SEPOTONG CINTA UNTUK DEVANO.
“Devano!”
“Devano!”
“Devano!”
Suara gerumuh itu berhasil memenuhi seluruh ruangan, gedung olahraga in-door menjadi penuh dengan ratusan manusia yang menyerukan satu nama. Tidak ada hal yang jauh lebih menyenangkan dari ini, adalah bagian terbaik bagi mereka yang menyerukan satu nama ‘Devano’ dengan sekencang-kencangnya, seolah pita suara tersebut sudah disetting dengan sedemikian rupa tidak akan pernah putus meski berteriak sekencang-kencangnya.
Devano adalah magnet.
Devano adalah idola.
Devano adalah pujaan.
Devano adalah segalanya.
Namun sosok yang diserukan hampir seluruh lautan manusia itu tidak ada di panggung, sosok itu tampak duduk manis di salah satu kursi bundar dengan meja berbentuk sama. Di pojokan bersama dengan salah satu temannya, sibuk bermain ponsel seolah dia sedang berada dalam dunianya sendiri. Tidak peduli dengan seruan
para cewek yang menyerukan namanya dengan begitu bangga, tidak peduli dengan suara musik dari band-band ternama Ibu Kota yang menjadi pengisi acara. Hingga lampu utama menyoroti dirinya, membuat bulu-bulu mata lentik itu tampak begitu nyata tatkala mata hazel itu menyipit dengan sempurna.
“Devano!”
“Devano!”
“Devano!”
Teriakan itu kembali berseru, jika mungkin mayoritas cowok akan merasa tersanjung kemudian merasa paling tampan di dunia karena begitu dipuja oleh hampir seluruh cewek yang ada di sana, tapi ini berbeda dengan Devano. Alih-alih dia merasa bangga akan dirinya, dia malah merasa terganggu, risih, dan juga … kesal.
“Jadi, Devano kenapa kamu tidak maju ke atas panggung untuk acara pemilihan pangeran terkeren sekolah tahunan kita?” tanya itu membuat Devano diam. Senyum merekah dari pembawa acara kontras terlihat dari tatapan dingin Devano, mimik wajah yang datar bahkan seolah-olah enggan. Membuat semua penonton yang sedari tadi menyerukan namanya pun berhenti.
Suasana tiba-tiba menjadi hening, wajah tampan dan tubuh gagah Devano kini terpampang nyata pada layar besar yang ada di atas panggung. Semua orang kini sudah begitu ingin menunggu satu jawaban dari Devano. Kenapa cowok tampan yang menjadi incaran seluruh siswi di sekolah itu enggan naik? Padahal jelas, dibandingkan dengan cowok-cowok lainnya yang sudah berdiri di atas panggung sana, Devano jelas memiliki peluang besar untuk memenangkan pemilihan ini.
“Gue udah punya cewek,” ucap Devano.
Jelas jawaban Devano ini kontras dengan pertanyaan dari pembawa acara sebelumnya. Namun, cukup menegaskan jika dirinya enggan untuk mengikuti kontes tersebut.
Suara kasak-kusuk kembali terdengar dengan begitu nyata, sebab mendengar jawaban Devano yang berarti cowok itu sudah tidak jomlo lagi. Ini adalah masalah serius, dan kini pertanyaan beralih kepada; sejak kapan? Siapa cewek beruntung yang bisa mendapatkan Devano? Bagaimana tampangnya? Berasal dari keluarga bagaimana cewek tersebut? Dan, seberapa cerdas cewek tersebut?
“Wah, Devano jadi udah nggak jomlo lagi, ya? Kalau boleh tahu siapa cewek Devano sekarang? Semua anak yang ada di sini pasti penasaran dengan ceweknya Devano,” tanya pembawa acara tersebut.
Lagi, suasana kembali hening, dan kini ada yang aneh dari mimik wajah Devano. Ya, mimik wajah Devano tidak lagi datar dan dingin seperti sebelumnya. Namun, mimik wajah Devano kini tampak terlihat tidak terbaca, senyum licik samar-samar terukir pada sudut bibirnya, hingga kemudian Devano menunjuk seseorang yang ada di ujung matanya kemudian dia berkata, “Ayla Cantika Putri, dia adalah cewek gue,”
Deg!
Satu jawaban yang berhasil membuat semua orang yang ada di sana memandang pada satu arah yang sama. Satu jawaban yang membuat seseorang menjadi pusat perhatian secara tiba-tiba.
Seorang cewek dengan dress selutut bermotif renda dengan warna abu-abu tua itu pun hanya bisa terdiam dengan bodoh, cewek itu bahkan seolah masih belum menyadari jika dirinya kini menjadi pusat perhatian semua orang. Matanya masih memandang Devano dengan berbinar, senyum merekahnya masih tertuju pada Devano dengan begitu nyata. Hingga pada akhirnya sorotan lampu tertuju kepadanya juga, membuat rasa silau itu menyipitkan mata bundarnya dengan nyata. Cewek berambut panjang sepunggung yang kini dicempol satu itu pun mencoba menutupi wajahnya, tapi dia bisa melihat tatapan licik Devano kepadanya tampak begitu nyata. Hingga kemudian, cewek itu baru sadar jika ternyata dirinya sudah menjadi bahan tatapan oleh semua orang yang ada di ruangan itu. Cewek itu hanya terdiam terpaku, dia belum bisa untuk mencerna apa yang terjadi ini.
“Ayla Cantika Putri, beruntung sekali kamu bisa berpacaran dengan seorang Devano Adam Kalendra,”
“Hah?” kata cewek itu dengan mimik wajah bodohnya.
Poni yang sedari tadi menutupi keningnya pun tampak bergerak seirama dengan gerakan tubuhnya. Ayla—nama cewek itu, menunjuk dirinya sendiri seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang pembawa acara. “Hah, gue ceweknya Devano? Gue!” pekiknya, mengulang ucapannya berkali-kali. Hingga Devano melangkah, dan berhenti tepat di depannya. Ayla masih enggan menyangka jika itu adalah hal yang nyata.
Mata Ayla menatap Devano tanpa berkedip, cowok itu sudah berada di depannya, hanya berjarak beberapa inci. Kemudian Devano memeluk Ayla dengan sempurna. Bibir Devano berada tepat di sebelah Ayla, dengan seringaian licik, Devano tersenyum, lalu berbisik, “Selamat, elo bakal dibenci oleh cewek satu sekolah,”
Jelas, sangat jelas terdengar di telinga Ayla, bahkan tubuh Ayla mematung sempurna mendengar ucapan dari Devano tersebut. Tubuh Ayla mematung dengan sempurna, matanya nanar memandang Devano yang sudah menepuk lembut puncak kepalanya sambil tersenyum simpul. Ayla, tidak menyangka jika cowok itu memiliki dendam kepadanya yang teramat dalam, Ayla sama sekali tidak menyangka jika kesalahan kecilnya mampu membuat Devano mengatakan hal seperti ini.
“Pulangnya hati-hati, Sayang. Maaf, aku nggak bisa antar,” kini suara Devano cukup keras, sehingga terdengar oleh sekitarnya. Devano kembali ke tempat duduknya semula, dan Ayla mulai kehilangan semua kewarasannya.
Seluruh orang yang ada di sana mulai berkasak-kusuk kepada Ayla, memandang Ayla dengan tatapan merendahkan dan lain sebagainya. Ayla mulai panik, Ayla mulai merasa jika dirinya berada di dalam bahaya. Dan sekarang Ayla sendiri tidak tahu apa yang bisa dia lakukan untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
“Enggaaaaak!!!”
Kring! Kring! Kring!
“Ayla Cantika Putri! Mau sampai kapan kamu tidur terus seperti ini! Udah jam enam, buruan mandi dan bersiap! Kalau enggak, Abang tinggal nih!”
Teriakan itu berhasil membuat Ayla langsung bangkit dari tidurnya. Dia mengambil posisi duduk, mengucek matanya dengan nyata dan menggaruk rambutnya yang tampak acak-acakan sempurna.
Jadi semua ini mimpi?
Semua yang dialami oleh Ayla adalah mimpi, kan?
“Abang, ini mimpi, kan?” tanya Ayla bodoh, membuat lelaki jangkung yang mengenakan kaus warna cokelat itu pun melirik Ayla dengan sempurna.
Daren Wicaksono—kakak laki-laki satu-satunya milik Ayla pun menoleh, lelaki yang jarak usianya tiga tahun dari Ayla itu tidak akan pernah paham tentang semua hal yang dialami oleh adiknya. Kadang, Daren mengira jika Ayla adalah adik kecilnya yang cukup … aneh.
“Emangnya kamu habis ngapain?” tanya Daren dengan penuh selidik. “Kamu abis mimpi apa?” selorohnya lagi, mata Daren langsung melotot, Ayla pun menciut dengan tatapan abangnya tersebut.
“Nggak mimpi apa-apa, Abang! Hanya mimpi buruk aja!” elak Ayla.
Sambil mengembuskan napas lega, Ayla pun tersenyum juga, dia benar-benar bersyukur jika apa yang terjadi hanyalah mimpi buruk semata, dan Ayla tidak perlu takut lagi untuk pergi ke sekolah pagi ini. Terlebih setelah acara MOS berakhir.
“Ya sudah, mandi sana! Abang udah buatin kamu nasi goreng tuh!”
“Kok nasi goreng lagi?” protes Ayla. Selama seminggu ayahnya dinas ke luar kota, abangnya selalu membuatkan menu nasi goreng di setiap hari selama tiga kali makan Ayla, sebuah menu yang benar-benar membuat Ayla akan takut makan nasi goreng setelah ini.
“Emangnya mau dibuatin makan Abang apa?” kesal Daren, Ayla pun hanya tersenyum kaku juga. “Abang ke kampusnya entaran, jadi kamu Abang titipin sama temen barumu,”
“Hah, apa?” tanya Ayla, yang kini mengambil handuk hendak pergi ke kamar mandi, tapi terhenti sebab ucapan dari Abangnya. “Emangnya aku paket apa? Main diserah-serahin ke sembarang orang segala. Aku nggak mau, Bang!”
“Harus mau, Abang udah telepon dia!”
“Kok Abang maksa sih! Aku nggak mau, aku nggak kenal!”
“Nanti kan bisa kenalan, repot amat sih!”
“Abang, aku nggak mau!” teriak Ayla, tapi Daren sama sekali tidak menggubris ucapan dari adiknya.
“Setengah jam lagi dia akan dateng, jangan sampai kamu bikin dia nunggu lama. Awas kalau kamu rese!” ancam Daren.
Ayla hanya bisa menahan napas, melihat abangnya menutup pintu kamarnya dari luar. Sungguh, Ayla sama sekali tidak menyangka jika abangnya akan setega ini kepadanya.
Teman baru? Siapa? Ayla sama sekali tidak tahu, Ayla sama sekali tidak kenal, dan yang pasti ayahnya selalu mengatakan kepada Ayla jika, jangan pernah mau ikut dengan orang yang sama sekali tidak dikenal. Lantas bagaimana bisa abangnya menitipkan dirinya kepada orang dengan cara sembarangan seperti ini? Ayla
benar-benar tidak habis pikir!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
oktaviarrk
astaga Aylaaaa😌
2022-12-06
0
oktaviarrk
kimprit🤣
2022-12-06
0
oktaviarrk
jiakh langsung pada kecewa serentak gak tuh😂
2022-12-06
0