Aziya membantu Imah membersihkan halaman pesantren yang luas itu, karena semua santriwan dan santriwati sedang belajar jadi Zia hanya bersama dengan Imah saja yang Zia yakin umur mereka tak beda jauh.
"Sapu yang bener jangan bengong mulu, dasar pembantu kurang aj*r" ucap Imah marah marah pada Zia.
Zia hanya menatap pada Imah tak percaya karena baru saja Imah mengatakan kalau Zia pembantu dan hanya bengong saja.
"Sabar Zia, tenang kalau dia mengamuk pesantren ini akan geger" gumam Zia menarik nafasnya guna menahan emosi.
Zia mencabuti rumput liar yang tumbuh di taman, perut Zia berbunyi menandakan Zia sekarang sangat lapar karena bagi Zia dia tak terbiasa makan di waktu siang karena Zia selalu makan di waktu pagi.
"Zia bisa kesini sebentar" tanya Abah Zakaria Bapaknya Adam.
"Ya Abah ada apa" tanya Zia mendekat pada Abah yang sekarang sedang membawa ember.
"Tolong petikan cabai di kebun depan saja, kamu gak keberatan kan kalau kamu keberatan ajak saja Imah" ucap Abah.
"Tidak Abah aku akan petik sendiri saja" ucap Zia dengan langsung menyambar ember di tangan Abah dan langsung pergi dari sana.
Zia menatap pada kebun Cabai itu, sangat becek dan kotor.
"Kalau aku masuk kesana apa aku akan terkena banyak kuman" gumam Zia.
Zia menatap pada Abah yang masih berada di sana menatap Zia dari kejauhan.
"Kenapa Abah masih ada disana" gumam Zia tersenyum pada Abah dari jarak jauh.
Zia masuk kedalam kebun cabai yang becek itu bahkan berkali kali Zia terpeleset karena tanahnya sangat licin.
Zia memetik cabai yang mulai memerah dan yang besar saja, Zia tau sedikit sedikit tentang tanaman jadi Zia tak harus bertanya lagi pada orang.
"Benar kata Mamah, belajar itu sejak kecil jadi saat dewasa ilmu itu akan berguna, tak sia sia aku belajar sejak kecil" gumam Zia mengingat perkataan mamahnya.
Zia mengumpulkan cabai hingga setengah ember, namun saat Zia hendak mengambil cabai yang cukup matang tangan Zia meraih sesuatu yang kenyal dan sangat berbulu.
"Aaaaaaaaa" teriak Zia membuat tubuhnya menjadi tak seimbang dan terpeleset sehingga Zia jatuh ke tanah yang becek.
Tangan, baju, dan Muka Zia sangat kotor dengan tanah, bahkan badan Zia terasa gatal sekali saat ini.
"Ya ampun apa ulat bulu nya masuk ke baju ku, kenapa sangat gatal" gumam Zia mencoba mengaruk garuk punggungnya.
Zia tak sadar padahal yang membuat badannya gatal adalah tangannya sendiri yang tadi sempat memegang Ulat bulu sehingga gatalnya menyebar ke badannya.
"Zia kamu tak apa" tanya Adam menatap Zia.
"Kau tak lihat Gus aku jatuh" ucap Zia.
"Zia kamu membuat satu pesantren bising karena teriakan mu" ucap Adam.
"Oh ya aku rasa aku berteriak sangat pelan tadi" ucap Zia.
"Kamu kenapa" tanya Adam menatap Zia yang sekarang sedang merasa gatal.
"Gak tau badan ku sangat gatal" jawab Zia sambil menggaruk garuk badannya.
"Apa kau memegang ulat bulu" tanya Adam.
"Ahh Ya aku lupa tadi aku memegang ulat bulu, dan aku menggaruk badanku otomatis aku malah menyebar gatalnya pada seluruh badanku" ucap Zia.
"Keluarlah dari sana sini aku bantu" ucap Adam menyalurkan tangannya untuk membantu Zia.
"Maaf kita bukan Muhrim" ucap Zia meledek Adam dan langsung pergi dari sana.
Adam menggaruk kepalanya padahal tak gatal, Adam mengikuti Zia berjalan masuk kembali ke pesantren.
"Aku lupa" gumam Adam tersenyum tipis.
"Neng Zia kunaon eta meni kalotor kitu" (Neng Zia kenapa itu jadi kotor begitu) tanya Umi yang melihat Zia kotor.
"Zia jatuh Umi, badannya gatal bisa Umi obati" tanya Adam yang menjawab.
"Gatal kunaon" tanya Umi.
"Tadi Zia pegang Ulat bulu Umi" jawab Zia.
"Ayo mandi Zia, kalau sudah mandi Umi akan balurkan obat pada tubuhmu" ucap Adam.
"Ya Umi, maaf cabainya hanya dapat sedikit" ucap Zia.
"Gak papa Zia, mandi dulu ya" ucap Umi.
"Ya Umi" ucap Zia yang langsung pergi dari sana dan langsung mandi.
"Ari kamu ker naon didie Adam" tanya Umi menatap pada Adam yang masih berdiri di sana.
"Ya Umi tadi Adam nuju ngajar tapi Zia teriak jadi Santri menyuruh Adam melihat suara itu" ucap Adam.
"Oh sok atuh lanjut ngajar, makanan sudah siap tinggal oseng cabe yang belum" ucap Umi memperlihatkan Cabai yang baru saja di petik oleh Zia barusan.
"Siap Umi" ucap Adam.
Note: bahasanya campur ya sunda dan Indonesia, kalau ada yang gak paham Sunda Mak Othor pake terjemahannya ya.
Karena mak Othor melatarkan tempat pesantren ini adanya di kampung.
Zia sudah selesai mandi namun dia bingung tak ada baju salin untuknya, Baju gamis pemberian Nita pun sudah numpuk di keranjang cucian.
"Aku harus pakai baju apa" gumam Zia menatap pada gaun selutut yang dia bawa.
"Kalau aku tau pesantren itu seperti ini mungkin aku membawa banyak kerudung dan baju Gamis" gumam Zia lagi.
Zia memakai gaun selutut itu karena tak ada lagi baju untuk Zia pakai.
Zia dengan percaya dirinya keluar dari kamarnya dan berjalan menuju rumah Umi Arum ibunya Adam.
Semua mata menatap pada Zia namun Zia tak memperdulikan mereka karena bagi Zia sudah biasa jika Zia memakai gaun selutut.
"Apa dia tak punya malu".
"Di pesantren dia memakai baju seperti itu, apa dia tak punya malu sedikit saja".
"Orang kota memang begitu".
"Astaghfirulloh".
"Cantik juga kalau suka pamer Aurat buat apa".
" jangan hiraukan dia anggap saja orang gil*".
"Kasihan orang tuanya, gagal mendidik anak".
"Untung saja Abah baik kalau tidak mungkin Wanita itu tak akan di terima di sini".
"Wanita itu anaknya pak Topan dan Bu Nita yang terkenal itu, mereka donatur terbesar di pesantren ini jadi mana mungkin abah menolak".
Begitulah bisik bisik para santriwan dan santriwati yang melihat Zia namun hal itu sampai di telinga Adam.
Dengan cepat Adam mengejar Zia yang sedang berjalan.
Adam membuka Sorban yang melilit di lehernya kemudian Adam menutupi kepala Zia dengan Sorban itu, hal itu tentu saja akan menjadi buah bibir para santri karena kedekatan Adam dengan Zia.
Bahkan tak banyak para santriwati yang merasa cemburu pada Zia karena di perlakukan bak Ratu oleh Adam.
"Jaga Auratmu, masuklah ke rumah Umi akan pinjamkan baju untukmu" ucap Adam.
"Ya Gus pakian ku kotor" ucap Zia.
"Masuklah" ucap Adam.
Zia berjalan kembali melewati Adam dan langsung masuk kedalam rumah Umi.
Adam menatap pada setiap Santri yang menatap Adam dengan tatapan tak suka.
Semua santri hanya menundukkan kepalanya saat di tatap oleh Adam.
Adam kemudian masuk kedalam rumahnya menyusul Zia yang sudah masuk tadi.
"Aku rasa Gus Adam dan wanita itu ada hubungan".
"Mana mungkin Ning Husna lebih cantik dan baik dari wanita itu kenapa harus pilih yang gak baik kalau yang baik saja ada di hadapan mata".
"Ya aku lebih setuju Gus Adam dengan Ning Husna".
Sedangkan di dalam rumah, Zia sedang duduk di Kursi sederhana menunggu Umi yang sekarang sedang mengambil pakian untuknya.
"Cobi anu iye" ( coba yang ini) ucap Umi sambil memberikan gamis warna coklat pada Zia beserta kerudungnya.
"Dimana aku bisa mencobanya" tanya Zia.
"Di kamar Adam saja" ucap Umi.
Zia langsung masuk kedalam kamar Adam karena mendapat ijin dari Umi, namun betapa terkejutnya Zia saat melihat Adam sekarang hendak membuka sarung yang melilit di pinggangnya.
Zia langsung membalikan tubuhnya membelakangi Adam.
"Sedang apa kamu di sini, berani sekali langsung masuk ke kamar" ucap Adam marah pada Zia.
"Maaf tadi Umi yang mengijinkan aku masuk" ucap Zia.
"Gak boleh Zia seorang anak gadis tak boleh masuk ke kamar bujang, pamali" ucap Adam.
"Maafkan aku tapi aku hanya ingin mencoba ini" ucap Zia yang masih membelakangi Adam.
"Huhh baiklah aku akan mengalah" ucap Adam menarik Nafas kasar dan langsung keluar dari kamarnya sendiri.
"Umi kenapa ijinkan Zia masuk, padahal aku sedang di dalam" ucap Adam pada Uminya.
"Oh ya, maafkan Umi Dam umi gak tau kamu di kamar" ucap Umi.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Siti Brtampubolon
😀😀😀
2023-12-23
0
Kejora
semangat untuk athor..meskipun belum ada yg komen👍💪
2023-07-10
1