Pak Moh bergegas menuju ke rumah pak Min, setelah berpamitan pada anak-anak didiknya. Dia khawatir jika ular itu berbahaya atau membuat sapi pak Min terkena racun bisanya.
Setelah sampai di rumah pak Min, dia bingung di mana kandang sapinya. Dia tadi lupa bertanya.
Akhirnya, pak Moh berjalan ke arah belakang rumah. Siapa tahu kandang sapinya ada di sana. Tapi ternyata tidak ada juga.
"Pak Moh, di sini!" Suara panggilan seseorang mengagetkan pak Moh. Ternyata itu suara pak Min.
Pak Moh segera berjalan di mana pak Min berada. Ternyata ada di seberang sungai.
Jadi di belakang rumah pak Min ini ada sungai kecil, sedangkan kandang sapinya ada di seberang sana. Jembatan bambu yang disusun sedemikian rupa seperti jembatan, menjadi alat untuk menuju ke kandang tersebut.
Beberapa orang laki-laki tampak sudah siap dengan batang bambu di tangan masing-masing. Mereka mengunakan bambu, karena menurut mitos dan ceritanya, batang bambu membuat ular melemas dan tidak berdaya. Seperti kerupuk terkena air. Begitulah kepercayaan masyarakat pada umumnya.
"Lihat pak Moh, ularnya masih diam di tengah-tengah kandang!" kata pak Min melapor.
Di tengah kandang sapi pak Min, terlihat seekor ular besar yang lurus memanjang. Kira-kira panjangnya lebih dari tiga meter. Tidak bergerak tapi masih hidup. Sepertinya dia juga kaget karena kepergok oleh orang-orang yang melihatnya.
"Tadi mau Kami hajar saja, tapi pak Min melarang kami dan bilang mau meminta bantuan pak Moh," kata salah satu dari mereka yang ada.
Pak Moh tampak mengangguk dan tersenyum pada semua orang yang ada, yaitu tiga laki-laki, yang sudah siap untuk menghajar ular tersebut. Dengan bambu yang ada ditangan mereka.
"Sepertinya dia mau puasa," kata pak Min memicingkan matanya, ke arah ular tersebut.
"Puasa?" tanya orang-orang yang ada di kandang itu serempak.
"Masa ular ada puasa pak Moh?" tanya salah satunya ingin penjelasan.
"Dari tadi ular itu diam dan pada posisi seperti itu kan, tidak ada pergerakan?" tanya pak Moh pada mereka semua.
Semua orang yang ada mengangguk mengiyakan. Mereka memang tidak melihat ular itu bergerak sedari tadi, tapi tetap saja mereka takut untuk mendekat. Meskipun sudah memegang batang bambu sebagai senjatanya.
"Iya dia puasa. Mau berganti kulit," jawab pak Moh memberitahu.
"Oh..."
"Mlungsungi ya..."
*Mlungsungi adalah proses seekor ular berganti kulit luarnya.
Mereka baru mengerti yang dimaksud oleh pak Moh, dengan puasa bagi ular itu. Pak Moh mengangguk mengiyakan.
"Dia hanya mencari tempat yang aman untuk berganti kulit. Sayangnya malah ketahuan sebelum berganti. Sebaiknya kita pindahkan saja ke alas biar aman."
Alas adalah sebutan kebun yang ada di belakang kampung. Alas ini ditumbuhi berbagai macam tumbuhan yang besar dan ada juga buah-buahan dan itu milik desa bukan perorangan.
"Bagaimana cara mindahin ularnya pak Moh?" tanya salah satu dari mereka yang ada.
"Kita masukkan karung kemudian diangkut pake kletek," jawab pak Moh mengusulkan.
Kletek adalah gerobak yang di dorong ataupun ditarik seperti milik para pemulung kebanyakan.
"Pak Min punya kletek kan?" tanya pak Moh pada pak Min, yang punya kandang sapi.
Pak Min mengangguk cepat dan segera keluar, untuk mengambil kletek miliknya. Setelah pak Min kembali dengan kletek-nya, Pak Moh mendekat ke tempat ular itu berada.
"Pak Moh. Tapi saya tidak punya karung besar yang muat untuk ular itu," kata pak Min memberitahu.
"Ya sudah tidak apa-apa. Tidak usah pakai karung, tapi tetap waspada ya, dan jangan sampai banyak orang yang melihatnya nanti," jawab pak Moh memberi pesan.
Semua orang mengangguk setuju meskipun mereka tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh pak Moh dengan pesannya tadi.
"Bismillahirrahmanirrahim..."
Pak Moh tampak berdoa dan meminta satu batang bambu milik orang yang ada disitu, kemudian melangkah mendekat ke arah ular, dengan meletakkan bambu tersebut di sebelahnya.
Sekarang pak Moh meminta semua orang, untuk ikut mengangkat tubuh ular, sama posisi seperti mengangkat orang pingsan. Dia sendiri ada di posisi kepala ular dengan masih terus melafalkan doa-doa, agar ular tersebut diam dan tidak memberontak.
Ular besar itu tampak pasrah dan juga diam tanpa banyak bergerak. Dia hanya terlihat mengedip-ngedipkan matanya, entah dengan maksud apa. Mungkin dia berterima kasih pada pak Moh, yang sudah menyelamatkan dirinya dari amukan orang-orang yang ingin memukulinya.
Sekarang mereka berlima membawa ular besar itu ke arah alas desa, dengan kletek.
Setelah berjalan sekitar dua puluh menit, mereka sampai juga di alas yang dituju. Mereka terus masuk ke dalam alas sesuai permintaan pak Moh.
"Kita cari pohon besar yang rindang dan terlindung dari sinar matahari. Kalau ada yang berlubang, biar tidak diketahui oleh orang yang lewat."
Mereka semua kini menyebar untuk menemukan pohon yang di maksud oleh pak Moh. Sedang pak Moh menunggu kletek yang berisi ular tadi.
"Pak Moh, di sana ada pohon jati yang besar. Tapi tidak ada lubang yang cocok," kata salah atau dari mereka melaporkan.
"Ya sudah tidak apa-apa. Kita bawa ular ini ke sana." Pak Moh ikut mendorong kletek tersebut, menuju pohon yang di maksud.
Setelah sampai pada pohon jati yang besar, mereka semua berhenti dan melihat-lihat keadaan.
"Sepertinya aman ya Pak?" tanya pak Min pada pak Moh.
"Insyallah," jawab pak Moh mengangguk mengiyakan.
"Ayo kita angkat seperti tadi ya?" ajak pak Moh, meminta pada semua orang untuk ikut mengangkat ular itu lagi.
Setelah ular tersebut di letakkan di tempat yang aman, pak Moh mencari beberapa daun kering untuk menutupi tubuh ular. "Ayo kita tutup tubuhnya agar dia tidak merasa terabaikan puasanya, dan untuk keamanan tempat ini juga," ajak pak Moh pada yang lain. Semuanya patuh dan ikut mencari daun-daun kering, untuk menutupi badan ular.
Setelah selesai, semuanya pulang ke rumah masing-masing.
Tapi pak Moh berpesan, untuk tidak menceritakan semuanya pada orang lain, dan semuanya mengangguk mengiyakan pesan itu.
"Pak Moh. Matur suwun banget ya sudah membantu saya. Sapi saya akhirnya bisa aman." pak Min mengucapkan terima kasih atas bantuan pak Moh.
"Iya sama-sama pak Min," jawab pak Moh.
"Saya langsung ke mushola lagi ya," pamit pak Moh pada pertigaan jalan desa.
"Lho, mampir dulu pak Moh. Saya belum membawa bekal tadi," kata Min merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa pak Min. Kayak sama siapa saja. Saya senang bisa membantu. Ya, sudah ya, saya langsung balik ke mushola," kata pak Moh, kemudian bersalaman.
"Assalamualaikum..." pamit pak Moh, kemudian menyeberang jalan, menuju ke arah kerumahnya.
"Waallaikumsalam..." jawab pak Min mengangguk, kemudian melanjutkan langkahnya dengan menarik kletek.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Machan
pak moh hebat, segala bisa
2022-12-31
1
Spyro
Wah banyak nemu kosakata baru 😎 hebat pa moh. Duh selama ularnya gak berbahaya, jgn lgsung dimatiin. Untung pa min langsung cr pa moh
2022-12-18
0
Bagus Effendik
eh rapi ya tulisanmu kak
eh mlungsungi🤔🤔🤔🤔
2022-12-18
0