Cukup Paman saja yang datang menemaniku untuk melamar calon istriku. Paman tak perlu menghubungi siapapun. Marcell juga akan menggunakan seluruh tabungan milik Marcell untuk semua yang di butuhkan nantinya."

Paman Adam mengangguk. Dia tahu jika pasti Marcell tak ingin membahas tentang seseorang yang sudah Marcell larang untuk Paman Adam sebutkan namanya.

"Baiklah. Kamu memang pria yang bertanggung jawab. Paman suka itu." Paman Adam manggut-manggut. "Tapi ngomong-ngomong, siapa nama calon istrmu, Cell?"

Mendengar pertanyaan dari paman Adam, Marcell kembali teringat dengan wajah Anggi yang menurutnya begitu cantik dan imut. Pria muda itu menyunggingkan senyumnya.

"Namanya Kak Anggi, Paman," jawab Marcell.

Paman Adam mengerutkan keningnya. " Kenapa Kau memanggilnya Kak?"

"Hehehe, karena usianya lebih tua dariku, Paman," jawab Marcell cengengesan.

"Apa?" Paman Adam terpaku. Dia jadi membayangkan banyak artis muda yang sekarang menikahi wanita yang lebih tua dari mereka. Dan sekarang Marcell mengikuti jejak salah satu dari mereka?

Rasa-rasanya Paman Adam ingin menangis saja mendengar ucapan Marcell.

***

Terpopuler

Comments

Rosy

Rosy

jadi penasaran nih..apa Marcell dan Gavin adalah saudara ya..karena mereka sama2 menyembunyikan jati dirinya dan cuma hidup bersama seorang paman 🤔

2022-12-30

1

Eti

Eti

suka sama sikapnya Marsel sopan aahh aku padamu cell

2022-12-08

1

Eva kusrini

Eva kusrini

Marcel apa anak orang kaya... lanjut thor

2022-12-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!