Menikahi Berandal Tampan
"Kakak, aku memenuhi janjiku untukmu. Karena hari ini ... aku kembali," ucap Juwita dengan wajah berbinar.
Juwita bersukacita ketika menginjakkan kakinya di pelataran yang akan membawanya pulang. Sebuah tempat dimana ada seorang pria yang menjaga hatinya tetap hangat meskipun keluarga angkatnya tidak memperlakukannya layaknya manusia.
Pria itu adalah Sadewa, kakak sepupunya sendiri. Kakak yang selalu menemaninya tidur bahkan sampai usianya menginjak 17 tahun. "Ah, ternyata kakak masih ingat janjinya waktu itu," kata Juwita begitu melihat banyak bunga yang ditata dengan megah dan indah di halaman rumah juga bangku-bangku dan hiasan lainnya.
"Apa ini kejutan untukku. Apa kakak tahu aku akan pulang hari ini?" batin Juwita.
Sekali lagi Juwita memperhatikan dengan jelas rumah yang masih cukup jauh dari tempatnya berdiri. Sepertinya sebuah acara penting menyambutnya hari ini. "Kakak, apa kau berencana memberiku kejutan dengan lamaran di hari kepulanganku?" kata Juwita.
Juwita mempercepat langkahnya. Masih memasang senyuman termanis yang tak pernah lepas dari wajah cantiknya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam sana. Karena di dalam rumah yang selalu dia rindukan itu, Sadewa sedang melangsungkan pernikahan dengan wanita pilihannya. Seorang wanita yang sering terlihat dan menghabiskan waktu bersama dengan Sadewa.
"Kenapa aku tidak boleh masuk?" tanya Juwita.
Juwita heran ketika dirinya dihadang oleh beberapa orang di depan pintu. Pertanyaannya itu sedikitpun tidak mendapatkan jawaban. Sampai akhirnya Juwita mendengar dengan samar suara yang tidak asing mengatakan 'saya terima nikah dan kawinnya' dari dalam rumah.
"Kakak, kau mau menikahi siapa?" batin Juwita.
Juwita memaksa masuk, menutup mulutnya rapat-rapat saat melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Kakak Sadewa-nya duduk dan menjabat tangan seorang penghulu. Saat itu, saat penghulu itu bertanya, "Bagaimana para saksi, apakah sah?"
Juwita dengan lantang menjawab, "Tidak sah! Pernikahan ini, tidak sah!" dengan volume yang bisa di dengar oleh seluruh tamu undangan.
Semua pandangan tertuju kearah Juwita. Beberapa pria langsung memegang dan membuatnya berlutut dengan kasar sehingga suasana sakral itu menjadi gaduh. Tamu undangan mulai berbisik-bisik, menerka-nerka apa yang terjadi sampai Juwita merusak pernikahan kakaknya sendiri.
"Apa yang kau lakukan, Juwi?" tanya seorang wanita yang sempat Juwita sebut sebagai mama. Tapi tidak pernah mencurahkan kasih sayangnya.
"Apa kau berencana menggagalkan pernikahan kakakmu sendiri?" hardik seorang pria lainnya. Pria paruh baya yang Juwita panggil dengan sebutan papa.
Setidaknya, itulah panggilan yang Juwi sematkan sepuluh tahun yang lalu, sebelum mereka membuat Juwita menyerah dan meninggalkan rumah. Karena sebenarnya Juwita hanyalah anak pungut. Seorang anak yang dipungut oleh sepasang suami istri yang menabrak orangtua kandung Juwita sampai mati.
Juwita kecil yang malang, harus menjadi yatim piatu diusianya yang baru berumur 7 tahun. Meskipun orangtua angkatnya sangat kaya, tapi Juwita tetap menjalani hidupnya dengan biasa. Bahkan bisa dikatakan sangat sederhana sampai Juwita berusia 12 tahun. Mendapatkan perlakuan yang kasar dari dua kakak perempuan angkatnya dan tidak pernah dilihat sekalipun oleh kakak angkat lelakinya. Untung saja ada Sadewa, kakak sepupu yang paling menyayanginya.
Selalu membela Juwita dari kekejaman dua kakaknya. Lalu, disaat Juwita semakin dewasa Juwita bahkan dibawa Sadewa untuk tinggal di rumahnya. Membiayai semua kebutuhan Juwita bahkan mengantarnya kuliah ke luar negeri.
"Juwita?" kata Sadewa saat melihat Juwita ditahan.
"Cepat usir dia!" kata sepasang orangtua angkat Juwita.
Juwita mulai diseret keluar. Sadewa yang melihat adik kesayangannya diperlakukan buruk segera bangkit dan melepaskan untaian bunga melati yang dikalungkan di lehernya.
"Sadewa, apa yang sedang kau lakukan?" tanya Melodi. Mempelai wanita yang harus gigit jari karena batal menjadi pengantin Sadewa hari ini.
"Aku ingin pernikahan kita ditunda," kata Sadewa kemudian menghampiri Juwita dan membebaskannya dari perlakuan pria-pria kasar yang menyeret Juwita dan memeluknya sebelum membawanya ke kamar untuk bicara.
.
.
.
"Apa yang kau lakukan, Kak?" tanya Juwi dengan airmata yang membanjir. Sangat bertolak belakang dengan beberapa menit yang lalu dimana wajah itu penuh dengan senyuman.
"Juwita, maaf!" hanya dua kata itulah yang Sadewa katakan.
"Kak, menikahlah denganku sesuai janjimu!" pinta Juwita. Memohon dengan berlutut di kaki Sadewa.
"Itu tidak mungkin, Juwi!" jawab Sadewa.
"Kenapa tidak mungkin?" tanya Juwita dengan suara lantang.
"Karena kau itu adikku!" jawab Sadewa tak kalah lantang.
"Aku ini bukan adikmu, Kakak!" teriak Juwita dengan mulut bergetar. Suaranya pasti di dengar oleh orang-orang di luar sana.
"Juwita!" teriak Sadewa tak kalah lantang.
Juwita menggigit bibirnya, karena selama ini Sadewa tidak pernah meninggikan suaranya, "Bukankah kakak sudah berjanji untuk menikahiku. Kita bahkan selalu tidur bersama selama ini kan?" tanya Juwita. Wajahnya menunduk tapi tangannya menarik ujung-ujung kemeja Sadewa yang berdiri di depannya. Lalu meremasnya hingga kusut tak berbentuk.
"Apa yang kau katakan, Juwi? Kakak memang tidur denganmu. Hanya tidur denganmu, kakak tidak pernah menyentuhmu," jawab Sadewa.
"Lalu, kau bisa menyentuhku sekarang, Kak?" pinta Juwita.
"Juwita, jangan mengatakan hal yang tidak masuk akal. Aku, bagaimana mungkin akan melakukan hal buruk itu hanya untuk menikahimu?" jawab Sadewa. Mukanya merah padam, tidak menyangka Juwita kesayangannya akan mengatakan hal tak terduga seperti ini.
"Kalau begitu apa gunanya aku menjaga kesucianku jika kakak tidak menikahiku?" tanya Juwita.
"Meskipun kakak tidak menikahimu, kau pun juga harus menjaganya untuk calon suamimu, bodoh!" jawab Sadewa.
"Tapi, Juwi tidak mau yang lainnya. Juwi hanya mau kakak," kata Juwi.
"Juwita, sudah kubilang kau itu adikku. Bagaimana bisa aku menikahimu, ha?" tanya Sadewa dengan tubuh bergetar. Bergetar sangat hebat karena sakitnya saat mengatakan ini.
"Kakak, apa kau tuli. Aku juga sudah bilang, aku ini bukan adikmu. Aku ini hanya anak pungut, orangtuaku sudah mati. Mati karena dua orangtua angkat jahat itu membunuh mereka. Apa kau lupa?" jawab Juwita.
"Juwita, dengarkan kakak. Pernikahan antara kakak denganmu, itu tidak akan pernah terjadi," jelas Sadewa.
"Kakak, kau bohong kan?" tanya Juwi lirih, melihat Sadewa-nya dengan mata berkaca-kaca.
"Juwita, kakak memiliki pilihan sendiri. Jadi mengertilah!" jawab Sadewa.
"Kenapa kau membohongiku kak. Apa karena dia cantik, atau dia memiliki segalanya. Apa kelebihannya, Juwita akan merubah semuanya untukmu Kak?" pinta Juwita. Masih belum menyerah untuk memperjuangkan cintanya.
"Juwita itu tidak mungkin!"
"Kenapa, kenapa tidak mungkin? Kak, aku bisa melakukan apapun juga asalkan itu bisa membuatku hidup bersamamu."
"Karena kakak tidak mencintaimu, Juwita."
"Bohong! Bukankah kakak selalu bilang mencintaiku waktu itu. Kenapa, kenapa bisa berubah?" tanya Juwi tak terima.
"Banyak hal yang terjadi, Juwi!" lirih Sadewa.
"Kalau aku tidak pulang hari ini, apa kakak akan memberitahuku hal ini. Membiarkanku terus mencintai dan merindukan kakak tanpa tahu kakak telah menikah. Kalau aku tidak pulang hari ini, apa aku tahu bahwa kakak sudah tidak mencintaiku lagi. Kenapa kakak berbohong, kenapa kakak tidak menepati janji kakak. Kak, apa kau tahu? Di dalam sini rasanya sangat sakit," ucap Juwi berurai air mata, menunjuk hatinya yang hancur.
Sadewa hanya diam. Berdiri di tempatnya dan membelai rambut Juwita yang masih bersimpuh di kakinya untuk memohon cintanya.
"Aku tidak peduli, jika ada pernikahan, hanya akulah pengantinnya, Kakak!" paksa Juwita.
"Itu tidak akan pernah terjadi, Juwi."
"Kenapa, semuanya masih belum terlambat. Masih ada waktu untuk merubah semuanya, kan?" tanya Juwi. Merasa masih ada harapan karena pernikahan Sadewa hari ini dibatalkan. Juwita berdiri, berdiri dan memeluk Sadewa untuk bersedia menerima tawarannya.
"Karena dia hamil anakku!" jawab Sadewa
"A-apa, hamil?" tangan Juwita bergetar. Pelukannya untuk Sadewa pun terlepas tanpa dia sadari. Kaki-kakinya yang baru berdiri kembali kehilangan kekuatan sehingga membuatnya kembali terjerembab ke lantai. Dua kata yang keluar dari mulut Sadewa tadi sangat melukai hati dan perasaannya.
"Hamil, kenapa?" batin Juwita.
Seharusnya, Juwita yang ada di posisi itu. Bukan wanita yang tadi mengenakan kebaya dengan mahkota di kepalanya.
"Juwita, kau baik-baik saja kan?" tanya Sadewa panik. Mulai memeriksa Juwita dan memeluknya tapi mendapatkan penolakan dari Juwita.
"Apa kau gila. Bagaimana mungkin aku baik-baik saja setelah mendengar pengakuanmu barusan?" jawab Juwita dengan senyuman yang dipaksakan.
"Juwi, maaf!"
"Apa dia benar anakmu?" tanya Juwita datar.
"Apa maksudmu?" jawab Sadewa tak mengerti.
"Bisa saja dia hanya wanita murahan yang tidur dengan banyak pria kan. Mungkin saja anak itu bukan anakmu, Kakak?" teriak Juwi.
Plak. .
Sebuah tamparan mendarat di pipi Juwita. Tamparan yang keras juga menyakitkan. Tapi sakitnya masih tidak bisa dibandingkan dengan sakit yang diterima hatinya. Juwita meringis, tangannya menyentuh sudut bibirnya yang terasa perih.
"Juwi, maafkan kakak. Kakak tidak bermaksud menyakitimu!" kata Sadewa penuh penyesalan. Menampar Juwita kesayangannya adalah hal yang tidak pernah terpikirkan olehnya.
"Kak, kau menamparku demi wanita asing itu?" tanya Juwita dengan senyum yang menggambarkan penderitaan.
"Dia bukan wanita asing. Dia itu calon kakak iparmu."
"Sampai matipun, aku tidak sudi memiliki kakak ipar seperti dia," tolak Juwita.
"Mulai sekarang, aku bukan lagi Juwitamu, juga bukan seorang wanita yang mencintaimu. Lalu, kalung ini aku tidak membutuhkannya," kata Juwita. Menarik paksa kalung yang melingkar di lehernya. Lalu membuangnya ke lantai. Sangat pelan, tapi membuat liontinnya pecah sehingga isi di dalamnya keluar. Sebuah cincin pemberian Sadewa, yang katanya akan Sadewa sematkan di jari Juwita saat mereka menikah nanti.
Hari itu, Juwita pergi.
Meninggalkan rumah yang selalu dia rindukan. Meninggalkan pria yang sangat dia inginkan. Meninggalkan pria yang selalu memberinya kehangatan dan perasaan aman. Menjanjikannya sebuah pernikahan, tapi juga mematahkan hatinya dengan cara yang paling kejam.
Juwita yang malang. Dia pergi dengan kepala tegak, meninggalkan Sadewa tanpa berbalik arah hanya untuk sekedar melihatnya. Meninggalkan Sadewa, yang kini berurai air mata melihat Juwita yang sangat dicintainya pergi tanpa jejak.
Ya, tanpa jejak. Karena jejak Juwita terhapuskan oleh jutaan tetes air hujan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Rahma AR
ceritanya keren
2023-10-12
0
Berdo'a saja
Oalah nduuk
2023-08-03
0
Legidia Diva Nurayendra
hais ini antara polos sama bodoh ngkak bacanya dah bener - bener nyesek banget nih mah bikin sakit hati sih kata gue apa lagi pas romantis nya selalu nempel ke mana - mana terlalu Deket malah makin jadi terus orang tua tidak merestui pernikahan mereka karena semua laki - laki tidak mencintai lagi tapi cewek terus menerus mengejar nya dan dia selalu mendekatkan hampir jatuh cinta saat hari - hari bahagia malah sedih dan marah yang bikin nyesek hati semangat terus Up Nya, untukmu saya, soalnya baca sampai habis tau sampai - sampai enggak bisa tidur abis baca novel ini
🙏🙏🥰🥰😘😘
2023-04-10
0