"Setiap sore, aku pasti meluangkan waktu untuk duduk di sini. Hanya sekedar ingin melihat Irfan Arafka Wafdan, lewat ..."
Zaskia menghela napas, bukan hanya untuk pertama kalinya ia menyadari kalau perbuatannya itu sebagai suatu hal yang sia-sia, dan buang-buang waktu percuma, atau apa pun istilah yang lainnya. Tapi, di atas semua hal yang sudah disadarinya itu, nyatanya ia tak dapat menghentikan keistiqamahan yang sudah dilakoninya sejak lama tersebut. Sepertinya hal itu sudah menjadi
Panggilan kewajiban yang tak bisa dilalaikan. Selayaknya sholat lima waktu.
Walaupun ia melakoni semuanya karena berharap bisa melihat satu nama. Tapi, ketika pemilik nama yang sudah disukainya diam-diam tersebut melintas, ia justru tak kuasa untuk mendongak menatap wajah tampannya. Gadis itu hanya mampu tundukkan wajah, dan sekilas melirik dengan ujung mata. Itupun dihalangi oleh hijab yang selalu setia menghiasi kecantikannya.
"Ehemm. Belum lewat ya." Tiba-tiba terdengar suara tanya dengan nada menggoda, yang membuyarkan segenap lamuna Zaskia.
"Mbak Nabila." Zaskia jadi terlihat gugup saat melihat siapa yang menghampirinya dan yang sudah memergokinya. "Si-siapa yang belum lewat, Mbak?"
"Yang sedang ditunggu oleh Ning Zaskia," sahut Nabila sambil tersenyum lembut.
"Eh." Zaskia langsung menunduk dengan wajah yang bersemu merah karena merasa malu.
Tak dapat ia ingat, ini adalah sore yang keberapa, ia melakoni semua rutinitas penantian diam-diamnya itu. Mungkin sudah hampir sebulan lamanya, tepatnya ketika asrama kulliyatul muallimin sementara dipindahkan pada kawasan studio alam Al-Badar--sebuah grup shalawat milik pesantren Al-Hasyimi, yang semua personilnya adalah santri--menyusul semakin banyaknya pelajar KM yang berdatangan dari berbagai daerah, Membuat wisma untuk para pelajar yang memang sudah tersedia tidak lagi dapat menampung jumlah pelajar yang kian membludak.
Maka, bangunan wisma KM itu pun direnovasi, serta menambah beberapa bangunan baru. Untuk siswi KM tingkat tiga, sementara mereka menempati tiga wisma di samping aula yang ada di kawasan studio alam Al-Badar itu. Maka di sanalah, mereka dapat melihat atau pun bertemu dengan beberapa personil Al-Badar. Termasuk Irfan Arafka Wafdan, nama yang disebut oleh Zaskia barusan.
Mungkin sudah cukup lama Nabila memerhatikan rutinitas Zaskia di tiap sore, hingga ia paham, apa yang sebenarnya sedang ditunggu oleh putri Kyai Fadholi--pengasuh Al-Hasyimi cabang--itu.
"Sa-saya gak lagi nunggu siapa kok, Mbak. Hanya itu, hanya menikmati pemandangan langit sore saja," kilah Zaskia. Gadis yang telah terdidik santun sejak kecil, karena terlahir dari kalangan keluarga Kyai itu, pasti juga terdidik untuk selalu berkata jujur. Sehingga saat kebohongan yang keluar dari lisannya, ia terlihat gugup, dan bahasa tubuhnya juga tampak tak nyaman.
Nabila tersenyum. "Kami sudah tau kok, Ning," ujarnya lembut.
"Ka-kami? Maksud mbak itu siapa saja?" Zaskia bertanya dengan raut wajah sedikit panik.
"Saya, Davina dan Madina."
"Oh." Zaskia langsung tertunduk. Wajahnya yang cantik dan memilik pipi ranum yang bersemu merah itu, kini terlihat kian merah seperti diberi pewarna. Ia malu, dan merasa sangat malu, ketika rahasia hati yang selama ini sangat ia jaga, ternyata diketahui oleh Nabila. Dan tak hanya Nabila, tapi juga dua orang temannya yang lain. Kanza Davina dan Madina Shafa.
"Jatuh cinta itu bukan dosa kok, Ning, tidak perlu merasa malu," kata Nabila lembut. Ia paham apa yang sedang dirasakan oleh putri kyai Fadholi itu.
"Iya, Mbak. Tapi ..." Zaskia sejenak terdiam dan menarik napasnya dalam-dalam. "Selama ini saya berusaha untuk menutup rapi apa yang saya rasa. Saya gak ingin ada orang lain yang tau, walau pun ini bukan aib. Tapi ..." kembali gadis cantik itu menghela napasnya. "Apa sangat terlihat ya, Mbak?"
"Tidak. Kami mengerti semua ini karena sekitar dua hari yang lalu, kami melihat dan mendengar sendiri saat kau bersujud dan berdoa untuk Arafka. Kami pikir, kau tidak akan sampai begini, kalau bukan karena ada rasa yang istimewa di hatimu untuknya," terang Nabila menguraikan apa yang menjadi ihwal penilaiannya.
"Ya Allah, saya jadi malu, Mbak." Zaskia sampai menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Gak papa kok, Ning. Gak ada yang salah dengan apa yang kau rasa," ujar Nabila sambil tersenyum.
"Iya, Mbak." Zaskia kembali menghela napas, dan sepasang matanya jadi berkaca-kaca saat bicara. "Bila saya merasa dada saya sesak, karena perasaan yang memuncak, saya hanya bisa mengadu pada Allah. Karena hanya Allah yang berkuasa untuk bisa menjadikan perasaan saya ini tetap lestari, atau harus saya bunuh mati."
"MasyaAllah." Nabila sampai mengusap-usap pundak gadis cantik itu lembut. Ia merasa terharu atas keluhuran budi Zaskia Arifa atas rasa yang ia punya.
"Saya gak tau, mulai kapan saya suka pada mas Rafka. Mungkin sudah dari awal, tapi saya gak sadar. Saya hanya tahu, kalau perasaan saya makin menguat dan meningkat setiap waktu." Akhirnya untuk pertama kalinya, Zaskia mengurai rasa kasih yang lama terpendam itu dalam sebentuk ungkapan pada orang lain. Tak sebagaimana selama ini, yang hanya bisa ia ceritakan pada dirinya saja serta tuhannya.
"Saya dengar kabar, kalau mas Rafka itu punya masa lalu yang hitam. Tapi, semua itu tak mengurangi perasaan saya sedikitpun. Bahkan saya sering bermimpi kalau dia akan menjadi imam saya. Namun, keinginan saya ini pasti ditentang oleh keluarga saya. Karena saya tau, sosok seperti apa yang diinginkan aba sebagai imam saya, sangat jauh dari kriteria mas Rafka. Ya Allah, Mbak. Saya kok jadi sejauh ini ya ngomongnya." Zaskia mengusap air mata dengan rasa malu yang menyelimuti dada karena sudah terlalu banyak bicara.
"Gak papa, Ning. Setiap orang yang mencintai, pasti punya mimpi," kata Nabila.
"Ah gak, Mbak. Saya gak ingin terlalu terbawa perasaan yang kemudian berubah jadi ambisi dan lalu melawan takdir. Saya hanya akan tetap meminta Allah ridho, jika tidak, semoga saya sabar dan mampu mengikhlaskan."
"Amiin Ya Rabb." Sekali lagi Nabila menepuk pundak Zaskia. "Kau sungguh sangat luhur budi, Ning," pujinya pada gadis yang berusia lebih muda setahun darinya itu.
"Rapat Bes untuk besok, bisa dimajukan nanti malam, tidak?" Terdengar pertanyaan ke arah keduanya. Yang membuat mereka serempak menoleh. "Eh ada apa ini? Ning Zaskia kok menangis?" Gadis berparas ayu yang senantiasa menghias wajahnya dengan pasmina itu bertanya heran.
"Gak papa, Mbak Madina. Ini hanya habis kelilipan saja, saya," canda Zaskia sambil tertawa renyah. Sementara Madina sudah bertukar pandang dengan Nabila.
"Saya siap kok kalau rapatnya mau dimajukan," kata Zaskia.
"Aku juga patuh," ucap Nabila.
"Gak ada jadwal teleponan sama ustadz Widad?" goda Zaskia sambil senyum-senyum pada Nabila.
"Ah gak." Nabila jadi sedikit tersipu digoda demikian.
"Berarti tinggal Davina ya. Apa ada yang lihat dia di mana?"
"Di musholla," jawab Zaskia dan Nabila bersamaan. Madina jadi tersenyum dengan kekompakan keduanya itu.
"Dia banyak melamun dari tadi. Apa ada masalah ya Din? Tapi waktu aku tanya dia bilang gak papa," terang Nabila.
"Aku temui dia dulu ya," pamit Madina dan segera berlalu dari hadapan Nabila dan Ning Zaskia.
Madina Shafa. Kanza Davina, Nabila Alia dan Zaskia Arifa, mereka adalah bintang kelas Kulliyatul Muallimin atau KM. Keluarga besar pesantren Al-Hasyimi pasti mayoritas mengenal nama-nama ini, karena prestasi akademik yang sudah mereka torehkan selama ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
masih ?..
2023-01-02
0
Mamah Raihan
masih bingung sama alurnya . cuma suka sama bahasa kak naj jadilah mampir terus
2022-12-06
0
Yeni Eka
Nah, Cerita begini aku suka nih. insyaallah klo waktunya luang akan selalu ikutin sampai tamat. Semangat buat otornya.
2022-12-06
0