"Soal aku hamil!" Laura sebisanya mengentikan Adam. "Tentang apa yang kamu dengar kemarin malam," imbuhnya saat dia mendapati Adam berhenti di tempatnya.
Adam memandang Laura. Gadis ini tidak pantas disebut berandalan dengan wajah cantiknya itu.
"Jangan katakan itu pada siapa pun, termasuk orang tuaku." Laura melirihkan suara. Dia berjalan mendekati Adam. "Aku yakin kamu gak bodoh dan perlu penjelasan lagi, kan?"
Adam tersenyum. "Kamu bahkan tidak tahu caranya meminta bantuan pada orang lain, Laura."
Laura mengerutkan kening. "Jangan bilang kalau kamu berharap aku memohon padamu?"
Adam manggut-manggut ragu. "Semacam itu."
Laura tersenyum miring. "Aku tidak pernah memohon pada siapa pun, termasuk pada orang asing."
Adam mengangguk lagi. "Kalau begitu Jangan memintaku untuk merahasiakannya. Aku juga tidak punya urusan denganmu, Nak."
Adam pergi setelah menyelesaikan kalimatnya. Dia tidak mengenal Laura secara pribadi, kebetulan yang luar biasa mereka kembali di pertemukan. Pertemuan unik sebagai seorang guru dan muridnya.
"Aku akan memberikan uang tutup mulut sesuai dengan permintaanmu," tandas Laura. Dia mengejar Adam.
Laura tersenyum pada Adam. Dia merogoh ponsel di dalam saku rok pendeknya. "Tuliskan apapun yang bisa aku gunakan untuk mengirim uang. Aku yakin orang sepertimu pasti membutuhkan itu."
Adam bergeming di tempatnya.
"Tunggu apa lagi. Aku bisa membayarmu dengan uangku," kata Laura meremehkan. Itu adalah kebiasaannya. Memandang sesuatu dengan nilai uang.
Adam menolak Laura. "Aku tidak bisa dibeli, Nak."
"Berhenti memanggilku 'Nak'!" Laura mulai kesal. Dia menarik kembali ponselnya. "Kamu pikir kamu itu sudah dewasa?"
"Aku memang jauh lebih dewasa darimu. Sudah sepantasnya aku memanggilmu begitu," kata Adam dengan ketus. "Aku adalah gurumu di sini."
Laura bersungut-sungut. "Kamu menyombongkan posisi sebagai guru di sini?" kekehnya. "Kamu tahu siapa aku?"
Adam menggelengkan kepala tanpa kata-kata.
"Orang tuaku adalah investor besar di sekolah ini. Jika hanya masalah uang sebagai jaminan tutup mulut aku bisa memberikan berapapun yang kamu minta." Laura menatap penampilan Adam.
Laura menyukai barang branded, jadi dia tahu kalau Adam tidak memakai sesuatu yang berharga untuk dipandang selain wajah tampannya.
Laura kembali menyodorkan ponselnya. "Tuliskan saja nomor atau apapun itu, aku akan segera mengirimkan uangnya padamu."
Adam mendekatinya. "Inikah yang diajarkan oleh orang tuamu?"
Laura mengerutkan kening mendengarnya.
"Orang tuamu mengajarkan tentang kesombongan dan selalu mengandalkan uang untuk menyelesaikan permasalahan?" tanya Adam dengan hati-hati.
Laura tertawa. "Memangnya di dunia ini tidak ada yang bisa dibeli dengan uang?"
"Semua orang yang ada di dunia ini pasti membutuhkan uang dan tidak ada yang gratis di sini," ucap Laura sok mengerti. Dia berusaha menggurui pria lugu di depannya. "Aku yakin kamu juga tidak bisa menolak uang yang banyak."
Laura menarik tangan Adam, tetapi Adam langsung melepaskannya. "Wah, kamu tidak mau disentuh olehku?"
"Kita bukan muhrim, tidak seharusnya kita saling menyentuh." Adam menjawab. "Bukannya aku tidak mau disentuh olehmu."
Laura memalingkan wajahnya. Kekesalan sudah memenuhi hatinya. Laura kembali menatap Adam. "Hanya tinggal terima uangnya saja dan urusan kita selesai."
"Sudah aku bilang kalau aku tidak bisa dibeli." Adam kokoh pada pendiriannya. "Aku harap kamu tahu memahaminya, Laura."
"Berhenti untuk munafik! Aku tahu kamu membutuhkan uang," tandas Laura. "Katakan saja dan aku akan memberikannya."
"Aku memang butuh uang itu sebabnya aku bekerja, Laura. Namun, tidak untuk uang sogokan," ucap Adam. "Sekali lagi aku minta maaf, Laura. Aku harap kamu bisa memperbaiki sikapmu."
Ada melenggang pergi dari hadapan Laura, tetapi gadis itu tidak membiarkannya. Laura memangsa Adam untuk tetap berbicara dengannya.
"Kamu orang miskin, jadi kenapa harus menolak uang?" seloroh Laura.
Adam berbalik. Ditatapnya Laura dengan wajah tak bersalahnya.
Laura mendekati Adam perlahan-lahan. "Orang miskin sepertimu tidak seharusnya sombong pada uang. Jika uang membencimu, maka dia tidak akan pernah datang padamu," bisik Laura sembari menyeringai.
Adam membuang wajah saat Laura condong padanya. Dia menahan diri untuk menjaga dirinya sendiri. Tak bisa Adam pungkiri, Laura memang menawan. Wajahnya cantik dan siluet tubuh yang sempurna. Siapa pun pasti terpesona!
"Bagaimana? Kamu tidak mau menerima tawaranku?" kekeh Laura. "Zaman sekarang mendapatkan uang secara instan itu tidak mudah."
Adam menatap Laura tak suka. "Perbaiki dulu sikapmu. Kamu terlalu congkak di usiamu, Nak."
"Kamu menggurui aku sekarang, Pak Adam?" Laura mengeja nama Adam dengan memberi penekanan. "Kamu pikir kamu itu siapa?" kekehnya. "Tidak perlu sok suci seperti itu, aku yakin kamu tergoda dengan uangku."
"Laura ...." Adam memundurkan langkah. "Entah kamu hamil anak siapa, permasalahan apa yang sedang kamu hadapi dengan kekasihmu itu, aku sama sekali tidak akan peduli."
Laura mengerutkan kening.
"Kamu hanya perlu fokus pada dirimu sendiri. Setidaknya jangan tambah dosamu dengan menggugurkan kandunganmu," ucap Adam. Dia menjadi pria bijak dalam satu waktu.
"Jangan menggurui aku!" tandas Laura. "Kamu tidak tahu apapun tentang hidupku!"
"Yang ku tahu kamu hanyalah anak sombong yang manja, itu adalah sikap umum gadis-gadis sepertimu," sahut Adam dengan lancar.
Adam tersenyum pada Laura. "Setidaknya kamu harus belajar banyak hal, Laura. Dunia terkadang tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu."
Laura tidak mampu berkata-kata. Semuanya tertahan di dalam benaknya.
"Kamu masih punya banyak waktu untuk memperbaiki semuanya," ucap Adam lagi. "Alih-alih menyombongkan hartamu padaku, kamu gunakan waktu itu untuk berpikir bagaimana bisa meyakinkan orang tuamu untuk kandunganmu itu."
"Hei!" Laura berteriak-teriak. Dia muak dengan Adam. "Apakah sulit untuk menerima uangku dan dia melalui pergi begitu saja?"
Adam tersenyum lagi. "Tentu saja. Kamu harus diberi pengertian," imbuh Adam. "Kamu harus mulai merasa resah, sebab ada orang asing yang mengetahui kehamilan itu, Laura."
"Dan orang asing itu adalah gurumu sendiri," kata Adam mencoba mempermainkan Laura.
Laura hampir memukulnya, tetapi dering ponsel membuyarkan pembicaraan mereka. Fokus Laura dicuri oleh ponselnya.
"Diam di situ!" perintah Laura pada Adam.
Bodohnya, Adam menurut saja. Dia diam sembari memperhatikan Laura mulai mengangkat panggilan teleponnya.
"Hm, ini aku," jawab Laura dengan ketus. Samar-samar suara pria dewasa terdengar dari seberang ponsel.
Laura mulai mengernyitkan dahi. "Apa yang kamu maksud?" tanya Laura. "Papa ... masuk rumah sakit?" Laura terdengar panik.
Adam langsung menoleh dan memperhatikan mimik wajahnya. Sepertinya dia mendapat pelajaran secara instan.
"Kenapa bisa ...." Laura memejamkan rapat kedua matanya. Dia memijit pelipisnya. "Gawat darurat?" katanya lagi menyahuti suara dari seberang ponsel.
"Aku ke sana sekarang!" ujar Laura panik. Dia menutup ponselnya. Hampir pergi meninggalkan Adam yang terdiam layaknya patung batu di depannya.
Laura menitikkan fokus pada Adam. "Urusan kita belum selesai!" tandasnya. "Setelah ini, aku benar-benar akan membuat perhitungan denganmu!"
Laura pergi, berlari menuju gerbang belakang sekolah. Adam yang melihatnya hanya tersenyum tipis.
"Gadis yang aneh," gumam Adam. "Tapi menarik juga."
Next.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments