Makin lama aku semakin gelisah dan tak dapat memejamkan mata. Aku terngiang-ngiang teriakan pedih ketika pria yang memegang pedang itu tersungkur sambil memegang bagian dadanya yang terkena sabetan belati. Sementara itu suara seperti rintihan orang kesakitan, terdengar sayup-sayup dan membuatku merasa akan gila.
Aku juga merasa merinding, sampai-sampai seluruh tubuhku terasa dingin, ketika membayangkan mata berwarna hijau yang menghiasi wajah dingin sepucat mayat, yang menatapku tak berkedip - kala itu. Aku tak menyadari bahwa diam-diam tulang-tulang ku seperti meretek membayang wajah tampan namun juga membawa kesan ngeri itu.
Ada dua jam lebih aku hanya bolak-balik memutar badan kekiri dan kekanan, namun tak jua rasa kantuk itu datang menghampiri. Dengan mengeraskan hati, aku menyambar satu tongkat pentungan, lalu mengendap-endap pergi ke ruang belakang, tempat dimana ada pintu yang menuju ke gudang penyimpanan di halaman sempit kami.
Sreet ! suara pintu gudang berderit ketika aku membukanya - karena tak kuasa menahan rasa penasaran setelah semua benak ku terganggu dengan rintihan pedih orang seperti kesakitan.
"Siapa di dalam?" tanya ku keras-keras, sengaja membangkitkan keberanianku yang hampir runtuh, namun masih kalah dengan rasa ingin tahu yang besar.
Bum ! aku menghentakkan pentungan itu ke tembok gudang yang tua dan mulai dimakan waktu.
"Jawab aku atau pentungan ini akan membabi buta menghajar kamu dalam kegelapan" keberanianku semakin meningkat setelah aku tak mendengar suara balasan.
Ketika aku baru saja akan pergi meninggalkan gudang dengan hati lega - setelah menyangka tidak ada apa-apa seperti suara-suara aneh di benakku, tanpa sengaja kakiku tersandung sesuatu yang empuk namun hangat.
"Aw !" pekikku keras ketika jatuh dalam posisi tengkurap sementara lentera yang ku bawa ikut terjatuh dengan posisi berdiri yang langsung menerangi pemandangan di bagian bawah lantai tanah itu.
Aku hampir menjerit sekeras-kerasnya ketika melihat satu wajah pucat, dengan pandangan sayu menatapku sambil memberi kode agar jangan menimbulkan suara ribut.
"Tuan Shaakir El-Bacchus?
Apa yang anda lakukan di gudang buruk ini?" tanya ku tak dapat menahan rasa terkejut.
Dengan suara yang terbata-bata, Shaakir El-Bacchus berkata,
"Tolong biarkan aku memulihkan lukaku disini. Ada aura aneh yang keluar dari rumahmu, sehingga menyamarkan keberadaanku dari mahluk-mahluk itu" katanya pelan.
"A-aku tak mengerti. Dapatkah anda menjelaskan apa maksud kata-kata anda tadi?" tanyaku bingung.
"Besok aku akan menceritakan semuanya. Ya besok ketika matahari telah muncul.
Makhluk terkutuk itu tidak dapat kemana-mana ketika matahari telah menampakkan wajahnya" jawab Tuan Shaakir pelan.
"Sekarang dapatkah kamu membantu ku membebat luka sabetan belati ini?" tanya Tuan Shaakir sambil menunjukkan dadanya yang penuh warna merah darah.
Pelan-pelan otakku mulai bergerak dan aku sedikit memahami. Tuan Shaakir adalah sosok yang bertempur di lorong buntu itu, dan dia menyembunyikan diri dari dua makhluk yang ku sangka dracula tadi.
"Baik.. mohon anda menunggu sebentar. Aku akan memanaskan air lalu membersihkan luka anda dan membebatnya" kata ku cepat, sambil bergegas ke dapur.
Beruntung sekali di dapur kami, tungku masih meninggalkan ssa bara api dan persediaan kayu kami masih banyak. Aku menjerang air sambil berulang kali berpikir keras, apakah yang dimaksud Tuan Shaakir bahwa ada aura terselubung di rumah kami, yang menyamarkan dia dari pemindaian makhluk sejenis dracula tadi? Pikiran ku seketika berjalan kemana-mana dan mencoba mengaitkan satu demi satu rangkaian kejadian pertempuran dan kata-kata Tuan Shaakir.
Meski telah berusaha keras untuk menyambung dan menemukan garis merah atas kata-kata Tuan Shaakir, bukannya menemui jawaban atas pertanyaan itu, malahan kepala ku menjadi sakit karena tidak dapat memberi jawaban yang tepat atas rangkaian kejadian ini.
Lamunanku terhenti ketika air mendidih diatas tungku terdengar menjerit dari ceret yang aku pakai untuk menjerang air. Dengan tergopoh-gopoh aku membawa seember air panas dan segulung kain yang lalu kupakai membersihkan luka di dada kapten itu.
Selepas aku membersihkan luka belati itu, tiba-tiba Tuan Shaakir menyodorkan satu botol kecil minuman alkohol dan memintaku menyiram luka itu.
"A-apakah anda yakin?" tanya ku.
Sambil menggigit segulung kain yang kubawa, Tuan Shaakir berkata bahwa aku dapat menyiram lukanya sekarang juga. Aku berusaha untuk tidak geli ketika melihat minuman itu mengalir di luka menganga dan Tuan Shakir wajahnya berubah menjadi putih seputih kertas.
Selanjutnya aku menganga dengan mulut terbuka ketika melihat Tuan Shaakir menjahit luka di dadanya menggunakan jarum dan benang khusus yang dia sediakan di tas kecil yang selalu menyertainya.
Ayam telah berkokok ketika pada akhirnya semua prosesi mulai dari membersihkan luka hingga membebat luka agar tidak terjadi pendarahan berlebihan, kini selesai.
Tuan Shaakir terlihat tertidur pulas, sementara aku masih mencoba untuk meredam rasa gemetar dan badan-badanku yang terasa seperti akan remuk karena sejak tadi bekerja keras membantu pria bernama Shaakir El-Bacchus.
Karena Tuan Shaakir masih belum juga terbangun, dan sesuai dengan rencanaku, pagi itu aku bersiap-siap untuk pergi ke pasar kota, untuk mencari belati yang telah lama aku inginkan.
******
Aku sibuk memilih-milih karena semua belati yang ku sangka dapat kubeli dengan sepuluh koin tembaga, pada kenyataannya belati yang digunakan petarung memiliki harga yang jauh diatas sepuluh koin tembaga.
"Setidak nya kamu membutuhkan dua koin perak, bahkan untuk belati tempur yang paling buruk" kata pria berkumis dengan badan berotot tebal sekitar aku memberitahu kalau simpananku hanya sepuluh koin tembaga.
Dengan wajah lesu aku berjalan berputar-putar di dalam pasar, dengan tujuan hanya melihat-lihat tanpa membeli. Tanpa aku sadari, kaki ku telah membawaku jauh di bagian paling dalam di Pasar Kota Scorpio, yang meskipun memiliki banyak tenda dan bangunan toko tua, namun kebanyakan terlihat sepi dan kosong.
Baru saja aku akan beranjak meninggalkan area paling dalam dari Pasar Scorpio itu, mendadak satu suara terdengar keras membuyarkan lamunanku.
"Telah melangkah dalam-dalam hingga ke bagian terlupakan ini, mengapa tidak kamu memintaku untuk meramal nasibmu?"
Itu adalah seorang perempuan berusia tidak terlalu tua dan juga tidak terlalu muda - aku kesulitan menebak usia nya. Perempuan itu memiliki rambut hitam panjang bergelombang, dan mengenakan penutup rambut seperti bandana penuh corak.
Anting-anting besar menghiasi telinganya, dengan baju bertumpuk dan rok kembang-kembang besar dan lebar, membuat wajah kecoklatan dan hidup betet itu membuat ku ngeri.
"Pengembara Peramal Nasib" desisku mencoba untuk pergi.
"Aku melihat ada awan hitam yang menutupi wajah kuning langsatmu..
Aku juga melihat ada kutukan bawaan yang berjalan di sekitarmu. Tidakkah kamu ingin di ramal masa depanmu?" kata perempuan Kembara Peramal Nasib itu.
Kaki-kakiku seperti tak dapat berkompromi, ketika kata hatiku berbicara untuk pergi jauh-jauh, namun kaki ku melangkah mendekat peramal itu dan langsung duduk pasrah meminta untuk di terawang.
Bersambung.
Jika kamu suka cerita ini, dukung author dengan memberi like dan subscribe novel ini untuk pemberitahuan update nya. Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Hafizhusna01
lanjut
2023-02-20
1
Hafizhusna01
makin seru
2023-02-20
1
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐
pancingan yang luar biasa 😅
2023-02-16
1