Deru suara mobil melesat menuju sebuah Bandara XX. Mobil sport dengan warna merah mengkilat ini mengundang decak kagum siapa pun yang melihatnya. Terlebih, ketika seorang pria berbadan tinggi besar dengan setelan jas hitam rapih turun dari mobil itu. Pria itu tampak gagah dan terlihat sangat tampan. Iya, dia lah David Erlangga, cucu dari pemilik grup perusahaan ternama dan terbesar Negara S, Erlangga Grup.
Dengan langkah tegap dan penuh keyakinan, David mulai memasuki bandara itu. Pandangan matanya di arahkan ke segala penjuru untuk mencari sosok laki-laki yang belum lama ini meneleponnya. Laki-laki yang sedang dicarinya itu, tak lain adalah Paman David, Handika Erlangga.
Handika Erlangga merupakan putra kedua keluarga Erlangga, putra dari almarhum Tomi Erlangga. Namun, kini Handika telah menjadi putra satu-satunya dari keluarga itu setelah putra pertamanya Haris Erlangga yang merupakan ayah David meninggal bersama istrinya dalam kecelakaan pesawat terbang.
Seperti yang telah diceritakan sebelumnya bahwa setelah kedua orang tua David meninggal. David dirawat oleh pamannya, Handika Erlangga dan istrinya Diana Safira Wijayanto Erlangga.
Mereka diminta sang Nenek untuk mengasuh David bukan tanpa alasan. Selain karena David memiliki darah yang sama dengan mereka, itu juga karena sang Nenek berharap kehadiran David bisa menjadi pancingan bagi anak kedua mereka untuk memiliki keturunan. Namun, hal itu tidaklah pernah terjadi karena hingga usia David menginjak 29 tahun, mereka masih belum juga dikaruniai seorang anak.
“David, kau baru datang?” tanya seorang laki-laki paruh baya dengan wajah yang tak kalah tampan dari David, meski usianya kini bisa dibilang tidak muda lagi.
“Iya, Paman, tadi ada sedikit masalah di jalan,” jawab David.
“Mobil siapa yang kau pakai ini? Sepertinya Paman belum pernah melihatnya? Apa kau membeli mobil baru lagi?" tanya Handika.
“Ini mobil..," belum sempat David menjelaskan ucapannya langsung terpotong.
“Tuan, maaf, pesawat jet pribadi milik Nyonya Besar sudah sampai,” sahut seorang laki-laki yang usianya hampir sama dengan Handika.
“Bersiaplah, Nenekmu sudah datang,” ucap Handika sambil merapikan kembali pakaian yang sebenarnya sudah rapi.
Dua lelaki itu lalu melangkah secara bersamaan saat memasuki area bandara yang menjadi tempat persinggahan pesawat jet pribadi milik Nyonya Besar. Langkah mereka berdua mampu menyita perhatian para pengunjung bandara yang terkesima dengan aura karismatik yang dimiliki oleh kedua orang itu.
Kedua sosok ternama itu selalu menjadi bahan pemberitaan, meski mungkin tidak semua orang mampu mengenali wajah keduanya karena memang mereka berdua tidak terlalu suka disorot oleh kamera. Hanya mereka yang terjun di dunia bisnis langsung lah yang dapat mengenali wajah dari kedua sosok ini.
“Oh, David cucuku!" seru seorang wanita tua yang masih tampak cantik di usianya yang hampir menginjak angka delapan puluh.
Wanita itu langsung memeluk David dan menghujani David dengan ciuman di puncak kepala, kening, dan kedua pipi putih David, hingga membuat sang pemilik nampak sangat malu dibuatnya.
“Nenek, hentikan! Jangan perlakukan David seperti itu! David sekarang bukan anak kecil lagi,” pinta David dengan nada yang lembut.
“Hei, diam kau! Bagi Nenek kau tetap cucu kecil Nenek yang paling tampan dan sangat Nenek sayangi,” puji Nenek David. Ia pun kemudian, mengalihkan pandangannya kepada Handika yang kini sedang berdiri di samping David.
“Mama,” sapa Handika seraya memeluk ibunya.
“Bagaimana keadaan Mama? Apa Mama baik-baik saja?” tanya Handika.
“Aku baik-baik saja, kupikir kau sudah tidak peduli lagi dengan Mamamu ini,” sahut Nenek David dengan nada yang sedikit kesal pada putranya.
“Apa maksud Mama? Aku sangat peduli sama Mama,” sahut Handika.
“Benarkah? Kalau kau sangat peduli terhadap Mama? Sekarang Mama tanya seberapa sering kau mengunjungi Mama di sana?” tanya Nenek David dengan nada sinis pada Handika.
Handika tidak bisa mengelak kebenaran dari apa yang disampaikan oleh ibunya itu. Memang benar, selama ini ia hampir tidak pernah mengunjungi ibunya yang sudah beberapa tahun ini tinggal di Negara R.
“Maaf, Ma. Maafkan Han. Han memang anak yang teledor,” ucap Handika.
“Sudahlah, Mama sedang tidak ingin membahas masalah itu,” sahut Nenek David sambil mengangkat kepalanya dan melirik Handika dengan tatapan sinis.
“Sekarang Mama lelah. Mama ingin segera pulang dan beristirahat di rumah,” sahut Nenek David yang kemudian melangkahkan kakinya keluar area bandara.
Langkah sang Nyonya besar itu pun dikuti oleh David dan Handika serta beberapa orang pengawal yang berpakaian hitam dengan tampilan sangat rapi dan elegan, seperti halnya dengan orang yang sedari tadi mereka kawal.
Lalu Nenek David berhenti di halaman depan bandara. Matanya melihat-lihat ke arah sekitar seperti sedang mencari sesuatu.
“Di mana mobil kalian?” tanya Nenek David.
David langsung memberi kode dengan tangannya kepada para pengawal yang sedari tadi berjaga di halaman depan bandara. Tak lama, setelah itu dua buah mobil mewah tampak menghampiri mereka. Yang satu mobil sport berwarna merah mengkilat yang sebelumnya dipakai David, sedang satunya lagi mobil sedan berwarna hitam milik Handika.
“Ya ampun, kalian ini! Yang benar saja. Kalian menyuruhku memakai mobil-mobil seperti itu?” sahut Nenek David tampak meremehkan kedua mobil yang ada di depannya.
“Apa tidak ada mobil lain? Sungguh selera kalian benar-benar kampungan,” Ejek Nenek David menekan kata ‘kampungan’ sambil memandang anak dan cucunya secara bergantian dengan pandangan yang meremehkan.
“Apalagi mobil sport merah ini? Yang benar saja, masa wanita tua seperti aku diminta untuk naik mobil sport seperti itu?" sahut Nenek David sambil menunjuk mobil merah yang sebelumnya dikendarai oleh David.
“Mobil siapa sih ini?” tanya Nenek David memandang David dan Handika yang sedari tadi diam saja mendengarkan caci maki wanita tua itu.
“Itu mobil David, Nek. Eemm, lebih tepatnya mobil yang David pinjam dari Sekretaris Lim,” sahut David ragu membuat Nenek dan Paman David memandangnya secara bersamaan.
“Apa?! Cucu dari pemilik Erlangga Grup meminjam mobil kepada bawahannya? Yang benar saja kau David, SUNGGUH MEMALUKAN. Apa uang yang kau dapatkan dari gaji sebagai seorang CEO terlalu kecil hingga kau bahkan tidak mampu untuk membeli mobil sendiri?” tanya sang Nenek dengan nada tinggi.
“Bukan begitu, Nek. Tadi di jalan, David sempat mengalami kecelakaan ringan yang menyebabkan kaca spion mobil David pecah. Lalu karena kebetulan apartemen Lim yang paling dekat dengan lokasi David saat itu, makanya David meminjam mobil Lim dulu agar bisa menemui Nenek tepat pada waktunya,” ucap David sedikit berbohong, karena ia tahu kalau Neneknya sampai mengetahui perihal gadis gila itu, maka urusannya akan sangat panjang.
“Apa? Cucuku satu-satunya mengalami kecelakaan? Ya, Tuhan!! Kau ini bagaimana Han? Merawat satu keponakanmu saja kau tidak becus. Pantas, hingga saat ini Tuhan masih belum memberikan kau dan istrimu keturunan. Kenapa Kau tidak memberikan cucuku supir pribadi saja? Apa kau memang ingin satu-satunya cucuku ini mati?" sahut Nenek David dengan nada yang begitu menusuk, membuat Handika yang menahan caci makinya sedari tadi hanya mampu mengepalkan kedua tangannya, menahan segala rasa kesal yang sedari tadi berkecamuk dalam dirinya.
“Maaf, Ma. Aku sudah menawarkan berkali-kali kepada David untuk mengenakan jasa supir pribadi. Namun, cucu kesayangan Mamah ini terlalu keras kepala. Ia bilang keberadaan Lim di sampingnya sudah cukup baginya,” jawab Handika sambil memandang David dengan tatapan penuh kekesalan.
“Lalu sekarang di mana Lim?” tanya Nenek David dengan nada tinggi seraya mencari keberadaan Sekretaris Lim.
“Maaf, Nek, Sekretaris Lim sudah David suruh untuk liburan hari ini karena kemarin selama satu minggu, ia sudah banyak David repot kan dengan semua pekerjaan David. Nek, David mohon, tolong jangan salahkan Lim, Paman, atau pun yang lainnya hanya karena sifat keras kepala David,” pinta David.
“Kalau aku tidak memandang jasa kakeknya kepada almarhum suamiku, pasti aku sudah memintamu memecatnya. Berani sekali dia meminta libur pada cucuku di saat kedatanganku,” sahut Nenek David dengan nada angkuhnya.
“Nenek, itu David yang memaksanya?” sahut David.
“Kalau begitu lain kali kau tidak boleh memberikan perintah bodoh itu lagi, ” sahut Nenek David dengan penuh penekanan.
“Sudahlah aku sangat lelah. Aku ingin segera beristirahat, " ucap Nenek David yang kemudian memanggil seorang wanita yang sedari tadi berdiri di belakangnya.
"Mun! "
“Iya, Nyonya besar,” sahut wanita yang usianya hampir sebaya dengan Nenek David.
“Siapkan mobil untukku,” ucapnya kemudian.
"Baik, Nyonya,"
Tidak lama berselang, sebuah mobil sedan mewah berwarna putih nan elegan berhenti tepat di depan mereka. Kemudian, dari dalam mobil itu seorang supir turun dan membukakan pintu mobilnya untuk Nenek David, Sang Nyonya besar. Nenek David pun dengan langkah elegan memasuki mobil itu dan sebelum pintu mobil itu ditutup, ia pun melirik ke arah cucunya.
“David, kau ikut Nenek,” seru Nenek David yang saat itu langsung dituruti oleh David tanpa bantahan sama sekali.
***
Bersambung
Mohon tinggalkan jejak kalian lewat like, vote, dan komennya ya... 💗💗💗
Jangan lupa mampir juga ke karya author lainnya "Cintaku di Kampus Pelangi” (semoga suka)
😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
CERITANYA KEREN, SAYANGNYA KNP HRS PKE NEGARA R, NEGARA S.. KLO MMG CERITA NYA BRPLOT INDONESIA, YAA TULIS AZA DI KOTA JAKARTA, ATAU KOTA SURABAYA.. BANDUNG, ATAU SEMARANG..
2023-08-20
0
Ta..h
nenek edass sultan 😄😄😄
2023-01-29
0
Sanah98
Itu mulut apa cabe 🙄 pedes amat
2021-09-30
3