"Jeff, kau bukan seorang CEO kan?" tanya Juwi ketika mereka baru turun dari mobil yang mengantar mereka ke sebuah rumah dimana Jeff tinggal.
"CEO?" ulang Jeff dengan memasang wajah super bodoh. Kenapa tiba-tiba Juwita membicarakan tentang CEO.
"Eum," jawab Juwita singkat.
"Juwita, apa maksudmu. Kenapa tiba-tiba aku jadi CEO?" tanya Jeff. Sejak kapan orang yang dikenal sebagai berandal jalanan seperti dirinya dicurigai sebagai CEO.
"Kenapa rumahmu besar sekali. Kalau kau bukan CEO, apa itu berarti kau cucu seorang konglomerat?" tanya Juwi.
Mendengar kalimat Juwita membuat Jeff mengelus dada Juwita. Apa hanya karena turun di depan sebuah rumah yang besar dan mewah itu berarti rumah tujuan mereka?
"Sepertinya kau terlalu banyak membaca novel atau melihat drama. Kalau kau berharap aku seorang CEO maka buang jauh-jauh pikiranmu itu. Aku ini hanya seorang berandalan yang punya sedikit uang."
Jeff, dia melihat Juwita yang pendeknya satu setengah jengkal darinya dan menyentil dahinya. Berharap istrinya itu segera terbangun dari dunia halu yang sering membuat tokoh utama memiliki kekayaan melimpah dan menjabat sebagai seorang CEO.
"Lalu kenapa kita turun disini?" tanya Juwita.
"Kalau tidak turun disini kita mau lewat mana. Rumahku masuk disana," kata Jeff sambil menunjukkan gang kecil tepat di samping rumah mewah yang Juwita kira rumah Jeff. Jalan yang bahkan satu mobil tidak bisa masuk dan lewat.
"O-oh!" jawab Juwita.
"Apa kau kecewa karena aku bukan CEO?" tanya Jeff.
"Tidak. Aku hampir tidak mau masuk jika ini rumahmu," jawab Juwita.
Setelah pembicaraan singkat itu Jeff membawa Juwita menyusuri gang kecil itu. Di balik bangunan kokoh itu, Juwita tidak menyangka ada pandangan yang asri di belakangnya. Sepanjang jalan dia melihat hamparan sawah yang membentang luas. Sungai yang cukup jernih dan udara yang segar. Juwita, diam-diam tersenyum karena sepertinya dia akan menyukai tempat tinggal barunya.
"Jeff, apa ini istrimu?" tanya sekumpulan ibu-ibu paruh baya yang sedang berkumpul membeli sayur.
"Iya, Budhe!" Jeff hanya tersenyum lebar. Kemudian mencubit lengan Juwita yang berjalan disampingnya.
"Halo, Budhe!" sapa Juwita ramah kepada semuanya.
"Namamu siapa, cantik?" tanya salah satu ibu-ibu itu kemudian menghampiri Jeff dan Juwita.
"Juwita," jawab Juwi. Juwita dan Jeff kini sibuk dikelilingi oleh sekumpulan ibu-ibu itu.
Juwita tersenyum, sepertinya Jeff sangat populer di kalangan ibu-ibu ini. Apa karena saking berandalannya?
Entahlah, Juwita tidak tahu. Tapi yang pasti Juwita hanya tersenyum sepanjang waktu. Selain mendapatkan ucapan selamat, tentu saja ada beberapa tips yang mereka bisikan pada Juwi seandainya Jeff meminta jatahnya. Juwita mendengarkan nasehat itu lewat telinga kanan dan mengeluarkannya lewat telinga kiri. Bukannya bermaksud tidak sopan, tapi sebelum menikah Jeff dan dirinya sudah sepakat untuk tidur terpisah dan mereka sama-sama tidak menginginkan anak. Jadi Juwita tidak perlu menampung tips itu.
"Jeff, pelan-pelan seperti biasanya ya. Jangan sampai terluka," ucap seseorang tiba-tiba. Seorang tante-tante yang masih cantik di usia 40an.
Sontak itu membuat ibu-ibu itu mencubitnya dan tersenyum canggung kepada Juwita.
"Ya sudah, kami belanja dulu, ya!" pamit ibu-ibu itu bersamaan. Meninggalkan Juwita yang saat ini melihat ke arah Jeff dengan tatapan aneh.
"Kenapa?" tanya Jeff.
"Apa kau biasa pelan-pelan dengan tante yang barusan?" tanya Juwita.
"Eum," jawab Jeff mengiyakan.
"Jeff, selain berandalan dan pengangguran apa kau juga simpanan tante-tante?" tanya Juwita.
"Siapa yang bilang begitu?" tanya Jeff.
"Aku," jawab Juwita.
"Apa ada masalah?" tanya Jeff.
Juwita terdiam sebentar. Seharusnya tidak ada masalah, mereka menikah kan tanpa cinta. Toh dia juga sudah tahu suaminya seorang berandalan. Jadi kaget apa?
"Tidak," jawab Juwita dengan cepat.
"Ayo!" Jeff menarik Juwita. Tidak memperdulikan apa yang Juwita katakan. Tidak jauh berjalan, mereka berhenti di depan gubuk kecil berdinding bambu. Mirip rumah-rumahan yang ada di sawah.
"Apa ini rumahmu?" tanya Juwita.
Jeff menoleh dengan mengerutkan keningnya, "Kenapa semua rumah kau kira sebagai rumahku?" tanya Jeff balik.
"Lalu kenapa berhenti dan singgah disini?" protes Juwita.
"Aku lupa memberi makan kucingku karena terburu-buru menikah denganmu tadi pagi," jawab Jeff.
Jeff membuka pintu yang juga dari anyaman bambu, seketika banyak kucing yang bermunculan dari dalam dan langsung mengerumuni Jeff. Juwita memiringkan kepalanya. Apa ini? Apa seorang berandalan bisa memelihara kucing? Apa Jeff adalah berandalan yang menyayangi binatang?
"Ayo!" ajak Jeff lagi saat memastikan kucing-kucingnya kenyang.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 50 meter, akhirnya mereka berhenti di sebuah rumah kecil.
"Ini baru rumahku," kata Jeff sembari membuka pintu.
Rumah yang tidak terlalu luas. Hanya terdiri dari satu ruang tamu. Lalu ruangan cukup besar yang sepertinya ruangan santai lengkap dengan televisi dan rak beserta bukunya. Sebuah dapur dengan sekat yang berfungi sebagai meja makan serta dua buah kamar tidur. Satu lainnya berukuran lebih besar dengan kamar mandi dalam. Lalu satu lainnya berukuran 3x3 dengan kamar mandi di luar.
"Kau yang membersihkan rumahmu sendiri?" tanya Juwita ketika menyadari rumah itu sangat bersih.
"Aku membersihkan rumah, mana mungkin?" jawab Jeff.
"Kamarmu di sebelah sini. Ingat, jangan pernah masuk ke kamarku. Aku tidak suka orang lain masuk ke kamarku," lanjut Jeff.
"Aku tahu," jawab Juwita.
"Jangan lupa memikirkan makan malam. Itu urusanmu sekarang!" kata Jeff mengingatkan.
"Jeff, tunggu!" tahan Juwita ketika Jeff hendak masuk ke kamar sebelah.
"Apa lagi?" tanya Jeff.
"Maaf, karena aku kau jadi terluka," kata Juwita.
Jeff tidak bergeming. Tidak bilang iya atau tidak. Juga tidak tersenyum atau marah. Dia hanya melihat Juwita dan masuk begitu saja ke kamarnya.
.
.
.
"Jeff, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Juwita ketika melihat Jeff, suaminya sudah duduk di ranjang ketika dia baru selesai mandi.
"Menunggumu," jawab Jeff singkat. Pria itu sepertinya juga sudah selesai mandi.
"Kenapa, kau menungguku. Maksudku kenapa kau masuk kamarku?" tanya Juwita.
"Apa kau tidak berencana untuk unboxing denganku?" tanya Jeff.
"Apa?" kata Juwi tidak percaya.
Jeff bangkit, melewati Juwita yang masih mematung di depan pintu untuk mengunci pintu.
"Jeff!" panggil Juwita panik.
Jujur saja Juwita mulai canggung. Dia menelan ludahnya dengan kasar dan terus melihat Jeff.
"Kenapa?" tanya Jeff.
"Bukannya kau bilang tidak ingin punya anak?" kata Juwita mencoba mengingatkan keinginan Jeff kemarin siang.
"Juwita, untuk menikah denganmu aku harus berhadapan dengan dua kakak brengsekmu. Lalu masih harus berkelahi dengan puluhan orang dan mendapatkan pukulan di wajah tampanku ini. Jadi kenapa aku harus merugi, lagipula aku hanya bilang ingin unboxing, bukan untuk punya anak," jawab Jeff panjang.
"T-tapi a-aku,-" kata Juwita panik.
"Juwita, kenapa kau sangat gugup. Apa kau belum pernah melakukannya?" tanya Jeff.
"Tentu saja tidak pernah!" jawab Juwita dengan cepat.
"Belum?" ulang Jeff.
Juwita tidak menjawab, tapi menganggukkan kepala sebagai gantinya.
"Bagaimana dengan ciuman. Apa kau pernah?" tanya Jeff.
Kini Juwita menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu cium aku sekarang!" perintah Jeff.
"Kenapa aku harus menciummu?" tanya Juwita.
"Karena aku ini sudah jadi suamimu. Apa kau tak kasihan melihatku di hajar seperti ini. Apa kau tidak ingin memberikan semacam obat mujarab dengan ciumanmu? Atau kau lebih suka aku yang menciummu?" tanya Jeff.
"Jeff?"
"Ayo cepat!" pinta Jeff sembari menurunkan wajahnya.
Cup
Sebuah ciuman mendarat di pipi Jeff dari Juwita yang wajahnya sudah berubah sangat merah seperti tomat busuk.
"Istriku tersayang, aku minta ciuman bukan kecupan," protes Jeff.
"Ha?" kata Juwi polos.
"Aku bilang ingin ciuman, bukan kecupan," ulang Jeff gemas.
"Bukannya sudah?" tanya Juwi.
"Ciuman itu disini," kata Jeff sembari menunjuk bibirnya sendiri.
"Bukannya sama saja?" tanya Juwi.
"Sayang, kalau di pipi kucingku pun juga bisa melakukannya. Ayo cepat!" pinta Jeff. Bukan hanya menunduk, dia juga sudah memonyongkan bibirnya yang merah alami kepada Juwita.
"Aku tidak tahu caranya," kata Juwita.
"Apa?" tanya Jeff.
Jeff mengelilingi istrinya. Memperhatikannya dari segala sisi. Wajah cantik, kulit bersih terawat. Bodi, sangat body goals. Tapi kenapa tidak bisa cara ciuman?
"Juwita, apa kau sangat tersegel?" tanya Jeff dengan mengangkat satu alisnya. Jeff, dia hanya sembarangan menikah, tapi tidak menyangka malah menemukan sebuah harta karun yang sangat langka di dunia.
"Aku tidak tahu," jawab Juwita
"Tidak tahu?" tanya Jeff.
"Karena kau mencuri ciuman pertamaku kemarin, Jeff!" jawab Juwita.
Jeff tersenyum lebar. Sepertinya Juwita tidak berbohong. Sangat terlihat jelas dari tangannya yang gemetaran dan gesture anehnya. Pantas saja Juwita terkejut seperti orang mati saat dia menciumnya kemarin.
"Kalau begitu aku akan membuka segelnya pelan-pelan," kata Jeff. Siap mencium Juwita tapi terhenti karena suara ketukan pintu.
"Jeffsa! Juwita!" teriak seseorang dari luar yang tak lain adalah Ayunda dan Azzam. Sepasang suami istri anak Pak RT yang Jeff paksa jadi pendampingnya saat menikah tadi pagi.
"Sepasang suami istri itu kenapa selalu menggangguku!" keluh Jeff dengan menepuk jidatnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
'Nchie
wah ini kayanya tampang doang yg berandal padahal cuma nyamar ...mas Jeff istrimu masih tersegel bin polos hihi
2023-08-25
0
Berdo'a saja
Juwita masih tersegel
2023-08-03
0
@Kristin
gagal deh mencetak goal ..🤭
2022-12-19
0