"Loh,,, kak itu?!" Mawar menunjuk dan memandang ke luar mobil. Dimana ada angkot yang melaju melewati mobil mereka.
Yang artinya, masih ada angkot lagi yang berhenti di halte tempat Mawar biasanya menunggu angkot. Mata Mawar terus menatap angkot tersebut, hingga Mawar menoleh ke belakang.
"Mampus." umpat Deren dalam hati. "Ketahuankan gue." lanjutnya dalam hati.
"Tenang Deren, lanjutkan daja kebohongan yang kamu buat." ujar Deren dalam hati.
"Kok masih ada ya. Padahal, biasanya jam-jam segini sudah nggak ada angkot yang lewat." ucap Deren, mencoba berbohong.
Mawar menatap Deren dengan tatapan tak percaya. "Kakak tahu dari mana?" tanya Mawar, membuat Deren mati kutu.
"Emmm itu,,, anu. Apa itu,,,, oh iya. Waktu aku masih kelas satu, ada temen sekelasku yang menunggu sampai sore, ternyata angkotnya tetap nggak datang. Iya,,, benar." ucap Deren tersenyum kaku, namun tak berani menatap Mawar.
"Benar?" tanya Mawar memastikan.
"Iya, masa aku bohong sih War.." kekeh Deren, berusaha menutupi kebohongannya.
"Aduh, ternyata kayak gini rasanya berbohong sama cewek." desah Deren dalam hati.
Pasalnya, Deren tidak pernah berbohong dengan makhluk yang berjenis cewek. Apalagi memang selama ini, Deren selalu menolak dengan ketus saat ada cewek yang mendekat padanya.
Entah kenapa, hal tersebut tidak berlaku untuk Mawar. Bahkan, Mawar lah perempuan pertama yang naik mobil Deren. Hebat bukan....
Mawar mencebik. "Terserah sih, mau bohong apa nggak. Yang penting gue bisa pulang." ucap Mawar dalam hati dengan cuek.
"Rumah kamu di mana?" tanya Deren.
"Astaga, maaf kak. Mawar lupa." ujar Mawar sembari menepuk pelan dahinya.
Mawar segera menyebutkan alamat rumahnya. "Jauh ya kak." ujar Mawar sambil tersenyum, dengan pandangan menatap ke depan.
Derenpun ikut tersenyum, saat melihat Mawar tersenyum. Merasa tidak ada sahutan dari Deren, Mawar pun segera menengok ke arah Deren. Yang ternyata Deren sedang menatapnya.
"Kak Deren, bahaya tahu...!!" seru Mawar sedikit kesal. Lantaran Mawar memergoki Deren saat menatapnya. Padahal saat ini seharusnya Deren fokus dengan jalanan yang ada di depan mereka.
"Ehh,,, maaf." segera Deren menatap ke arah depan.
Sementara Mawar mendengus sebal. "Nyawa aku cuma satu kak." celetuk Mawar yang malah ditanggapi kekehan oleh Deren.
"Kamu pikir nyawa aku dobel gitu." canda Deren.
"Mungkin." sahut Mawar tanpa menoleh ke arah Deren.
Deren tersenyum samar. "Ternyata dia asik juga. Nggak sepeti kelihatannya." ucap Deren dalam hati.
Deren merasa nyaman ngobrol dengan Mawar. Menurut Deren, Mawar tidak seperti perempuan yang selalu menjaga imejnya saat bersama dirinya.
Mawar lebih ke arah cuek dan apa adanya. Tanpa harus bersikap jaim.
"Turun di sini saja kak." pinta Mawar.
"Nggak usah, tunjukin saja rumah kamu yang mana. Biar aku anter sampai depan rumah." tolak Deren. Padahal Deren sangat ingin mengetahui rumah tempat tinggal Mawar.
"Sudah deket kok, makanya turun sini saja." kekeh Mawar.
Mawar merasa sedikit takut, takut jika sang ibu melihatnya diantar oleh lelaki. Meskipun dia satu sekolah dengan Mawar.
Mawar takut jika sang ibu akan memarahinya. Lantaran dia sama sekali belum pernah membawa teman lelakinya untuk bermain di rumah.
Hanya Selly dan Mira saja yang selalu datang ke rumah Mawar. "Makanya, nanggung jika turun. Kata kamu sudah dekat. Langsung saja kamu turun di depan rumah kamu." Deren tak kalah ngotot seperti Mawar.
"Stop... ini rumah aku kak." ucap Mawar mendadak.
"Beneran, kamu nggak bohongin aku?" tanya Deren memastikan.
"Untuk apa sih Mawar bohong. Nggak faedah juga." ucap Mawar sembari tangannya sibuk melepas sabuk pengaman pada tubuhnya.
"Makasih ya kak, udah mengantar Mawar sampai rumah. Hati-hati di jalan." Mawar langsung turun dari mobil.
"Loh,, loh,, masa cuma gitu. Nggak ada basa basinya. Ajak mampir kek." gerutu Deren, karena memang Deren berharap ajakan tersebut keluar dari mulut Mawar. Dan pastinya Deren tidak akan menolak, jika itu terjadi.
Deren menatap ke arah teras rumah Mawar. Nampak Mawar sedang berbincang dengan perempuan paruh baya. "Siapa tuh, apa ibunya?" tanya Deren pada dirinya sendiri.
Sementara di teras, Mawar mengatakan pada sang ibu, jika dia di antar kakak kelas. Lantaran angkutan umum sudah tidak lewat.
"Kenapa nggak kamu ajak mampir?" tanya bu Lina.
"Katanya sedang terburu-buru buk, ada acara." ucap Mawar berbohong.
"Siang menjelang sore tante." sapa Deren yang tiba-tiba sudah ada di belakang Mawar.
"Ooo,,, jadi kamu yang anterin anak ibu?" tanya bu Lina dengan senyum ramah.
"Iya tante." jawab Deren.
Mulut Mawar membulat sambil menatap Deren. "Kenapa malah kesini sih." ucap Mawar dalam hati.
"Kata Mawar kamu terburu-buru, makanya tidak mampir." celetuk bu Lina.
Mawar memejamkan kedua matanya. "Mati aku. Kenapa ibu pake ngadu segala sih." gerutu Mawar dalam hati.
Deren melirik ke arah Mawar yang tengah tertunduk dengan mulut komat-kamit. Membuat Deren tersenyum samar. Merasa jika Mawar sangat lucu.
"Iya tante. Tapi ternyata acaranya masih besok." ujar Deren.
Mendengar perkataan Deren, membuat Mawar langsung mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Deren.
"Bagus kalau begitu. Mawar ayo ajak..." ucap bu Lina terpotong.
"Deren tante." ucap Deren sambil mengulurkan tangannya.
Bu Lina dengan senyum ramahnya menerima uluran tangan dari Deren. "Deren. Panggil ibu saja, jangan tante. Nggak pantes." pinta bu Lina.
"Baik bu." sahut Deren tersenyum. Entah kenapa Deren merasa nyaman berada di antara dua perempuan berbeda usia tersebut.
Mungkin, karena Deren yang tidak pernah berkumpul bersama keluarganya. Apalagi sang mama lebih memilih menjadi wanita karir, ketimbang menjadi ibu rumah tangga.
Sejak kecil, Deren lebih dekat dengan pengasuhnya. Karena memang, Deren selalu bersama dengannya. Bahkan saat tidur sekalipun.
Namun sayang, pengasuh Deren meninggal saat Deren menginjak bangku SMP. Membuat Deren sangat kehilangan sosok yang selama ini sudah di anggapnya sebagai mamanya.
"Ayo masuk. Maaf ya, rumah Mawar kecil. Tidak seperti rumah kamu." ucap Bu Lina.
Pasalnya, bu Lina tahu jika mobil yang di naiki Deren adalah mobil dengan harga selangit. Dan pastinya Deren berasal dari keluarga kaya.
"Tidak apa-apa bu, bukankah besar kecilnya rumah bukan penentu sebuah rasa yang ada di hati kita." ucap Deren dengan senyum di bibir.
Mawar melihat ke arah Deren. Mawar melihat jika senyum yang ditunjukkan Deren adalah senyum kesedihan. Dimana ada rasa sakit pada orang yang tersenyum tersebut.
"Bu, Mawar ganti baju dulu ya. Gerah." ujar Mawar.
Bu Lina mengangguk. "Nak Deren tunggu di sini saja. Ibu bikinkan minuman dingin. Kan enak, cuaca panas minumnya yang dingin-dingin." ujar bu Lina.
"Iya bu, terimakasih." ucap Deren, mendaratkan pantatnya di kursi empuk. Namun nyatanya, kursi tersebut tak seempuk miliknya di rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments