3.Bermuka dua

Tidak bisa begitu juga Raid. Lagian bapak mu sudah tau dan dia sudah mengikhlaskan. Kalau kamu sampai gegabah akan mempersulit keluarga mu nanti."Kata Sabri.

"Oh, bapak tau dari siapa?"tanya Raid.

"Dari bapak ku, waktu aku nikah. Aku dan bapak waktu ngomongin itu ke bapak mu. Dan bapak tidak mau bahas lagi dan kami tidak boleh bicara sama siapa pun. Termasuk anak-anaknya, takut perang saudara. Cuma karena warisan, harus ada pertumpahan darah. Hal itu yang bapak mu tidak ingin kan, cukup tau saja."Kata Sabri, menyampaikan pesan pak Kamil.

"Kata lu kaga boleh ada yang tau, terus kenapa lu ngomong ke gue?"tanya Raid, dengan bingungnya mendengar ucapan Sabri sepupunya.

"Ya memang tidak boleh, tadi aku keceplosan hehehehe. Tapi aku harap, kamu bisa jaga sikap mu saat berhadap dengan wak Asep ya."Kata Sabri, karena khawatir jika Raid tidak bisa terima dengan keputusan bapaknya.

Ada rasa penyesalan pada diri Sabri, karena tidak bisa menjaga amanah mamang nya. Yang sudah seperti bapak bagi Sabri, sebab Sabri sudah 15 tahun ikut pak Kamil.

"Kalau itu sudah jadi keputusan bapak gua, mana mungkin gua mau mencelakakan diri sendiri. Tapi setau gua, bapak kan sudah tidak bisa ngomong. Kalau pun ngomong ah eng uh eh aja. Itu lu tau dari mana? kalau bapak ngomong begitu?"tanya Raid.

Karena setahu Raid bapaknya sudah tidak bisa bicara. Tapi kenapa Sabri berbicara seolah bapaknya sehat.

"Oh, waktu itu bapak mu kan masih bisa nulis walau pun jelek. Tapi masih bisa di baca dengan jelas. Makanya kamu jangan buat bapak mu kecewa."Kata Sabri.

"Ya udah demi bapak gua mau pulang sekarang juga. Karena gua gak suka dengan orang yang bermuka dua. Baik cuma di depan, di belakang dia menusuk. Gua benci dengan orang, berhati busuk." Ucap Raid penuh emosi.

"Baiklah, demi mang Kamil yang sudah seperti bapak ku sendiri. Kita pulang ke Jakarta tapi ke rumah kontrakan ku ya. Besok baru kita pulang ke rumah mu, sekalian aku mau ketemu sama bibi. Nanti aku bilang ke bibi, kalau kamu tak ajak jalan-jalan."Kata Sabri, setuju jika sekarang mereka pulang ke Jakarta.

"Baik ayo, sekarang kita pamit sama mang Asep."Raid sudah tidak ingin berada di rumah dan desa itu.

Setelah perjalanan 15 menit kemudia seen, Sabri dan Raid sudah sampai di rumah pak Asep.

"Assalamualaikum,"ucap keduanya.

"Wa'alaikumsalam,"Jawab pak Asep dengan senyum yang dipaksakan.

"Kalian kemana saja, ini sudah hampir sore kalian baru pulang?"tanya pak Asep basa-basi saja.

"Ini Wak tadi Raid pengen tahu daerah kampung sini. Terus kami main di sungai, sangking asiknya jadi lupa waktu."Jawab Sabri.

"Iya Wak di sini sungai nya masih jernih, dan airnya juga sejuk kayak air es." Timpal Raid sambil tersenyum kaku.

"Oh iya, kalau di sini teh air na masih jernih. Tidak seperti di Jakarta atu, air na keruh."Kata pak Asep.

"Apa Raid betah di sini?"tanya pak Asep pada ponakannya itu ada rasa khawatir. Jika keponakannya satu ini memberontak atas hak bapaknya.

"Oh tidak Wak, saya tidak bisa tinggalkan emak dan babak. Apa lagi keadaan babak lagi sakit, kasihan emak sendiri yang ngurus. Sore ini juga saya harus pulang ke Jakarta Wak."Jawab Raid, yang sudah jengah dengan berpura-pura ramah.

"Oh ya, malang sekali nasibnya Kamil. Padahal teh Kamil masih muda, sudah kena stroke parah. Ya sudah ini kan sudah jam tiga, kalinya makan dulu ya sebelum pulang. Ayo sekarang makan dulu sekalian bareng sama Wak."Yang langsung beranjak dari sofa, berjalan menuju dapur untuk mengambil makanan.

Sabri dan Raid saling pandang lalu mereka berjalan mengikuti pak Asep. Mereka terpaksa makan sebelum pulang ke Jakarta. Mereka melakukan itu untuk menghormati pak Asep, sebagai orang tua sekaligus saudara.

Setelah makan pak Asep memberikan uang untuk Raid dan Sabri, sebagai ongkos ke Jakarta. Pak Asep ingin menunjukkan pada Raid dirinya orang baik. Dan suatu hari tidak akan percaya dengan berita tentang dirinya.

****************

Setelah Maghrib, Sania mengajak pergi makan malam suami dan anaknya.

"Aa yakin tidak mau ikut makan di luar?"tanya Sania, sambil mengangkat Ardian dalam gendongan.

"Malas lah, Aa makan di rumah saja nanti." Jawab Fano, yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu.

"San itu Dara tidak ikut, terus nanti Raisa tidak ada yang jaga kalau kita makan?"tanya Rainal, sebab tidak dengar Dara di suruh siap-siap.

"Tidak usah lah mas, dia harus selesai setrikaan. Kita seperti biasa saja, gantian makannya. Kita berangkat sekarang ya aku sudah lapar lo mas."Jawabnya dengan sedikit manja.

"Ya sudah ayo, Aa kami pergi dulu ya."Pamit Rainal.

"Ya hati-hati di jalan."Ucap Fano.

Setelah kepergian adik dan adik iparnya Fano menghampiri Lisna di kamarnya. Di kamar itu Dara sedang menyetrika baju anak-anak dan Dara sendiri. Sedangkan Lisna nunggu giliran, untuk menyetrika baju orang dewasa dan Lisna sendiri.

" Teh Lisna,"panggil Fano.

"Iya A Fano,"jawab Lisna.

"Nasi masih banyak tidak?"tanya Fano.

"Sebentar," lalu jalan menuju ruang makan, dan membuka magic com. "Masih A, mau makan sekarang?"tanya Lisna.

"Lauknya masih ada apa?" tanya Fano sambil jalan menuju ruang makan.

"Masih ada ayam goreng, sama sambal terasi mas." Jawab Lisna.

"Kalian pasti lapar, ini saya ambil nasi satu setengah centong saja. Sisanya kamu kamu bikin nasi goreng makan berdua ya. Dah sana kamu masak sambil nunggu giliran sama Dara."Perintah Fano pada Lisna agar segera masak supaya tidak ke adiknya.

"Baik A, saya masak sekarang. Terima kasih ya mas."Ucap Lisna dengan raut wajah senang karena hari ini masih bisa makan. Meski pun sepiring berdua dengan Dara.

"Iya tapi maaf cuma segitu nasinya. Setidaknya bisa mengurangi rasa lapar kalian."Ucap Fano, sambil menyuap nasi ke mulutnya.

"Tidak apa-apa A, ini sudah alhamdulilah. Saya masak dulu."Langsung ke dapur.

Lisna mencari kol dan bumbu untuk bikin nasi goreng. Supaya nasi gorengnya tidak polos, jadi bisa nambah fariasi.

Setelah makan dia jalan ke dapur menaruh piring bekas makan dan tempat ayam goreng tadi. Di makan tidak pernah pilih, yang penting perut kenyang.

"Teh ini tolong cuciin ya."Perintah Fano.

"Iya A, nanti sekalian setelah saya dan Dara makan."Kata Lisna.

"Iya," dia langsung balik badan menuju kamar Dara.

"Dara sudah selesai, kamu makan dulu sama teh Lisna ya. Teh Lisna lagi bikin nasi goreng tu."Kata Fano.

"Tapi nanti kalau bu Sania marah bagaimana?"tanya Dara dengan raut wajah kecemasan.

"Kamu tenang saja ya. Cepat ke dapur dan makan sebelum Sania dan suaminya pulang."Perintah Fano.

"Baik A,"jawab Dara, langsung pergi ke dapur.

Fano menatap Dara yang berjalan menuju dapur, dengan tatapan berbeda. Ada rasa tertarik dengan Dara, selain cantik dan imut. Dara.....

*****Bersambung....

Terpopuler

Comments

Nur Khasanah

Nur Khasanah

terima kasih banyak kak Kristina.

2023-01-16

0

@Kristin

@Kristin

Aku vote ya di sini saja y. ..

2023-01-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!