Ayla telah selesai bersiap, rambut hitam lurus sepingganya ia biarkan digerai dengan rapi, dan wangi. Sambil memandang cermin yang ada di depannya, Ayla kini memandang salah satu foto yang sudah beberapa bulan yang lalu tertempel rapi di ujung cermin tersebut. Kadang-kadang, ketika abangnya masuk, foto itu ditutup dengan kertas, atau apa pun, setidaknya agar abangnya tidak tahu. Bukan apa-apa, Ayla hanya malas dengan abangnya, sebab Ayla tahu jika abangnya adalah sosok yang suka sekali dalam urusan meledek.
“Aku pergi sekolah dulu, Devano. Sampai ketemu di sekolah, ya!” gumam Ayla. Mencium foto tersebut kemudian bergegas keluar dari kamar.
Ya, Devano Adam Kalendra. Siapa yang tidak kenal dengan sosok tampan dan cool tersebut? Karena ketampanannya Devano berhasil membius seluruh sekolah menja memuja-muja dirinya. Pun dengan Ayla, meski Ayla tahu jika Devano adalah kakak tingkatnya di sekolah, tapi Ayla sudah memantapkan hati untuk menjadi salah satu bagian dari penggemar Devano garis keras, dan penggemar abadi. Itulah yang dilakukan Ayla, bahkan dia melakukan begitu banyak hal bodoh. Seperti membeli kertas bekas duduk Devano, memoto bangku tempat nongkrong Devano dan lain sebagainya. Hingga uang tabungan Ayla nyaris habis hanya karena kecintaannya dengan Devano. Ayla hanya berhadap jika suatu saat perasaannya itu terbalas dengan nyata, dia hanya berharap jika apa yang hatinya rasa Devano juga merasakannya.
Ayla kembali tersenyum simpul, lembaran surat-surat yang sudah dia tulis hampir tiap malam untuk Devano itu masih tersimpan rapi. Surat-surat yang seharusnya sampai di tangan Devano, tapi Ayla terlalu pengecut untuk memberikannya langsung. Sehingga yang bisa Ayla lakukan hanyalah, menyimpan surat tersebut di dalam laci, dan menggenggam harapannya sendiri. Ya, itulah yang Ayla lakukan selama ini.
“Woy! Kenapa sih kamu ngelamun terus!” jitak Daren, Ayla langsung mengaduh kesakitan, ia mengelus puncak kepalanya dengan sempurna.
Segera Ayla merapikan lagi rambut lurusnya, jangan sampai kusut, dan jangan sampai bau rokok Daren. Sebab jika dia tidak sengaja berpapasan dengan Devano, Ayla tidak mau dianggap sebagai cewek jorok.
“Abang kenapa, sih? Ada masalah apa sama aku!” kesal Ayla.
Daren mengembuskan napas kesalnya juga. Dia pun bersedekap, memandang adik perempuan satu-satunya yang ia punya itu.
“Tunggu, kamu mau ke sekolah kan?” tanya Daren. Ayla pun mengangguk, dahinya berkerut sempurna.
“Iyalah, udah pakai seragam gini! Emangnya mau ke mana lagi? Ke pasar?” dengus Ayla.
“Dandananmu udah kayak Tante-Tante mau mangkal! Hapus lipstikmu itu!” marah Daren. Ayla langsung memekik, ternyata abangnya tahu kalau dia memakai lipstick. Padahal lipstik yang dia gunakan sudah sangat tipis sekali.
“Ini nggak lipstik, Bang! Ini lipgloss!” elak Ayla.
“Hapus nggak?”
“Ini …” ucapan Ayla terhenti saat Daren sudah memiting kedua tangannya dan menghapus lipstik yang ada di bibirnya dengan sempurna. “Abang!”
“Apaan ini! Lipstik! Merah gini!” marah Daren, menunjukkan tisu bekas menghapus bibir Ayla yang berwarna merah.
“Emang lipgloss zaman sekarang seperti itu, Abang!”
“Maskara, hapus itu maskara! Buruan sana cuci muka! Apa-apaan sih! Mau sekolah kayak mau mangkal!”
“Abang! Kan semua teman-temanku pakai ginian semua!”
“Hapus nggak?”
Tiiit! Tiiit!
Dan pertengkaran antara suadara itu pun terpaksa harus berhenti, ketika suara bel motor mulai mengganggu indera pendengaran dari Ayla dan juga Daren. Keduanya pun menoleh dengan sempurna, sama-sama saling pandang dan Daren tersenyum dengan penuh makna.
“Nah, temen Abang udah datang. Ayo buruan ke depan,” ajak Daren sambil menarik tangan Ayla, tapi sekarang giliran Ayla yang enggan beranjak dari tempatnya.
“Nggak cuci muka dulu nih, Bang? Aku pakai maskara, lho?”
“Ah, udah, cuci mukanya entaran di sekolah aja. Nanti Abang video call kamu dan kamu harus cuci muka!”
“Sekarang aja, Bang!”
“Udah telat, Ayla. Kamu mau temen Abang nungguin lama?”
“Tapi, Bang, Abang!”
Ayla hanya bisa pasrah saat tubuhnya diseret dengan sempurna oleh abangnya, rasa kesal dan marah bercampur aduk menjadi satu, tapi Ayla tidak bisa berbuat apa-apa.
“Bro, nitip adek gue, ya! Kalian kan satu sekolah. Jagain dia, kalau nakal elo jerwer.”
“Siap, Bang! Gue bakal jagain adek elo seperti gue jagain adek gue sendiri!”
Seruan itu membuat Ayla menoleh, mata Ayla melotot sempurna dengan mulut yang terbuka lebar. Bagaimana tidak, di depannya kini sudah ada sosok cowok yang masih nangkring di atas motor besarnya. Cowok itu mengenakan jaket levis, dan yang lebih membuat Ayla kaget adalah sosok cowok tersebut. Ya, cowok tersebut adalah cowok yang telah membuat Ayla merasa sial di hari pertama MOSnya. Ya, sosok itu adalah Arka Mahesa! Si biang rusuh baru di sekolah yang bahkan di hari pertama MOS sudah dipanggil berkali-kali ke ruang BP, sebuah hal yang sangat mengerikan dan bagaimana bisa abangnya menyuruh Ayla nebeng Arka?
“Abang, kamu nggak salah orang, kan?” tanya Ayla yang sudah mulai ngeri, perasaan tidak enak mulai menyelimuti hati.
“Apa yang salah? Dia teman satu sekolah sama kamu, kan? Dia teman main Abang dan kebetulan dia baru saja pindah. Noh, rumahnya tepat di depan rumah kita,” jawab Daren dengan santai.
“Apa!” kaget Ayla. Dia kembali melotot kepada Arka, sementara Arka melambaikan tangannya dengan sempurna kepada Ayla, seolah Arka tidak memiliki rasa bersalah sama sekali.
Wajah Ayla merah padam, dia masih ingat bagaimana Arka mengikat ujung rok milik Ayla dengan tali raffia yang diujungnya diberi kulit pisang, dan karena hal itu Ayla dijuluki oleh kakak tingkat sebagai cewek monyet. Malu bukan main, kesal bukan main, dan semua hal itu berkecamuk menjadi satu hanya karena ulah cowok tidak berperasaan seperti Arka.
“Hay, Bulan. Ayla artinya bulan, kan? Gue harus panggil elo apa? Bul, Lan, atau … Nyet!” ledek Arka dengan tawa sumbang yang ia tujukan kepada Ayla.
“Arka Mahesa, gue sumpahin lo jadi babi!” teriak Ayla kesal. Dia ingin melempar Arka dengan sandal, tapi Daren langsung melerai keduanya, melihat jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya kemudian Daren menghela napas panjangnya dengan sempurna.
“Udah, ditunda dulu ributnya. Udah siang, kalian telat kalau nggak buru-buru.”
“Monyet satu ini nih, Bang!” adu Arka. Ayla kembali melotot tidak percaya, bagaimana bisa abangnya sekarang menjadi abangnya Arka?
“Elo—“
“Udah, ayo buruan naik motor Arka.”
“Nggak mau!”
“Buruan, Ayla!”
“Sampai lebaran kambing pun aku nggak sudi!” kesal Ayla.
“Ayla, naik atau aku aduin ke Papa!”
“Abang!”
Sambil menghentakkan kakinya dengan kesal, Ayla pun akhirnya mengikuti perintah abangnya. Naik di boncengan motor Arka dengan posisi agak jauh kemudian kedua tangannya berpegangan di belakang jok. Kesal, iya, tapi dia tidak punya pilihan lain, sebab abangnya sudah mengancam dengan cara seperti itu.
“Nyet, pengangan. Kalau enggak elo jatoh.”
“Bodoh!”
“Gue udah ngasih tahu, ya.”
“Bodoh amat!” sentak Ayla.
Sambil tersenyum, Arka pun langsung melajukan motornya dengan kencang, membuat Ayla mencengkeram kuat pegangan yang ada di belakang. Tangan Ayla sampai benar-benar sakit. Motor Arka melaju dengan begitu cepat, bahkan hanya butuh waktu belasan menit untuk sampai ke sekolah. Setelah sampai, bahkan baru di gerbang sekolah, Ayla langsung melompat dari motor Arka yang kebetulan berhenti karena gerbangnya ditutup. Ayla tanpa mengucapkan terimakasih dan lain sebagainya, langsung berlari masuk ke dalam gerbang, merapikan rambunya dengan jemari tangan, dan hal itu berhasil membuat Arka berdecak kesal.
“Gue nggak telat, kan, Tan?” tanya Ayla. Semua murid sudah ada di lapangan depan untuk upacara bendera, dan untung saja upacara bendera belum dimulai.
“Belum kok, elo ke mana aja, sih, Ay?” tanya cewek yang dipanggil Ayla dengan nama Tan, tersebut. Ya, Intan adalah namanya.
“Gue telat, tadi pagi mimpi buruk.”
“Mimpi buruk apaan? Kirain elo bakal mimpi indah.”
“Kok bisa?” tanya Ayla bingung, kenapa dia harus mimpi indah segala?
“Ya iyalah, siapa yang nggak akan mimpi indah, kalau udah jadi superstar sekarang.”
“Superstar?” ulang Ayla dengan bodoh.
“Elo kan saat di acara penutupan MOS bikin geger satu sekolah, karena pernyataan
dari Kak Devano yang mengatakan kalau kalian berdua udah pacaran, Ayla!”
“Apa!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments