Kepintaran Riana

Di sekolah SD Negeri 1 Pancaka dimana Riana bersekolah disitu, suasana ramai memenuhi halaman sebab hari ini hari senin, seperti biasa yang di lakukan oleh Negara Indonesia pada hari senin, yaitu upacara bendera merah putih.

Riana dibarisan depan, matahari yang begitu menyengat mengenai dirinya, beruntung dia sudah sarapan pagi, kalau tidak mungkin ia akan pingsan, seperti siswi lainnya yang sudah jatuh lemas.

Air keringat mengenai pelipis Riana, suhu tubuhnya mulai terasa panas, ia merasa gerah, dan mulai merasa lemah, nyatanya tubuh dia tidak sekuat itu untuk menahan panas matahari, bisa dikategorikan tubuhnya lemah.

Tapi melihat upacara sudah mulai selesai, ia menahannya dan berhasil, Riana melangkahkan kakinya dengan lemah untuk menuju ke kelas, terlihat wajahnya sangat pucat.

"Capek banget." keluhnya dalam hati, ia duduk dengan lemas dan mulai minum air yang baru saja ia beli.

Riana duduk sendirian tidak ada yang mau berteman dengannya, ditambah kepribadian Riana itu tertutup, cukup untuk dijauhi oleh teman sekelasnya.

"Baiklah anak-anak kelas akan dimulai, kemarin ibu memberikan PR matematika silahkan untuk dikumpulkan ke depan."

Setelah mengumpulkan PR, guru itu dengan sabar mulai membahas materi yang akan dibahas, Riana yang duduk di barisan paling belakang pojok, hanya bisa menguap mengantuk, ia tidak tidur cukup kemarin malam membuatnya begitu mengantuk.

"Riana Amelia Lestari!" Suara teriakan membuat Riana cukup terkejut, dia melihat ibu gurunya menatap dirinya marah.

"Maaf Bu saya ketiduran." Riana mengetahui bahwa ia salah, jadi dia mengakuinya.

"Tidak ada kata maaf, cepat kamu mengerjakan soal matematika yang baru saja ibu buat!"

Riana dengan langkah gontai menuju ke depan, ia dapat melihat pasang menatapnya datar, mengejek dan meremehkan.

Riana melihat ada 5 soal terpampang dengan bangga di papan tulis, melihat soal yang hampir sama dengan ada di PR, Riana mengerjakan dengan mudah, ia sudah mengerti metode cara menyelesaikannya.

Selesai menjawab, ia melihat gurunya mengangguk dengan puas, dengan senyum bangga di wajahnya.

"Bagus, kamu menyelesaikan begitu mudah, berarti kamu sudah mengerti metode penyelesaiannya, tapi lain kali jangan tidur di kelas lagi." peringat guru itu dengan lembut.

Riana mengangguk ringan, ia lalu berbalik ke bangkunya, dia dapat mendengar bisikan tentang dirinya, Riana yang tidak mau pusing hanya menatap wajah guru yang mulai menjelaskan soal yang baru saja ia selesaikan dengan mudah.

Waktu pulang sekolah sudah tiba, tapi Riana masih di kelas dengan banyak buku teks matematika di mejanya, ia baru saja diberi PR dan Riana sudah biasa mengerjakan PR di sekolah.

Melihat beberapa metode penyelesaiannya salah, Riana hendak menghapusnya lagi, tapi sebuah tangan besar mengulurkan untuk melihat jawabannya.

"Wah, ini udah bener kok Dek jawabannya."

Riana mengerjapkan matanya sejenak, kapan abangnya datang ke sekolah? apakah karena dia terlalu serius sehingga tidak mendengar suara motornya?

Riana melihat Mark masih memakai seragam sekolah abu-abu, dengan tas yang masih menenteng di bahunya, seragamnya terlihat berantakan membuat kesan seorang anak laki-laki yang nakal, tapi itu tidak mengurangi ketampanan abangnya malah semakin menjadi.

"Ish, Abang kapan datang? bikin kaget aja." tanya Riana kesal.

"Udah dari tadi, tapi kamu serius banget ngerjain tugasnya, Abang kan gak mau ganggu."

"Hmm, siniin bukunya, aku belum ngerjain semua pr-nya!"

Mark menghindar dari jangkauan Riana, ia masih ingin melihat bagaimana Riana memecahkan masalah matematika ini.

"Sebentar, Abang lihat dulu siapa tau jawabannya ada yang salah."

Beberapa menit kemudian, terdengar suara mengajari sesuatu kepada seorang anak, Riana yang mudah mengerti segera menangkap maksud penjelasan abangnya. segera tugas rumah akhirnya selesai, dia tidak perlu lagi mengerjakan di rumah.

"Yaudah ayo kita pulang, kamu mau nginep disini ya Riana?" tanya Abang jahil, membuat Riana mendengus kesal.

"Riana juga mau pulang, ikhh tungguin!" Riana dengan cepat-cepat menyusul abangnya yang keluar kelas duluan, padahal ia tahu abangnya tidak akan pernah meninggalkannya.

"Udahlah sana, Riana nginap aja."

"Abang jangan bikin Riana nangis ya!"

"Hahaha, nanti kalau nangis abang kasih cokelat deh."

"Gak mau! cokelat gak enak, Riana maunya roti."

"Yaudah ayo kita beli roti."

Setelah meletakkan adiknya duduk di depan, Mark dengan santai menjalankan motornya, mereka berjalan kearah toko roti kesukaan Riana.

"Kamu mau roti apa? seperti biasa kah? roti rasa keju, dan vanilla?"

"Huum, Riana mau itu."

Melihat selera adiknya tidak pernah berubah, Mark mengelus kepalanya dengan gemas, ini baru gadis kecilnya. terus bertingkah manja kepada dirinya, ia cukup bangga dengan itu.

Selesai memesan roti kesukaan Riana, gadis kecil itu menatap terus-menerus terhadap roti ditangannya, dia benar-benar sangat suka roti rasa ini!

Mark yang melihat itu tidak bisa menahan tawanya, dia dengan gemas menciumi pipi Riana, membuat gadis kecil itu kesal.

"Ikhh, ayo cepetan pulang, Riana gak sabar buat makan roti, Yeay!"

Melihatnya begitu bahagia, dengan bijaksana Mark tidak menggodanya lagi, Kalau tidak mungkin gadis itu akan marah kepada dirinya.

"Abang gak dikasih rotinya dek?"

"Enggak, ini semua punya Riana, siapa suruh abang gak beli roti juga."

"Tapi itu pake duit Abang dek."

"Tapi udah ditangan Riana, abang gak boleh ambil lagi."

"Kamu jahat dek, abang ngambek nih."

"Aku memang jahat! sejahat singa, rawwrr!"

Riana mengikuti gerakan singa ketika ingin menerkam, tapi itu malah terlihat sangat menggemaskan di mata Mark! Ah, gadis kecilnya memang sangat menggemaskan.

Sesampainya di rumah, Mark tidak membiarkan Riana untuk masuk sendirian, ntah apa yang sudah menunggu di dalam rumah itu. ia selalu seperti ini untuk gadis kecilnya.

"Let's go, kali ini Riana sehabis makan roti, langsung mandi terus ke kamar Abang ya, kita akan jalan-jalan sore."

"Jalan-jalan sore? wah, pasti seru! Riana bakal pake baju yang bagus!"

"Harus dong."

Melihat interaksi mereka yang sangat harmonis dan menyenangkan, mata dingin itu berkilat tidak suka kepada seorang gadis kecil yang dipegang oleh abangnya itu.

"Riana, kamu sudah mengambil apa yang tidak bisa kamu ambil, lihat saja penderitaanmu akan segera datang." batinnya penuh dendam.

Elfi segera pergi untuk tidak melihat adegan itu lagi, itu membuatnya semakin membenci Riana dan ingin menyingkirkannya dari rumah ini.

Riana sekarang sudah bersiap-siap, dia berada di kamar abangnya, kamar abangnya tidak berantakan seperti anak laki-laki biasanya, itu terlihat rapi, bersih dan wangi.

"Abang cepetan! lama banget siap-siapnya dah kek kakak perempuan!"

Riana dengan sengaja mengejek abangnya yang baru saja bersiap-siap, padahal dia yang mengajaknya tapi kenapa yang diajak harus menunggunya! itu cukup membuat Riana kesal, sedangkan abangnya hanya tertawa ringan mendengar teriakkan adiknya.

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!