4. Awal Peperangan

Tatapan Dea hampir tidak pernah menghilangkan sisi tajam dan sinis, sejak kalimat ‘oleh-oleh’ berupa cucu dilontarkan oleh Ben. Mendapati hal itu, sang suami sama sekali tidak terlalu mempermasalahkan. Ben bahkan sengaja menunjukkan senyum tipis, sembari membalas tatap istrinya sampai Dea mengalah dan berdecak kesal. Wanita itu langsung memalingkan wajah ke arah lain.

“Kamu kenapa bukan kayak Ben yang saya kenal dulu?” tanya Dea, menyinggung masalah perubahan sikap Ben saat ini.

“Kenal?” Ben mengulang satu kata itu dengan nada menyindir. “Dea cuman ‘tahu’ saya doang, nggak kenal sama sekali.”

Wanita itu segera balas melirik sinis pada Ben, dan dibalas dengan pandangan yang berbanding terbalik. Ben tampak sangat lembut, tidak sejalan dengan sikapnya yang amat sangat menjengkelkan.

“Jawaban kamu bikin saya takut, Ben,” balas Dea. “Jadi, dalam arti kata lain, sifat kamu yang dulu, itu bukan seratus persen diri kamu? Siapa yang bisa jamin kalau kamu itu beneran terbaik buat saya?”

“Nggak tau. Papanya Dea tuh yang pilihin. Saya sendiri nggak bisa jamin kalau saya bisa jadi yang terbaik buat Dea.” Ben menjawab datar, tetap sibuk pada kemudi.

Dea mendecih lirih. Tatapnya penuh hinaan, ketika ia memindai sosok Ben di sampingnya, kemudian melarikan pandangan ke luar jendela. Tampak sangat masam, padahal mereka sedang dalam perjalanan menuju bandara.

“Belok kanan di pertigaan depan nanti, Ben.” Selang beberapa menit dalam keheningan, Dea memberikan arahan mendadak, memicu Ben meliriknya ragu.

“Kenapa?”

“Emang kamu mau lanjut keluar negeri buat bulan madu?”

Ben tanpa beban memberikan dua buah anggukan.

“Iya, kenapa enggak?”

Dea mendesis kesal. Ini baru hari pertama pernikahan, tetapi sudah banyak stok kesabaran yang Dea harus keluarkan hanya demi suaminya ini.

“Saya yang nggak mau!” balas Dea tegas. “Belok kanan! Saya mau ke apartemen saya.”

“Tapi, Mbak. Ini tiketnya mau diapain kalau nggak dipake? Mubazir, Mbak. Ini belinya pakai uang, bisa dipake buat makan saya selama tujuh hari, untuk per lembarnya. Sayang banget.”

“Pergi aja kalau mau. Saya mau ke apartemen. Belok kanan!”

“Mbak ....” Ben memelas, tetapi hal itu malah memancing kemarahan Dea lebih parah lagi.

“BELOK KANAN, BEN!” Kali ini Dea menaikkan intonasi suaranya secara maksimal, sudah kehabisan kesabaran dalam menghadapi suaminya.

Meski sudah diteriaki seperti itu, Ben masih tetap santai. Ia memenuhi perintah Dea, berbelok ke arah kanan, dan mengikuti semua petunjuk jalan yang perempuan itu maksud.

Setelah tiba di depan apartemen, Dea langsung turun dari mobil. Namun, ia hanya berdiri menghadap bangunan tingkat tinggi itu dengan tatap penuh keraguan. Seolah ini sebenarnya bukan pilihan tepat, tetapi Dea juga tidak punya jalan lain.

“Kenapa, De?” tanya Ben penasaran, setelah berhasil mendapatkan hal aneh dari wajah istrinya itu.

Dea menggeleng kasar, menolak menjawab jujur. Namun meski demikian, kegelisahan masih tampak jelas di wajahnya. Ia gegas ke bagasi mobil untuk mengeluarkan koper dan tasnya.

Ben datang membantu, menurunkan dua barang Dea lebih dulu. Namun saat ia juga akan menyentuh tas miliknya, Dea mencegah.

“Kamu lanjut aja kalau mau liburan ke luar negeri,” kata Dea datar. “Kapan lagi bisa liburan gratis, ya ‘kan? Andalkan gaji doang, entah kapan bisa cukup. Jadi, pakai aja.”

Dea mengatakan itu dengan nada angkuh, kemudian membawa kopernya yang telah ditumpuk bersama tas masuk ke area gedung.

Ben jelas tidak mau ditinggalkan begitu saja. Ia buru-buru menurunkan barangnya, dan tidak lupa mengunci mobil sebelum menyusul sang istri.

“Tugas utama saya itu, jadi suaminya Dea,” kata Ben setelah menyusul sang istri masuk ke lift.

Dea memasang wajah malas, dan berniat mendorong Ben, tetapi pertahanan kaki pria itu sangat tangguh hingga tidak bergeser sama sekali sampai pintu baja tertutup rapat.

Wanita itu hanya bisa menghela napas panjang.

“Kalau bukan sekarang, Ben, kamu nggak bakalan pernah bisa liburan ke luar negeri lagi. Yakin kamu mau buang-buang kesempatan?”

“Jakarta sama luar negeri masih di bumi yang sama, De, jadi bagi saya, ya nggak ada bedanya. Masih pijak tanah yang sama, cuman lingkungan aja yang beda. Nggak ada spesialnya kalau Dea nggak ikut. Semuanya bakalan kerasa flat tanpa Dea.”

Bukannya tersanjung mendapat pujian demikian, Dea tampak semakin masam. Dua perempuan yang berada di lift menatap penuh takjub pada pasangan tersebut, sambil berbisik iri. Dea sempat mendengarnya, dan semakin membuat wanita itu kian jengkel.

Dea berdecak malas, merotasi bola mata, dan memilih tidak peduli.

“Jangan bikin masalah kalau ikut saya!” kata Dea usai keluar lebih dulu dari lift. “Di tempat ini, semua perintah saya adalah mutlak, dan kamu nggak bisa membangkang kayak di rumah! Kalau kamu melanggar ....” Dea berbalik untuk mengarahkan telunjuknya pada Ben, membuat pemuda itu segera mengerem langkah dengan ekspresi pura-pura ketakutan. “Awas kamu!”

Ben mengangkat tangannya seolah menyerah, lalu lanjut mengikuti Dea masuk ke apartemen wanita itu. Ia memilih duduk di sofa, ketika sang istri sedang memasukkan koper dan tas ke sebuah lemari.

“Yang sebelah sini punya kamu,” kata Dea memberitahu sembari memukul pelan dua kali pintu lemari sebelah tempat pakaiannya berada. Ia sama sekali tidak peduli, karena yakin bahwa Ben sudah memperhatikannya. “Jangan pernah buka atau bahkan sentuh gagang pintu lemari saya!”

“Oke, De.” Ben menjawab santai, sama sekali tidak menemukan masalah dalam aturan tersebut.

“Kamu tidur di sofa, karena saya alergi tidur sama kamu.”

“Alergi?” Ben langsung tercengang mendengar hal itu. Tatapnya berubah horor ketika melirik Dea meminta penjelasan lanjutan dari wanita itu.

Dea tanpa beban mengangkat dagu penuh keangkuhan hendak meninggalkan depan lemari untuk ke kamar mandi, tetapi sebelum kakinya sempat melewati perbatasan ambang pintu, seruan Ben menghentikan pergerakannya.

“Alergi sejenis ... yang bisa bikin bunting sembilan bulan, ya, De?”

Dea mendesis. Tatapnya berubah nyalang ketika ia menoleh tajam pada sosok Ben yang masih sangat santai.

“Alergi orang miskin,” balas Dea, sinis.

“Astaga, kirain Dea cuman tua di umur, ternyata pikiran juga kolot. Kalah sama pak Kahar yang awet muda di pikiran.”

Kali ini, Dea berbalik sempurna pada Ben, dengan kepala sedikit teleng, dan tangan terlipat di depan dada—sinyal tantangan pada sang suami sekaligus tanda bahaya dari makhluk berjenis perempuan. Sayangnya, Ben tidak memiliki pengetahuan apa pun tentang sinyal dari Dea, dan tetap lanjut membalas sang istri.

“Dari zaman dahulu kala, De, yang namanya miskin itu bukan sebuah kejahatan yang harus dihindari. Cuman zaman dulu, karena ada raja—status tertinggi dalam sejarah manusia—dan rakyat biasa, sehingga miskin dan kaya dibedakan. Cuman di zaman sekarang udah ada kesetaraan derajat antara si miskin dan si kaya, nggak ada sistem kerajaan di mana si miskin harus tunduk pada raja. Jadi, ya ... kolot banget kalau kamu masih pake sistem perbedaan derajat antara sesama manusia.” Ben mengawalinya dengan kalimat bijak tanpa lupa memberikan senyum di akhir kalimat, tetapi lanjutan ucapannya adalah awal perang sengit antara mereka. “Dea jangan cuman rawat badan biar awet muda, dong, otak juga.”

Dea menggeram kuat, tidak terima dengan pernyataan tersebut.

“Ben kampret!” maki perempuan itu, kemudian melepas sepatu hak tingginya untuk dilempar pada Ben.

“Shit!” Dea semakin geram ketika benda itu ditangkap dengan mudah oleh Ben, memancingnya untuk melepas sepatu sebelah sembari mengambil ancang-ancang untuk melempari pria itu.

Ben turut lari, bersama gelak tawanya yang puas membalas Dea.

Namun, suara pintu dibuka segera menghentikan pergerakan Ben hanya hampir menaiki tempat tidur, pun Dea yang telah mengangkat rok selututnya. Mereka kompak melirik ke arah pintu, di mana seseorang membukanya dengan mudah.

Pria itu dikenali oleh Ben meski mereka belum berkenalan. Bernama Elvan Dexter, pria blasteran sukses itu adalah mantan kekasih Dea.

Ben tidak masalah dengan fakta ‘mantan’ itu. Ia hanya tercengang melirik Dea, yang membiarkan kunci pintu apartemennya masih diketahui oleh si mantan.

Ah, bahkan fakta buruk yang membuat Ben menuntut jawaban dari Dea melalui tatapnya adalah ... mengapa pria itu bisa tahu bahwa Dea akan ke sini? Atau ... mereka memang membuat perjanjian untuk berjumpa di sini?

Terpopuler

Comments

ana kristianti123

ana kristianti123

asem bikin ngakak

2023-06-18

0

💖Yanti Amira 💖

💖Yanti Amira 💖

lanjut Thor penasaran banget sama kisahnya mereka

2023-05-03

1

Samsul Hidayati

Samsul Hidayati

ini cewek tdk ada terimaksihx sdh di selamatkan dr rumor perawan tua, msh berhubungan dgn mantan

2023-04-05

0

lihat semua
Episodes
1 1. Mbak Bos
2 2. Beda Jiwa
3 3. Keramasin Istri
4 4. Awal Peperangan
5 5. Janji Teriakan Malam Hari
6 6. Pamer ke Mantan
7 7. Kesempatan dalam Kasur Sempit
8 8. Garansi Jaminan Enak
9 9. Kasur Ambruk
10 10. Intimidasi Dion
11 11. Dijemput Paksa
12 12. Dua Amarah Berbeda
13 13. Sidang Keluarga
14 14. Ulat vs Benalu
15 15. Pemuda Random
16 16. Beda Depan-Belakang
17 17. Tawaran Mantan
18 18. Jebakan Perjanjian Nikah
19 19. Bayaran Suami Kontrak
20 20. Gelisah Pemicu Masalah
21 21. Dinner Suami-Istri
22 22. Efek cemburu dan Kopi
23 23. Sakit Sana-Sini
24 24. Ben Selingkuh!
25 25. Kissmark Antah-berantah
26 26. Mulai Mencari Tahu
27 27. Dalam Lilitan Selimut
28 28. Ajakan yang Sulit Ditolak
29 29. Tentang Dipermalukan
30 30. Menu Istimewa
31 31. Rencana Pensiun
32 32. Kebetulan yang Mencurigakan
33 33. Penyelidikan Gantung
34 34. Cibiran dalam Hati
35 35. Di Pangkuan Ben
36 36. Kecelakaan yang Disengaja
37 37. Calon Penerus Usaha
38 38. Ketidakmampuan Ben
39 39. Perubahan yang Ditakutkan
40 40. Rencana Setelah Perceraian
41 41. Sebuah Jalan Sesat
42 42. Takut Rusak
43 43. Pengakuan Dion
44 44. Pilihan Sulit
45 45. Demi Dea
46 46. Kepergian Ben
47 47. Tentang Peluang
48 48. Valentine yang Terlambat
49 49. Persiapan Dari Awal
50 50. Empat Belas Menit
51 51. Sisi Lain Dea
52 52. Rencana Keguguran
53 53. Perubahan Sikap
54 54. Asumsi Menyebalkan
55 55. Menjalankan Rencana
56 56. Dea Bahagia, Dion Murka
57 57. Di Dua Tempat Berbeda
58 58. Penasaran Berujung Penyelidikan
59 59. Akhir Perdebatan
60 60. Suasana Dramatis
61 61. Mengikuti Ben
62 62. Kesempatan Dion
63 63. Ketidaksabaran Pebinor
64 64. Efek Samping Informasi
65 65. Pikiran Manusia vs Realitas Kehidupan
66 66. Sebelum Penyesalan Mendalam
67 67. Obrolan di Atas Ranjang
68 68. Keputusasaan Dua Manusia
69 69. Tawaran Dea
70 70. Perubahan Sikap
71 71. Putus Asa
72 72. Bukan Pelet Tubuh
73 73. Rencana Kebablasan
74 74. Ketakutan Semua Pihak
75 75. Karakter Asli
76 76. Teman Spesial
77 77. Suasana yang Berbeda
78 78. Kabar Buruk
79 79. Hari penuh Luka
Episodes

Updated 79 Episodes

1
1. Mbak Bos
2
2. Beda Jiwa
3
3. Keramasin Istri
4
4. Awal Peperangan
5
5. Janji Teriakan Malam Hari
6
6. Pamer ke Mantan
7
7. Kesempatan dalam Kasur Sempit
8
8. Garansi Jaminan Enak
9
9. Kasur Ambruk
10
10. Intimidasi Dion
11
11. Dijemput Paksa
12
12. Dua Amarah Berbeda
13
13. Sidang Keluarga
14
14. Ulat vs Benalu
15
15. Pemuda Random
16
16. Beda Depan-Belakang
17
17. Tawaran Mantan
18
18. Jebakan Perjanjian Nikah
19
19. Bayaran Suami Kontrak
20
20. Gelisah Pemicu Masalah
21
21. Dinner Suami-Istri
22
22. Efek cemburu dan Kopi
23
23. Sakit Sana-Sini
24
24. Ben Selingkuh!
25
25. Kissmark Antah-berantah
26
26. Mulai Mencari Tahu
27
27. Dalam Lilitan Selimut
28
28. Ajakan yang Sulit Ditolak
29
29. Tentang Dipermalukan
30
30. Menu Istimewa
31
31. Rencana Pensiun
32
32. Kebetulan yang Mencurigakan
33
33. Penyelidikan Gantung
34
34. Cibiran dalam Hati
35
35. Di Pangkuan Ben
36
36. Kecelakaan yang Disengaja
37
37. Calon Penerus Usaha
38
38. Ketidakmampuan Ben
39
39. Perubahan yang Ditakutkan
40
40. Rencana Setelah Perceraian
41
41. Sebuah Jalan Sesat
42
42. Takut Rusak
43
43. Pengakuan Dion
44
44. Pilihan Sulit
45
45. Demi Dea
46
46. Kepergian Ben
47
47. Tentang Peluang
48
48. Valentine yang Terlambat
49
49. Persiapan Dari Awal
50
50. Empat Belas Menit
51
51. Sisi Lain Dea
52
52. Rencana Keguguran
53
53. Perubahan Sikap
54
54. Asumsi Menyebalkan
55
55. Menjalankan Rencana
56
56. Dea Bahagia, Dion Murka
57
57. Di Dua Tempat Berbeda
58
58. Penasaran Berujung Penyelidikan
59
59. Akhir Perdebatan
60
60. Suasana Dramatis
61
61. Mengikuti Ben
62
62. Kesempatan Dion
63
63. Ketidaksabaran Pebinor
64
64. Efek Samping Informasi
65
65. Pikiran Manusia vs Realitas Kehidupan
66
66. Sebelum Penyesalan Mendalam
67
67. Obrolan di Atas Ranjang
68
68. Keputusasaan Dua Manusia
69
69. Tawaran Dea
70
70. Perubahan Sikap
71
71. Putus Asa
72
72. Bukan Pelet Tubuh
73
73. Rencana Kebablasan
74
74. Ketakutan Semua Pihak
75
75. Karakter Asli
76
76. Teman Spesial
77
77. Suasana yang Berbeda
78
78. Kabar Buruk
79
79. Hari penuh Luka

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!