"Lan, aku ingin menikah," kata Juwita kepada temannya, Alan.
"Secepat ini?" tanya Alan. Lalu meminum segelas alkohol yang sudah tertuang di gelasnya. Maklum, mereka sedang berada di klub malam sekarang.
Alan melihat Juwita yang duduk manis dengan memegangi botol mineral di tangannya. Bukan tanpa alasan Alan bereaksi seperti ini setelah mendengar keinginan Juwita. Gadis ini baru saja kembali setelah menyelesaikan kuliahnya. Dia bahkan belum memiliki pekerjaan. Jadi kenapa harus buru-buru menikah. Apa dia kira kehidupan setelah pernikahan itu tidak butuh uang?
"Apa aku tidak boleh menikah?" tanya Juwita. Dia tahu pasti ada alasan yang membuat Alan bertanya seperti itu. Tapi Juwita sudah memutuskannya. Dia tetap akan menikah dengan pria asing yang sifat-sifatnya akan dia sampaikan pada Alan nanti.
"Tentu saja boleh. Hanya saja dengan siapa kau ingin menikah?" tanya Alan kemudian.
"Aku tidak tahu," jawab Juwita.
"Ingin menikah tapi tidak tahu ingin menikah dengan siapa?" cibir Alan.
"Untuk itulah aku menemuimu. Tolong carikan aku seorang pria yang liar, pengangguran tapi jarang pulang. Semakin brengsek semakin bagus," pinta Juwita.
"Juwita, apa kau pikir menikah itu hanya untuk mainan. Menikah, kau harusnya mencari pria terbaik diantara yang terbaik," kata Alan menasehati.
Meskipun Alan bukan pria baik tapi dia tidak ingin menjerumuskan Juwita, adik kelasnya saat SMA itu kedalam lembah penyesalan. Jika sampai Juwita menikah dengan pria berandalan seperti itu, apa jadinya kehidupannya nanti? Pasti dia juga yang akan pusing mengingat Juwita tidak memiliki siapapun yang bisa diandalkan selain Sadewa.
"Kak Sadewa, pria terbaik yang kucintai sudah akan menikah dengan orang lain. Jika aku tidak menggagalkannya kemarin pasti mereka sudah pergi berbulan madu sekarang," kata Juwita.
Terlihat tegar saat mengatakannya, tapi sejujurnya hati itu bahkan sudah hancur tak berbentuk lagi.
"Lalu?" tanya Alan.
"Jadi apa gunanya aku mencari yang terbaik jika pada akhirnya dia akan meninggalkanku seperti Kak Sadewa. Alan, aku hanya butuh pria brengsek yang untuk hidup hanya bergantung padaku. Dengan begitu mungkin dia tidak akan pergi kan?" jawab Juwita.
"Tapi bukan seperti itu juga, Juwi!" kata Alan.
Pria itu memutar kursinya. Menekan dua pipi Juwita dan memperhatikannya untuk sejenak. Sekali lihat, Alan tahu ada luka yang Juwita tutupi dari pancaran mata yang jernih itu.
"Kau benar-benar ingin menikah?" tanya Alan.
"Eum," jawab Juwita mantap.
"Lalu aku yang harus mencari pria yang kau inginkan itu kan?" tanya Alan.
"Eum," jawab Juwita lagi.
"Baiklah, aku akan mencari pria seperti yang kau inginkan," kata Alan.
"Lan, jangan lupa memilih yang sedikit tampan. Aku ingin lihat, apakah Sadewa akan cemburu dan membatalkan pernikahanku nanti," lanjut Juwita tanpa mengindahkan peringatan Alan.
"Juwita, jika tujuanmu hanya untuk itu. Tidak juga harus menikah dengan pria berandalan. Bagaimana jika Sadewa tidak membatalkan pernikahanmu nanti?" tanya Alan cemas.
"Maka aku akan menjadi istri dari seorang pria berandalan."
"Juwita!"
"Tolong, kali ini saja. Kau tidak lupa hutang janjimu waktu itu kan?" tanya Juwi mengingatkan.
Alan berpikir sejenak. Beberapa tahun yang lalu, Alan punya hutang janji kepada Juwita. Sebuah janji untuk mengabulkan satu permintaan Juwita karena Juwita telah menolongnya mendapatkan hati wanita yang dicintainya yang merupakan sahabat Juwita, Caca.
Alan semakin pusing sekarang. Seandainya saja dia belum menikah, dia tidak keberatan untuk menolong Juwita dengan berpura-pura menikahinya jika alasannya hanya untuk memanasi Sadewa.
Sekali lagi, Alan menuang alkohol dan meminumnya saking pusingnya. Baiklah, mencari pria brengsek memang mudah. Tapi yang tidak mudah adalah merelakan pria brengsek seperti itu menikah dengan Juwita yang baik hati dan polos.
"Ck, baiklah!" kata Alan pada akhirnya.
Alan bangkit, ingin sekali segera pergi dari tempat ini dan membicarakannya dengan Caca. Tapi Juwita menahan tangannya.
"Hei, tunggu!" tahan Juwita ketika Alan akan pergi.
"Apalagi?" tanya Alan.
"Jangan yang bertato, aku tidak menyukai pria bertato," kata Juwita memperingatkan.
"Aku mengerti!"
.
.
.
Dengan pergaulannya yang luas dengan dunia malam, sebenarnya sangat mudah bagi Alan untuk mencari pria brengsek. Pria brengsek selalu berkeliaran di sekitarnya bahkan saat ini pun Alan juga sedang dikelilingi oleh belasan pria brengsek. Tapi Alan selalu urung saat ingin mengutarakan perihal tawaran pernikahan. Terlebih saat melihat wajah mereka satu persatu dengan jelas. Entah kenapa dia merasa belum menemukan pria yang dirasa cocok untuk Juwita.
Sebrengsek-brengseknya pria yang diinginkan Juwita, tapi tetap saja Alan akan memilih pria terbaik dari sekumpulan brengsek itu kan? Mana mungkin Alan tega membiarkan Juwita menikah dengan pria yang benar-benar brengsek.
"Pria brengsek, kalau kau benar-benar jodoh Juwita maka muncullah di depanku sekarang juga," batin Alan.
Saat ini, Alan sibuk menyangga dagunya dengan menyeruput es teh sembari memikirkan masa depan Juwita yang gonjang-ganjing. Sepertinya dia akan segera menyerah karena tidak bisa membantu Juwita kali ini. Akan tetapi, tepat saat Alan akan pergi dia berpapasan dengan seorang pria yang katanya paling brengsek dan paling berandalan yang pernah ada.
Meskipun wajahnya sangat tampan dan memiliki tubuh yang kekar nan atletis seperti idaman para gadis, tapi dengar-dengar dia hanyalah seorang pengangguran, pemain wanita, simpanan tante-tante, ugal-ugalan, bahkan sering berkeliaran di jalanan.
"Jangan dekat-dekat denganku. Bau rokok itu membuatku ingin muntah!" kata pria itu ketika seorang temannya mendekatinya dengan mulut penuh asap.
Alan mengernyitkan alisnya mendengar protes dari pria itu. Baiklah, katakan saja pria ini berandalan. Tapi seingat Alan, pria itu tidak pernah berurusan dengan polisi maupun terlibat tawuran atau semacamnya. Selain itu dia juga benci asap rokok dan tidak memiliki tato.
"Haruskah aku memintanya menikahi Juwita? Tapi dengan wajah tampan seperti itu, seharusnya dia tidak mungkin mau menikah secara tiba-tiba kan? Lagipula, mungkin saja jumlah pacarnya bisa digunakan untuk mengelilingi bumi ini sebanyak satu kali saking banyaknya," batin Alan.
"Aku harus bagaimana ya?" gumam Alan lagi.
Alan masih terus memperhatikan berandal tampan itu. Dari ujung kepala hingga ujung kakinya lalu membayangkan Juwita duduk di sampingnya.
"Sepertinya mereka cocok," batin Alan lagi.
Jujur saja, beberapa hari ini pria brengsek itu tidak terlihat sehingga Alan lupa bahwa ada pria seperti itu yang hidup di bumi. Karena sekarang dia sudah datang, maka Alan harus segera berbicara dengannya untuk bernegosiasi terlepas dengan identitasnya yang masih misterius.
"Jeff, ada yang ingin ku bicarakan denganmu!" kata Alan langsung pada tujuannya.
"Aku?" tanya seorang pria yang dipanggil dengan sebutan Jeff itu.
"Iya, kau!" jawab Alan.
"Katakan saja!" kata Jeff santai.
"Bisakah pindah ke tempat yang lain? Ini sangat penting!" tanya Alan.
Kini giliran Jeff yang melihat Alan dari atas kepala hingga ujung kakinya sebelum mengiyakan ajakannya. "Baiklah," jawab Jeff.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Rahma AR
like
2023-10-12
0
Berdo'a saja
apa akan saling mencintai
2023-08-03
0
💞Amie🍂🍃
Ishh ada2 aja deh, yok semngat thor. udah aku kirim kopi biar ngehalunya lebih woooww
2022-12-31
0