Langit belum lagi gelap, dan semburat warna jingga masih terlihat nyata di ufuk barat. Namun sejak awal-awal hari, aku telah merapikan diriku dan mandi. Kini aku mulai mematut-matut diri di depan cermin. Kota Scorpio kami adalah di tepi pantai, sehingga hawa panas dari laut cenderung lembab dan membuat siapapun menjadi aktif berkeringat, sehingga aku memilih untuk mandi sesering mungkin demi menghindari tubuh dari aroma tak sedap.
Aku membongkar peti pakaian peninggalan ibuku, mencari-cari pakaian yang pantas dikenakan ketika menyanyi di Bar LearoQ malam nanti. Aku merenggut kesal, telah setengah jam lamanya aku membongkar isi peti itu, namun tidak ada satupun yang kurasa pantas untuk dikenakan sebagai pengisi acara di LearoQ malam nanti.
Semua pakaian ibuku pada kenyataannya adalah gaun yang berpotongan sederhana, tidak seksi dan tidak berkesan mewah. Namun Aku tahu, meskipun hidup didalam kesempitan, tapi setidaknya seseorang itu pasti memiliki satu atau dua potong pakaian yang pantas dikenakan ketika dia menghadiri suatu pesta bukan?
Pada akhirnya setelah menimbang-nimbang berkali-kali, pilihanku jatuh pada satu baju potongan Cheongsam, dengan garis memanjang membelah paha yang akan mempertontonkan kaki jenjang ku.
Ibuku bernama Christiana Bartolotta memang seorang gadis ras Venula dari Negeri Dorado ini. Seperti orang-orang dari ras ini, dia memiliki penampilan fisik dengan memilik rambut berwarna seperti emas, lengkap dengan bola mata yang berwarna biru seterang langit.
Namun pada masa mudanya ibuku jatuh cinta pada ayahku seorang pria muda dari Negri musuh Dorado yaitu Negri Hydra. Ayah adalah seorang pria tampan berambut hitam lurus seperti warna jelaga, yang memiliki kulit kuning dengan bola mata sekelam malam dengan mata setajam mata burung rajawali ciri khas orang Hydra.
Ya ayahku seseorang pria dari ras atau suku Han - satu-satu nya ras yang memiliki penampilan berbeda di Benua Casiopea kami. Banyak orang yang tidak suka dengan Orang Han dari Negeri Hydra itu. Kabar angin berhembus dengan kencang yang memberi tahu kalau orang Han adalah keturunan penyihir.
Mereka konon adalah ahli-ahli dalam ilmu nujum dan jampi-jampi. Itulah sebabnya Negri Aquila meskipun membenci Negri Hydra, namun mereka tidak pernah secara terang-terangan mengajak Negeri itu di dalam peperangan langsung. Sihir dengan peperangan adalah kombinasi yang mengerikan di masa ini.
Dengan perpaduan antara keunikan wajah tampan ayah dan kecantikan ibuku, aku memiliki kulit halus seperti bayi yang berwarna kuning bersih, berambut hitam lurus seperti orang ras Han pada umumnya, namun mata dan tinggi badanku mengikuti garis keturunan ras Venula. Mataku terlihat meruncing seperti mata elang, layaknya mata orang-orang Han, namun memiliki mata berwarna terang seperti warna biru langit.
Dengan penampilan campuranku ini, bisik-bisik di antara tetangga - sering kudengar di waktu aku kecil, mata tajam dan rambut hitam ku ini adalah petunjuk bahwa aku bakal menjadi seorang penyihir.
Namun aku tidak pernah mengindahkan omong kosong semacam itu. Jika saja aku memiliki kekuatan sihir, bukankah aku telah menjadi seorang Knight atau Perwira Militer dan hidup terhormat? Mengapa aku mesti hidup kesusahan dan berharap dari belas kasihan Adele yang berprofesi sebagai penjaja cinta itu? Ah.. semua hanya omong kosong !
******
Di depan cermin itu aku hampir tidak mengenali siapa diri ku ketika mengenakan gaun Cheongsam miliki ibu. Memang sedikit longgar, akan tetapi siapa yang akan memperhatikan? Tatapan pria-pria hidung belang itu pasti tertuju pada kaki jenjangku yang terlihat kontras dengan warna gaun cheongsam ini.
(Gaun Cheongsam adalah pakaian khas orang Han. Dan sebagai istri seorang pria suku Han, ibuku wajib memiliki gaun ini, ketika upacara minum teh ketika dia menikah dulu).
Aku memilih pewarna bibir yang terlihat paling natural, dan masih sedikit memberi kesan sebagai perempuan baik-baik, ketika nanti bernyanyi di LearoQ. Well.. meskipun telah membongkar semua koleksi pewarna bibir milik Adele yang memiliki warna terlalu dramatis ciri khas perempuan malam, pada akhirnya aku memutuskan untuk memilih satu warna yang paling tidak mencolok diantara semua warna mencolok, sambil berdoa semoga aku tidak terlihat seperti pelacur.
Aku berjalan di sepanjang jalan yang hanya diterangi dengan lampu-lampu dinding menuju ke LearoQ. Ketika berpapasan dengan beberapa perempuan, ibu-ibu rumah tangga yang gemar bergunjing itu, buru-buru aku menundukkan muka agar tidak dikenali perempuan-perempuan itu.
"Apakah dia pelacur baru di LearoQ" suara perempuan yang satunya demikian keras diucapkan sambil mencolek lengan kawannya.
"Kasihan... masih demikian muda namun memilih jalan pintas dengan menjalani kehidupan menjadi wanita bayaran"
Langkah kakiku makin kupercepat sambil memaki didalam hati.
"Sialan ...Selop tinggi Adele ini sungguh menyulitkanku untuk cepat menghilang dari hadapan dua perempuan pemuja gosip itu"
Aku memilih lebih baik aku menghindar sebelum darahku naik ke ubun-ubun dan menantang dua penggunjing itu di dalam perang mulut.
Brak !
Aku membanting pintu LearoQ keras-keras karena masih jengkel dengan gunjingan dua perempuan yang kutemui tadi.
"Lihatlah siapa gadis cantik ini.." Tuan Uwais Jardin memuji penampilanku. Tangannya terbuka lebar dan memelukku seperti seorang paman kepada ponakannya. Aku membalas kehangatan dan keramahan pria itu.
Sementara itu, aku yang sedang tersipu malu dengan pujian Tuan Uwais, tak menyadari tatapan cemburu dari beberapa pelacur tua yang telah menjadi anak buah Tuan Uwais sejak belasan tahun. Catherine misalnya. Perempuan usia 34 tahun itu dengan cemberut mencela rambutku yang menurutnya terlalu hitam sehingga terlihat seperti seorang penyihir.
"Seharusnya kau merubah warna rambutmu agar menjadi berkilau seperti warna rambut orang Dorado.
Rambut hitam mu itu membuatmu sedikit mirip seorang ahli nujum" kata Catherine mencibir. Catherine lantas menyibak rambut emasnya yang bergelombang alami dan berbau harum semacam dupa perangsang.
Adele membelaku sambil memberi pemulas mata berwarna gelap sehingga makin membuat wajahku terlihat dramatis.
"Ah... sudahlah Catherine. Kau hanya cemburu dengan kemudaan dan kecantikan Lea. Lea tidak ingin bersaing untuk menjadi gadis Learoq seperti kita. Dia hanya datang untuk bernyanyi malam ini. Kau sendiri tahu bukan? Tidak seorangpun diantara kita yang memiliki bakat bernyanyi" Adele merapikan pewarna mataku. Aku menjadi ngeri melihat mataku yang terlihat seperti perempuan dracula - kisah ini ku dengar dari cerita-cerita orang tua tentang Vampire.
Adele melanjutkan menyisir rambut hitamku yang jatuh menjuntai, demikian lurus seperti air terjun yang jatuh ke sungai. Katanya..
"Lagipula usia Lea amatlah muda dan dia tidak ingin bersaing untuk merebut pelanggan mu" cela Adele yang kini memberikan semacam bulu-bulu angsa panjang berwarna hitam, untuk mempertegas penampilanku.
Aku memperhatikan penampilan ku yang kini semakin mengerikan. Aku yakin.. begitu melihat diriku nanti, pemabuk-pemabuk itu pasti menyangka ku seorang pelacur muda.
"Tolonglah Adele hentikan tanganmu yang terus mewarnai mataku" kataku menepis tangan Adela lalu berjalan ke arah panggung kecil.
Dua orang pemusik yaitu Paman Alain Vaganay seorang pemain gramophone dan Owen Plantier seorang pria muda usia 25 tahun pemain biola mulai memainkan musik ketika aku berbisik sebuah judul lagu.
"Musim Gugur di Negeri Impian. Tolong mainkan dalam nada C minor" kataku.
Gesekan dawai biola dengan terampil di mainkan Owen Plantier. Paman Alain lantas menimpali suara dawai biola dengan irama menyayat hati yang kemudian diikuti suara merduku sehingga membuat lagu ini terdengar begitu pilu dan menyayat hati.
Aku mengulangi menyanyikan lagu Musim Gugur di Negeri Impian sebanyak tiga kali dengan sangat mendalami. Mataku terpejam selama aku bernyanyi - benar-benar menghayati sambil membayangkan musim gugur di negeri nun jauh sana, dan membayangkan tengah bercinta dengan seorang pangeran tampan yang akan memboyong keluar dari kemiskinan ini.
Ketika aku selesai dengan satu lagu ini, aku terkejut ketika melihat telah banyak sekali orang berkumpul dan menonton penampilanku. Suara tepuk tangan terdengar mengelu-elukan ku, smentara botol-botol minuman anggur dan whiski mengalir dari gudang penyimpanan, para tamu bar mulai larut dalam suasana gembira.
"Ketika Pesta Panen dimulai" kata ku kepada pemusik untuk memainkan lagu berikutnya. Owen Plantier mengedipkan mata padaku, seolah memberi tanda agar mengikuti nya malam nanti. Aku hanya tersenyum seperti anak kucing - pura-pura malu namun sebenarnya suka dengan pria tampan itu.
Bersambung.
Jika kamu suka cerita ini, dukung author dengan memberi like dan subscribe novel ini untuk pemberitahuan update nya. Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Hafizhusna01
lanjut
2023-02-20
1
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐
Angan-angan alami remaja wanita 😅
2023-02-16
1
Lafiza
Hai, Bang. Aku mampir. ☺️
Jadi penasaran bagaimana Lea bisa sampai terlibat dalam peperangan antar ras...
2023-01-27
1