Setelah membersihkan pecahan piring, Melati juga menyusun kepingan hati yang juga pecah karena bentakan neneknya. Tangannya yang mati rasa tampak keluar darah, sehingga Melati segera mengobati luka itu dan menutupnya dengan hansaplast. Melati melihat jam sudah menunjukkan pukul 6.30 Melati segera beranjak dari duduknya, dan akan melanjutkan pekerjaan nya di dapur, namun, dia bingung harus gimana megang nya, karena tangan kanannya masih mati rasa, lemas tak bertenaga.
"Tinggalkan saja pekerjaanmu Mbak, segeralah berangkat sekolah, ini sudah siang." kata pak Yudi, bapaknya Melati.
"Eh, ehm... Ya pak." kata Melati sambil beranjak ke kamarnya untuk mengambil tasnya dan memakai sepatunya.
"Pecah lagi piring nya?" tanya pak Yudi sambil menggendong Aldi saat Melati memakai sepatunya dengan tangan kirinya. Tampak putrinya kesulitan menalikan tali sepatunya, pak Yudi pun mendekati Melati.
"Tanganmu lemas lagi mbak?" tanya pak Yudi membahasakan adiknya dengan sebutan mbak.
"Ehm, gapapa kok pak." kata Melati berusaha tetap baik-baik saja dihadapan bapaknya.
"Bapak bantu mbak." kata pak Yudi sambil meletakkan Aldi yang sudah minta jalan jalan sendiri.
Pak Yudi pun menalikan tali sepatu Melati.
"Terimakasih pak." kata Melati sambil mencium tangan bapaknya.
"Perlu bapak antar?" tanya pak Yudi.
"Ga usah pak." kata Melati.
"Bisa naik sepeda sendiri?" tanya pak Yudi.
"Biasanya kan juga bisa pak." kata Melati.
"Hmmm maksud bapak, tanganmu masih sakit kan?" tanya pak Yudi yang sudah mengetahui kalau tangan Melati sering lemas tak bertenaga dan mati rasa.
"Gapapa pak, tangan kiri masih bisa." kata Melati yang bertekad untuk tidak merepotkan bapaknya.
"Melati berangkat ya pak, Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam." jawab pak Yudi melepas keberangkatan putrinya berangkat sekolah.
"Kamu kuat nduk, kamu kuat. Maafkan bapak mu ini yang tidak bisa menjadi bapak yang baik buatmu. Semoga kamu kelak bisa mendapatkan kebahagiaan mu." batin pak Yudi dengan mata yang berkaca-kaca.
"Pa...Apak." panggil Aldi yang tadi bermain sendiri, kini sudah di dekat pak Yudi. Pak Yudi pun segera menggendong Aldi untuk dimandikan, karena jam delapan dia juga harus berangkat kerja.
Sedangkan Melati sudah sampai di rumah Zia, dan ternyata Zia masih menunggunya.
"Maaf Zi, kita jadi terlambat. Aku kira kamu sudah duluan." kata Melati.
"Belum kok Mel, ya udah ayo berangkat, sudah terlambat ini." kata Zia.
Merekapun segera mengayuh sepeda mereka menuju sekolahan. Sesampainya di sekolahan, pintu gerbang sudah ditutup, tetapi mereka minta ijin untuk masuk, dengan prosedur masuk ruang BK terlebih dahulu, karena harus dicatat atas keterlambatan mereka.
"Mel, kelasmu ini jadwalnya siapa?" tanya Zia.
"Bu Kus." jawab Melati.
"Bu Kus? Wah, bakal ga boleh masuk kelas dong kamu Mel." kata Zia.
"Ehm, iya sih. Tapi gapapa, aku coba masuk dulu, kalo ga boleh, ya nanti aku belajar dari luar." kata Melati.
"Perlu aku anterin.?" tanya Zia.
"Ga perlu Zi."
Merekapu. berpisah di koridor. Zia ke kelasnya, dan Melati juga langsung menuju kelasnya sendiri.
Tok tok tok
"Assalamualaikum." salam Melati membuka pintu.
"Wa'alaikumsalam." jawab bu Kus.
"Maaf bu, saya terlambat." kata Melati.
"Sudah tau konsekuensi nya kalau terlambat?" tanya bu Kus.
"Tau bu."
"Silakan tunggu diluar."
"Baik bu."
Melatipun kembali keluar kelas karena tidak diijinkna masuk kelas. Tangannya sudah lebih baik, tidak mati rasa lagi. Tetapi luka bekas pecahan piring tadi, cukup sakit juga di jari telunjuknya. Melatipun membaca-baca materi pelajaran Biologi, yang diampu oleh ibu Kus.
"Melati?" sapa seseorang yang tenyata itu gurunya sendiri.
"Pak Dewa?"
"Kenapa di luar?" tanya pak Dewa.
"Ehm, saya datang terlambat pak." jawab Melati.
"Kok bisa? Biasanya kamu tertib kan?" tanya pak Dewa.
"Ehm, bapak duduk sini ya." lanjut pak Dewa yang sudah duduk di kursi dekat Melati.
"Ya pak. Silakan." kata Melati.
"Kamu belum jawab pertanyaan bapak, kenapa terlambat?"
"Ehm, tadi adik saya rewel pak."
"Owh... begitu?"
"Ehm. Pak Dewa ga ngajar?" Melati mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Ngajar, tapi nanti. Pas saya lihat Melati duduk disini sendiri, ya bapak ke sini. Gapapa kan bapak temani?" tanya pak Dewa ramah.
"Oh, ya pak. Gapapa."
Merekapun berbincang banyak hal, Pak Dewa menyemangati Melati terkait belajar yang harus terus dijalaninya. Dan bercerita tentang ilmu teknologi dan informasi dan komunikasi sesuai mata pelajaran yang diajarkan pak Dewa.
Setelah terdengar bel pergantian jam pelajaran, pak Dewa pamit untuk mengajar, dan Melati juga beranjak dan masuk ke kelasnya, setelah bu Kus keluar dari kelasnya.
"Mel, kok tumben sih kamu telat?" tanya Satria setelah Melati duduk di kursinya.
"Biasa, adikku rewel." jawab Melati.
"Sampe sesiang ini?"
"Iya."
"Eh, bentar. Ini, tangan kamu kenapa Mel?" tanya Satria memegang jemari Melati yang dihansaplast.
Gadis berjilbab itu menarik tangannya yang dipegang oleh Satria dengan menunduk, dia tidak terbiasa jarinya dipegang laki-laki lain kecuali bapaknya.
"Gapapa." jawab Melati menyembunyikan jemari tangannya di pangkuannya.
"Bentar Mel. Jangan gitu lah Mel, kita ini sahabat lho, ayo lah cerita sama aku." kata Satria khawatir.
"Aku gapapaa Sat."
"Hem, ya udah. Okey, aku harap, memang begitu adanya. Kamu baik-baik ya Mel."
"Iya."
Kemudian guru pelajaran matematika pun datang. Satria kembali tenang dengan duduk ya, begitupun dengan Melati. Mereka fokus dengan pelajaran yang diberikan oleh guru matematika. Hari ini ada banyak catatan yang harus Melati kerjakan, belum lagi catatan dari bu Kus tadi, yang dipinjam Melati dari Satria.
Saat jam istirahat, Melati meminjam buku Satria untuk menyalin catatan.
"Sat, pinjam bukumu dong, ada catatan Apa dari bu Kus tadi?" tanya Melati.
"Biasa Mel, ada banyak catatan dari beliau, biasa lah, kalau pelajaran Biologi kan pasti gitu, catetannya se papan tulis penuh." kata Satria menyerahkan bukunya.
"Aku pinjem dulu ya." kata Melati.
"Mau kamu salin sekarang?"
"Ehm, iya."
"Kamu ga ke kantin dulu aja, makan. Emang kamu ga laper?"
"Ehm,..."
"Udah, bawa aja bukuku, sekarang ikut aku ke kantin yuk, kita makan dulu." ajak Satria, cowok berkacamata yang memang tampak culun itu, menarik tangan Melati untuk menuju ke kantin, menghentikan niat Melati untuk menyalin catatan sekarang.
"Ehm, ya udah deh, ayuk."
Satriapun bejalan beriringan bersama Melati menuju kantin untuk makan bersama, karena Satria tahu, dengan kesiangan, pasti Melati belum sarapan, sehingga dia mengajak Melati untuk sarapan terlebih dahulu. Merekapun makan bersama di kantin dengan Ditraktir Satria.
"Makan yang banyak, jangan sampe perutmu kosong Mel, entar tanganmu lemes lagi kaya kemarin." kata Satria yang sudah mengetahui keadaan Melati akhir-akhir ini.
"Hem" hanya itu jawaban Melati.
Satria terus mengamati Melati yang tampak sedang menutupi sesuatu darinya, Namun Satria tak ingin mengusik kenyamanan gadis itu, karena baginya, Melati mau menuruti kemauannya saja, itu sudah lebuh dari cukup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Neulis Saja
Thor, reader hadir lagi nih, Thor sayang covernya kurang menarik padahal ceritanya bagus seperti jodoh salah sambung covernya juga bikin seseorang tdk tertarik utk membacanya padahal kalau desain dan gambarnya bagus sebelum orang ingin tahu dalam karena tertarik dgn covernya
2024-02-04
0
Yeni Eka
Satria naksir melati nih
2023-01-02
0
Herry Murniasih
begitu banyak cobaan hidup yang dialami Melati di usia masih belia, semoga kau tegar dan tetap semangat, lanjut Thor
2022-12-05
0