Kemunculan Elvan jelas membuat suasana sontak berubah menjadi menegangkan. Ben yang merasakan keanehan dari kebetulan ini, melipat tangan depan dada, setelah ia berhasil membuat mantan pasangan itu duduk berdampingan di sofa panjang, sementara dirinya masih tetap berdiri seolah mengintimidasi keduanya.
“Jadi, kalian berdua janjian buat ketemu di apartemen ... di saat masa-masa honeymoon kami?” tanya Ben penuh selidik.
“Enggak lah, Ben! Kamu makin ngada-ngada!” elak Dea paling tegas dibandingkan Elvan.
“Saya nggak pernah janjian sama siapapun pas mau ke sini!”
Ekspresi Dea tampak sangat malas, dengan wajah terkejut yang sangat natural ketika melihat kedatangan Elvan tadi. Jadi, Ben sedikit menyimpulkan bahwa istrinya benar-benar jujur.
Maka, Ben sekarang beralih pada Elvan yang sejak datang tadi, lebih banyak diam. Bahkan belum pernah mengatakan apa pun seingat Ben tadi, sejak ia menarik pria itu untuk masuk.
“Jadi, apa alasan kamu sembarangan masuk ke kamar orang lain bahkan tanpa ketuk pintu lebih dahulu?” tanya Ben, sengaja menggunakan bahasa baku agar memperjelas perbedaan antara mereka sekaligus mempertegas sikapnya sebagai seorang suami yang berusaha menjaga istrinya.
Elvan tampak jenuh, kemudian mengusap wajahnya secara kasar. Ia segera berdiri, setelah beberapa menit terkurung dalam kondisi tidak nyaman karena dipaksa duduk bersama Dea.
“Sorry,” kata Elvan dengan nada datar tanpa minat sama sekali, memancing sebelah alis Ben untuk terangkat, mempertanyakan keseriusan maaf dari pria itu. “Saya kira, Dea kenapa-napa tadi, karena dia jarang berteriak. Makanya, saya segera masuk ke sini buat tahu kondisinya kenapa.”
Ben menahan diri untuk tidak mendecih geli atas jawaban Elvan barusan. Begitu jelas, ia meragukan bahkan menganggap remeh jawaban tersebut, terlihat jelas dari bagaimana matanya merotasi malas.
“Kenapa kamu harus khawatir ke Dea, sementara orang tuanya bahkan mempercayakan saya untuk jaga dia?” balas Ben penuh percaya diri. Ia semakin serius menatap Elvan, yang juga membalasnya serupa karena merasa ini tentang peperangan ego antara dua pria.
“Lagian,” lanjut Ben sembari menarik Dea agar berdiri di sampingnya. Amat sengaja, pria itu memeluk posesif pinggang Dea untuk menunjukkan betapa berkuasanya ia atas tubuh sang istri. “Kalau cuman karena Dea teriak kamu langsung ke sini, maka sebaiknya nanti malam bekap telinga pakai bantal lima susun. Karena saya akan buat Dea berteriak lebih keras lagi malam ini.”
Bukan hanya Elvan yang tercengang atas pernyataan Ben barusan, Dea lebih syok. Mata perempuan itu hampir dikatakan bisa keluar dari tempatnya. Ia berusaha mengelak dan mendorong tubuh Ben agar melepaskan penahannya di perut Dea, tetapi tidak berhasil sama sekali
Elvan tampak kesulitan meneguk ludah secara kasar setelah mendengar itu, dan Ben semakin memamerkan kemenangannya pada pria itu dengan menunjukkan sebuah smirk meremehkan.
Pada akhirnya, Elvan hanya bisa mengembuskan napas secara kasar, kemudian berpamitan pada Ben. Sebelum merotasi tumit, Elvan sempatkan melirik intens pada sosok Dea, tetapi sebelah telapak tangan Ben segera menghalangi pandangan sang istri agar tidak terlalu lama melirik mantannya itu.
Dea menyingkirkan tangan Ben dari hadapannya dengan kesal. Bersamaan dengan itu, Elvan juga sudah keluar dari ruangan. Dea turut mencoba cara lain agar terbebas dari jeratan peluk Ben.
Perempuan itu melompat—tidak terlalu tinggi—tetapi cukup untuk memberikan entakkan keras ketika ia mendaratkan kaki di atas kaki Ben yang dilapisi sepatu sport hitam.
Pria itu langsung menjerit kesakitan, sembari membungkuk dan melompat-lompat dengan satu kaki. Saking sakitnya, Ben bahkan tidak tahu caranya bernapas, tetapi Dea sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah atau setitik penyesalan.
Perempuan itu bahkan mendesis penuh rutukan pada Ben yang menurutnya sudah semena-mena tadi. Ia menepuk-nepuk tangan seolah membersihkan sisa debu, kemudian meninggalkan pria yang sedang kesakitan itu seorang diri di ruangan tersebut.
...*
...
Sampai malam tiba, Ben maupun Dea sama-sama tidak ada yang memulai obrolan lebih dahulu. Ben mungkin masih jengkel atas perlakuan Dea pagi tadi, dan Dea sama sekali tidak mau ambil pusing mengenai penderitaan atau kebungkaman di antara mereka.
Perempuan itu bahkan dengan sangat nyamannya duduk di kursi santai dalam balutan kimono satin, dengan sheet mask di wajahnya, serta dua potongan timun di masing-masing kelopak mata yang terpejam.
Dea tampak sangat menikmati keheningan dalam ruangan, dan memang ia merasa bahwa kemarin dirinya terlalu banyak menghabiskan tenaga dalam emosi berlebih akibat seorang pria bernama Adam Bentala.
Sekarang, Dea merasakan surganya lagi. Jika ia tahu ini adalah cara untuk membungkam pria itu, jelas Dea akan melakukannya sejak kemarin, dan perempuan itu sudah berencana untuk mengulangi tindakannya jika Ben kembali mengeluarkan suara yang berisik.
Semuanya berjalan lancar pada awalnya. Makan malam dilalui begitu syahdu. Iringan musik dari dentingan sendok dan piring, sudah sangat memuaskan telinga Dea walau tidak ada obrolan manusia yang menyelanya.
Perempuan itu benar-benar menyukainya.
Hingga tengah malam dan ia sudah sempat tertidur di bagiannya, Dea sedikit terganggu dengan beberapa ringis kesakitan dari orang di belakang punggungnya. Setiap ringis itu, diiringi oleh pergerakan kecil yang begitu hati-hati.
Entah mengapa, Dea sekarang diliputi rasa bersalah.
‘Bagaimana kalau kaki Ben luka parah?’ batin Dea bertanya, memanggil simpati perempuan itu untuk muncul.
Tanpa mengubah posisi, Dea mencoba mengingat-ingat seberapa parah perlakuannya tadi pagi.
Menginjak biasa kaki manusia saja, bisa sangat menyakitkan, apalagi jika diiringi sebuah lompatan. Tekanan yang dihasilkan bisa berkali-kali lipat.
Belum lagi ....
Dea mendadak meneguk ludah secara kasar ketika teringat sesuatu.
Bahwa ia menggunakan high heels saat melakukan penyerangan tersebut. Ia bahkan ragu sisi mana dari sepatunya yang mengenai kaki Ben. Jika bagian depan, maka seharusnya tidak masalah, tetapi jika bagian hak-nya, maka tulang pria itu seharusnya ada yang patah atau bahkan remuk.
Perasaan bersalah menggiring Dea untuk berbalik ke arah Ben yang kini sedang dalam posisi telentang. Pria itu terpejam, tetapi kerutan di keningnya membuat Dea ragu bahwa Ben benar-benar tertidur.
‘Apa sangat sakit?’ Dea ingin bertanya, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan sehingga hanya batin yang mengajukan pertanyaan.
Perempuan itu melirik ke kaki Ben yang diperban. Dari tebalnya balutan kain kasa di salah satu kaki Ben tersebut, Dea sedikit memperkirakan bahwa luka pria ini memang benar-benar parah.
Dea bangkit dengan sangat hati-hati, hendak memeriksa kondisi kaki Ben. Namun, ia menunda sejenak dan beralih pada wajah pemuda itu. Entah dorongan dari mana, Dea mengelus sangat lembut kening Ben untuk memberikan ketenangan sehingga secara perlahan, kerutan tidak nyaman di dahi pria itu mulai menghilang..
Sekarang, Dea perlahan turun dari tempat tidur agar leluasa bergerak ke samping kaki Ben yang terluka. Ia berlutut di dekat ranjang, untuk memperhatikan kondisi luar dari kaki pria ini. Dea ingin mengintip untuk memastikan seberapa buruk luka Ben untuk memutuskan apa harus dibawa ke rumah sakit atau cukup di rumah saja.
Maka, Dea secara hati-hati mengangkat gulungan perban yang membalut kaki Ben, tetapi pemuda itu bergerak dalam tidurnya. Membuat perban yang longgar itu seketika terlerai.
Dea berdecak malas. Pemuda ini bahkan tidak bisa membalut kain kasa dengan baik. Lalu bagaimana ia bisa menjadi pemimpin rumah tangga?
Ingin bertanggung jawab, Dea secara hati-hati mulai melepaskan perban tersebut. Cukup kewalahan karena Ben tampaknya menggunakan satu gulung kain untuk membalut kakinya. Butuh kesabaran ekstra dan kehati-hatian penuh bagi Dea untuk menyelesaikan pekerjaannya, tetapi ....
Dea membolak-balik kaki Ben yang diperban, tetapi jangankan luka, tulang retak, atau patah—setitik lebam pun tidak ada. Kaki Ben masih mulus sempurna tanpa cacat.
Perempuan itu merasa dipermainkan, sehingga ia ingin melirik malas ke sosok Ben yang masih tertidur, tapi ternyata ....
Pria itu sudah membuka matanya dengan senyum cerah penuh ejekan.
“Cie ... yang perhatian banget, cie ...,” goda Ben. “Kenapa harus tunggu saya tidur dulu, baru peduli, De? Kan tadi bisa banget tanya kabar saya pas pura-pura pincang—“
Ucapan Ben yang langsung direm mendadak setelah setumpuk selimut diarahkan ke wajahnya, disusul geraman penuh amarah dari sang istri.
Dea dirasuki iblis kemarahan akibat dipermainkan suaminya sendiri sekarang ini. Ia menekan selimut di depan wajah Ben dengan sangat kuat, dan ketika merasa bahwa tenaganya belum dikeluarkan secara sempurna, ia turun naik ke atas tempat tidur, berdiri di atas lutut sendiri tepat di samping tubuh Ben.
Kaki-kaki Ben mulai meronta kuat meminta pertolongan, saat merasa bahwa pasokan oksigennya dibatasi karena keberadaan selimut tebal membekap wajahnya. Tangan Ben sudah melambai-lambai ke arah Dea, tetapi perempuan itu tidak mau berhenti sama sekali. Dea menipiskan bibir, penuh semangat untuk menjalankan aksinya, tetapi ....
Ben hanya perlu memegang dua sisi pinggang ramping Dea untuk mengambil alih tubuh perempuan itu, membawa sang istri ke sisi tempat tidur yang kosong—bagian Dea sendiri, kemudian mengubah posisi hanya dalam hitungan detik.
Kini, Dea sudah berbaring telentang, sementara Ben tepat di atasnya memamerkan segaris senyum misterius dan tatap intens.
“Dengerin ya, De, saya nggak bakalan mati sebelum lepas perjaka, dan Dea nggak bakalan saya biarin menjanda sebelum lepas perawan, jadi ....” Ben sengaja menggantung sejenak kalimatnya hanya untuk menikmati proses pelototan Dea hingga batas maksimal, “... ayo penuhi janji saya ke mantan pacar Dea tadi.”
Ben bersuara lebih lembut dan berat kali ini, membuat Dea semakin merasa terancam.
Otak Dea semakin panik saat salah satu tangan Ben berpindah dari pinggangnya ke depan perut Dea untuk secara perlahan menarik tali kimono perempuan itu, kemudian menyibak salah satu sisi kain hingga menampilkan bahu terbuka Dea.
...E-he-he🌚 besok un-boxing🌚...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
inggrid LARUSITA Nganjuk
hajar ben
2023-06-12
0
💖Yanti Amira 💖
penasaran ni kelanjutan ya
ayo Ben lanjut
2023-05-03
0
Winda Andriana V
apapun alasannya kamu tuh ttep tycac sopan van nyelonong masuk kamar orang tanpa punten
2023-04-08
0