4. The Invitation

Cora menatap nanar sebuah undangan yang terbuat dari kaca berbentuk segi empat yang sangat tipis dilapisi oleh pita berwarna emas pada bagian pinggirnya, undangan yang bertuliskan dengan tinta berwarna emas dengan amplop berwana krem dan merah, undangan yang terlihat sangat mewah. Charista memberikan sekitar dua ratus undangan kepadanya, undangan untuk karyawan di perusahaan dan juga teman-teman Cora. Cora menghela nafas panjang memandangi undangan yang saat ini berada di dalam tangannya. Ia seakan tidak percaya dengan nama yang tertulis diundangan itu, Cora Dianthe dan Anthony eul Collin, nama yang menurut Cora sangat tidak pantas bersanding, tidak pantas bukan karena status keluarga mereka tapi karena memang ia tidak menginginkan pernikahan itu, pernikahan yang tidak dilandasi dengan cinta seperti pernikahan impiannya.

"Ma . . . bisakah aku mengganti nama mempelai prianya dengan nama Brad Pitt atau Tom Cruise?" Cora menatap sedih ke arah ibunya, Charista terkekeh mendengarkan permintaan puterinya itu.

"Bagaimana jika kamu minta Brad Pitt atau Tom Cruise datang menemui mama dan papa untuk melamarmu seperti yang Tony lakukan." Charista tersenyum lebar, Cora mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Jika salah satu dari mereka datang, apakah mama akan merestui pernikahan kami?" Cora sudah tidak bisa berpikir dengan jernih saat ini, ia hanya ingin mencari alasan apa saja untuk membatalkan pernikahannya. Charista terkekeh mendengarkan khayalan puterinya itu.

"Mengapa kamu tidak tanyakan langsung kepada Tony, apakah dia mau namanya digantikan dengan nama Brad Pitt atau pun Tom Cruise?" Cora menautkan kedua alisnya saat mendengarkan jawaban dari ibunya itu. Untukapa kalau hanya mengganti nama tapi tidak sekalian mengganti mempelai prianya.

"Ok . . . aku akan tanyakan langsung kepada Tony." Cora mendengus kesal dan meninggalkan ibunya yang sedang asyik menyusun undangan pernikahannya. Charista terlihat bahagia mempersiapkan pernikahan puterinya itu. Cora hanya diminta hadir diatas altar dan mencoba gaun pengantin, untuk urusan gedung, makanan, undangan dan semua keperluan acara pernikahannya adalah tugas ibunya. Cora adalah calon pengantin yang terlihat santai dan tidak peduli dengan acara pernikahannya sendiri.

"Apakah aku boleh mengganti namamu dengan nama Brad Pitt atau Tom Cruise di undangan kita?"

Tony terkekeh membaca pesan singkat yang tertera di layar ponselnya. Bagaimana bisa calon istrinya itu memintanya untuk mengganti namanya dengan nama pria lain diundangan mereka. Ia tidak mengerti dengan wanita itu, wanita yang tidak terlihat tertarik sedikitpun dengannya. Wanita yang melupakannya begitu saja, wanita yang menganggapnya sebagai orang asing.

Tony mengeraskan rahangnya saat mengingat bahwa wanita itu sudah melupakannya, melupakannya begitu saja dan menganggapnya hanya sebagai orang asing yang baru ditemuinya. Wanita yang berhasil membuatnya bahagia dan sakit secara bersamaan saat bertemu dengannya.

"Kamu bisa mengganti nama pada undangan itu, tapi kamu tidak akan pernah bisa mengganti mempelai prianya dengan lelaki manapun"

Tony dengan terampil mengetik sebuah pesan, dia menekan tombol send dan mengirimkan pesan itu kepada Cora. Ia tersenyum memandangi ponselnya saat membayangkan wajah wanita yang akan terlihat cemberut saat menerima pesannya itu. Begitulah Cora yang dikenalnya, Cora selalu mengerucutkan bibirnya saat kesal. Tony mengingat setiap detail tentang Cora, kenangan yang membuatnya merasa sakit saat mengetahui wanita itu telah melupakannya. Semenjak ia mengetahui bahwa wanita itu telah melupakannya, Ia berjanji didalam hatinya bahwa ia akan membuat wanita itu jatuh cinta kepadanya, sehingga wanita itu lupa bagaimana cara melupakannya.

"Apa gunanya jika aku tidak bisa mengganti mempelai prianya." Cora mengerucutkan bibirnya, ia bergumam pelan saat melihat balasan dari lelaki yang akan menjadi suaminya itu. Ia menghela nafas panjang, ia mencoba menerima kenyataan yang ada di hadapannya, kenyataan bahwa ia tidak bisa menikah dengan lelaki lain selain Tony.

"Kamu ngedumel mulu dari tadi, sebenarnya ada keperluan apa sama aku, Dara dan Lisa? jarang-jarang wanita karir yang sukses seperti kamu ini bisa ngumpul sama kita seperti sekarang." Aurel menaikkan sebelah alisnya memandang tajam ke arah Cora.

Aurel, Dara, dan Lisa adalah sahabat baik Cora, sahabat yang sudah dikenalnya semenjak masa SMA mereka. Sahabat yang sampai saat ini masih berhubungan baik dengannya walaupun mereka sudah sangat jarang bertemu. Cora mendengus kesal dan mengeluarkan tiga amplop undangan dari dalam tasnya. Aurel, Dara dan Lisa mengerutkan kening mereka secara bersamaan saat melihat amplop yang saat ini sudah berada ditangan mereka, amplop yang bertuliskan UNDANGAN itu membuat mereka heran.

"Jangan bilang ini undangan pernikahanmu?" Lisa terkekeh, ia merasa tidak percaya bahwa sahabatnya yang dinginitu akhirnya dapat menemukan seorang pasangan hidup.

"Kamu baca saja nama yang tertulis di situ, nggak mungkin kalau saat ini yang aku kasih ke kalian semua itu adalah undangan pernikahan papa dan mamaku?" Cora berkata sarkastis.

"Gila . . . kayaknya aku kenal sama pengantin wanitanya, nggak salah cetak nih undangan?" Dara memandang undangan ditangannya dengan wajah yang terkejut.

"Sialan!" Cora mendengus kesal. Inilah alasan utama mengapa ia tidak ingin memberikan undangan pernikahannya kepada sahabat-sahabatnya itu. Ia akan menjadi bahan lelucon bagi mereka semua. Bagaimana sahabatnya tidak akan meledek Cora jika selama ini Cora sangat sulit untuk berkomitmen serius dengan seorang pria dan dengan cara yang ajaib saat ini Cora memberikan mereka undangan pernikahannya.

Sahabat-sahabatnya mengerti bahwa Cora tidak mudah untuk jatuh cinta dan Cora tidak akan mau menikah tanpa perasaan cinta, tetapi kenyataan yang ada di hadapan mereka saat ini berhasil membuat mereka semua terkejut setengah mati.

"So . . . who is the lucky guy? apa aku kenal sama Anthony ini?" Aurel yang paling waras diantara semua sahabatnya mengalihkan pembicaraan mereka, ia mencoba menyelamatkan Cora yang sudah menjadi bahan lelucon sahabat-sahabatnya itu.

"Ya sesuai dengan yang tertulis disitu, namanya Anthony eul Collin." Cora mengendikkan bahu tak acuh.

"Iya itu namanya . . . aku juga bisa baca sendiri, di situ tertulis dengan jelas namanya. Yang aku tanyain itu pekerjaannya apa? kamu udah berapa lama berhubungan sama dia? kenalan dimana? yang aku tanyain tuh kisah kalian berdua dan gimana akhirnya bisa sampai mau nikah gini? Kenapa kamu nggak pernah kenalin dia sama kita-kita? takut. . . kalau salah satu dari kita bakal kecantol sama calon suamimu itu?" Aurel menatap tajam ke arah Cora, ia meminta penjelasan pada Cora. Selama ini mereka tidak pernah merahasiakan tentang pasangan mereka, mereka selalu berbagi tentang apapun itu, selalu bersama dalam suka dan duka, kali ini Aurel merasa Cora sudah tidak menganggap mereka sebagai sahabatnya lagi.

"Aku nggak tahu Aurel . . . aku nggak tahu kerjanya di mana . . . jangankan pekerjaannya, hobinya,makanan yang disukai atau apapun tentang dia, aku sama sekali nggak tahu. Yang aku tahu, dia itu keturunan Inggris-Manado, nomer ponsel dan namanya aja."

Cora menarik nafas panjang dan menghelanya, ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal saat mendengarkan bertubi-tubi pertanyaan yang dilayangkan oleh Aurel padanya, pertanyaan yang tidak bisa dengan mudah dijawab olehnya.

"Maksudnya? oohh ... jangan bilang ini semua hasil perjodohan?" Dara mengerutkan keningnya, seakan tidak percaya bahwa Cora bisa begitu saja menerima perjodohan yang selama ini ditentangnya secara mati- matian. Cora mengangguk pelan menjawab pertanyaan sahabatnya.

"Hallooo . . . Cora . . . PLEASE WAKE UP!" Lisa mengguncang- guncangkan bahu Cora, seakan saat ini Cora sedang tertidur pulas dan perlu untuk dibangunkan, "Nikah itu untuk seumur hidup, bukan cuma seumur jagung, pernikahan bukan sebuah ikatan yang bisa kamu putusin begitu saja saat kamu sudah mulai bosan dengan pasanganmu." Lisa melanjutkan perkataannya.

"Aku tahu itu . . . aku juga sudah menolak mentah-mentah pernikahan ini, tapi mamaku . . . aku nggak bisa dan nggak tahu gimana lagi caranya untuk menolak pernikahan ini." Cora menundukkan kepalanya, ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

"Kamu yakin buat jalanin pernikahan ini? kalau nggak yakin kita semua bisa culik kamu saat pernikahan nanti." Dara menyengir lebar. Dara selalu menjadi orang yang tidak peka dengan perasaan seseorang yang sedang gelisah dan sedih.

"Dasar Dara yang nggak peka, manusia tanpa perasaan, nggak lihat temen kita lagi sedih begitu, masih aja kamu becandain!" Aurel menjitak kening Dara dengan pelan, Dara mengusap-usap keningnya yang tidak sakit, ia mengerucutkan bibirnya.

"Cora . . . hmmm . . . aku mungkin nggak bisa bantu banyak dalam masalah kamu ini, tapi kamu jangan pernah ngerasa sendirian ya. . . kita akan selalu ada buat ngedukung kamu. Apapun keputusan kamu kita akan selalu dukung dan berharap itu yang terbaik buat kamu. Kita semua akan selalu ada buat kamu dan kalau memang kamu butuh diculik, aku bisa bantuin nyusun rencananya." Aurel menyengir lebar kepada Cora, ia mengusap punggung Cora yang terlihat bergetar, ia tahu bahwa sahabatnya itu sangat sedih dan terpukul saat ini.

"Menurut feeling aku. . . lelaki ini bakal buat kamu tahu gimana rasanya jatuh cinta." Lisa menatap genit kearah Cora.

"Dasar mbah dukun!" Cora tersenyum dan memukul lengan Lisa dengan pelan.

"Gitu dong senyum, jangan murung mulu." Aurel menarik tubuh Cora kedalam pelukannya, mereka semua berpelukkan ala teletubies.

"Jadi gimana wajahnya si Anthony ini? mirip Brad Pitt atau Tom Cruise? mereka kan tipe suami idaman kamu dari masa SMA dulu?" Dara terlihat antusias.

"Wajahnya ganteng, tapi dia bermuka dua. Dia punya kepribadian ganda." jawaban Cora membuat semua sahabatnya itu mengerutkan kening mereka, "Sebentar lagi kalian semua juga bakal ketemu sama dia, kalau salah satu dari kalian ada yang minat sama lelaki ini dengan senang hati dan lapang dada akan aku berikan dia kepada kalian." Cora melanjutkan perkataannya. Ia terkekeh pelan melihat para sahabatnya yang menggeleng-gelengkan kepala mereka secara bersamaan.

"Kalau ganteng aku sih minat, tapi suamiku mau di kemanain ya?" Lisa memutarkan kedua bola matanya, ia tampak berpikir sejenak.

"Aku kasih tau Alex loh kalau kamu mau cari suami baru." Aurel menaikkan sebelah alisnya, ia menatap tajam kearah Lisa, membuat wanita itu bergendik ngeri.

"Gila. . . jangan. . . aku bisa langsung diceraiin nanti." Lisa terlihat panik. Aurel adalah satu-satunya wanita yang akan melakukan perkataannya, perkataan yang keluar dari mulut Aurel tidak boleh dianggap sepele, jika ia sudah mengatakan demikian, ia akan langsung melakukan ucapannya tersebut.

"Mulutmu harimaumu. . . ha-ha-ha..." Aurel terkekeh geli. Mereka semua tertawa geli melihat wajah Lisa yang terlihat panik dan memohon pada Aurel agar tidak memberitahukan suaminya apa yang barusan dikatakannya.

...***...

🌷🌷🌷

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!