Pria Jawa-Sunda

"Kenapa pula mukamu itu? Nggak enak kali ditengok, udah macam kain yang nggak digosok, keriting," ucap Juli teman Dean di kampus, satu jurusannya yang menatap wajah Dean yang sejak tadi cemberut.

Hufffh... hanya terdengar suara ******* Napas Dean yang berat, dia ingin sekali cerita tapi bingung harus mulai dari mana.

"What's up, Gals! udah datang aja kalian, mata kuliah juga masih dua jam lagi mulai," sapa Rini yang baru saja tiba di jurusan bersama Astrid, langsung duduk di bangku panjang bersama Dean dan Juli. "Kenapa pula muka kau itu, De? Kok kusut kali?"

Dean hanya mengerling tanpa berniat menjawab, setidaknya untuk saat ini. "Woi, Rizda Endean Batu Bara, gak ada mulut kau menjawab?!" hardik Rini yang kesal karena merasa dicueki sahabatnya itu.

"Hadeh, berisik kali kau lah. Kepalaku pusing kali ini woi," ucapnya menatap satu persatu kedua teman kompaknya.

"Kenapa? Apa Ferdi mutusin kau? Apa dia ternyata udah punya pacar?" sosor Astrid pasalnya baru kemarin mereka bertemu, wajah Dean tampak bahagia menceritakan hubungan dengan Ferdi, pria yang sudah sebulan ini jadian dengannya.

"Ssssttt... apa lah kau ini, asal ngomong aja," sambar Juli.

"Terus kenapa? biasanya anak ini ceria, tapi hari ini kok malah mendung mukanya," lanjut Rini masih penasaran.

"Aku mau dijodohkan sama paribanku!" Akhirnya Dean memutuskan bercerita pada kedua temannya.

"Apa?"

"Apa?"

Kedua temannya kompak terkejut. "Serius? Paribanmu yang mana?" tanya Juli yang kebetulan tinggal masih dekat rumahnya, jadi sedikit banyak dia tahu anggota keluarga Dean, setahunya sahabatnya itu hanya punya dua bapakuda saja.

"Pariban, berarti anak namborumu? Memangnya kau punya namboru?" susul Rini yang juga pernah singgah ke rumahnya.

"Punya. Dia tinggal di Los Angeles, tapi anaknya udah lima tahun ini tinggal di Jakarta," terang Dean mengusap wajahnya.

"Amangborumu itu bule?" susul Juli semakin penasaran.

Dean hanya mengangguk lemah. Dia masih bingung mencari jalan keluar untuk masalahnya ini.

"Ganteng lah, bodoh kali kau gak mau sama dia, Wak!" lanjut Rini semakin tertarik mendengarkan cerita Dean.

"Dih, mau ganteng, buruk rupa, aku gak peduli. Aku cuma cintanya sama Ferdi!" tegas Dean. "Seandainya lah Ferdi suku Batak," lanjutnya meratap nasib.

Pembicaraan harus berakhir karena dosen pengampu mata kuliah yang mereka ambil sudah datang semua teman-teman satu jurusannya juga berhamburan masuk mengambil kursi yang seperti biasa karena mereka lebih dulu datang sudah mengambil tempat dengan posisi enak yaitu di barisan paling belakang.

Hampir dua jam mata kuliah itu berlangsung, tidak ada satupun materi yang diterangkan oleh dosen itu nyangkut di kepala Dean. Satu pesan dari Ferdi sudah dia terima, mengajaknya makan siang di kantin fakultas pria itu yang langsung disambutnya dengan balasan oke.

Akhirnya dosen mata kuliah psikologi itu keluar bersamaan dengan teriakan lega dari anak-anak di dalam ruang kelas. Dean dan ketiga temannya ikut bergegas keluar dari sana, menuju kantin karena memang keempatnya sudah dilanda lapar yang sangat berat.

Dari kejauhan, Dean sudah melihat Ferdi yang duduk seorang diri menunggu mereka. Pria Jawa - Sunda itu begitu tampan, selalu berhasil membuat dadanya berdebar.

"Halo ganteng, sendirian aja nih? Godain kita dong," ucap Rini mentoel pundak Ferdi dari belakang hingga membuat pria itu sontak menoleh.

"Maaf, Tante, saya udah ada yang punya. Nih, orangnya," ucap Ferdi sembari tersenyum menunjuk ke arah Dean. "Kenapa nih pacarku kok cemberut?" lanjutnya melihat ke arah Dean.

"Cieee... pacar nie...," timpal Rini. Gadis itu memang paling heboh dan selalu ceria, imbang dengan sifat Dean, tapi untuk saat ini keceriaan Dean hilang semenjak dia tahu dirinya akan dijodohkan dengan paribannya.

Ferdi yang memang pria kalem dan sedikit pemalu itu hanya mengulum senyum mendengar godaan Rini. Pria asli keturunan suku Jawa - Sunda bisa dengan cepat beradaptasi dengan Dean dan ketiga sahabatnya, yang memang selalu ceria, dan bicara dengan nada lebih keras.

Sejak ayahnya mutasi tugas di Medan, Ferdi dan keluarganya juga ikut pindah, melanjutkan kuliahnya di kampus Dean.

Keduanya bertemu, berawal dari Dean dan ketiga sahabatnya iseng pergi berenang di kolam renang kampus yang notabene lebih banyak dikuasai oleh mahasiswa jurusan olahraga. Hari itu Ferdi ada di sana, bersama teman-temannya. Ferdi sendiri jurusan teknik informatika, yang gedung jurusannya dekat dengan fakultas kedokteran, yang membuatnya sering bertemu dengan Dean. Setelah beberapa kali bertemu di kantin jurusan Fakultas kedokteran yang makanannya terkenal paling enak di seluruh kantin yang ada di kampus, Ferdi memberanikan diri mendekati Dean, itu pun karena dia melihat Dean juga menunjukkan sinyal menyukainya.

"Kenapa sih, kok cemberut? lagi sakit perut ya?" tanya Ferdi menatap wajah Dean yang tidak bersemangat. Sejak tadi dia memikirkan sebaiknya dia terus terang kepada Ferdi. Dean tidak mau masalah ini, didengarnya dari orang lain, dia tidak ingin Ferdi salah paham dan akhirnya memutuskan hubungan mereka karena jujur, Dean sangat menyukai pria itu.

Ferdi adalah pacar pertamanya. Pria yang pertama kali mengajarkan dalam hidupnya bagaimana dicintai dan diperlakukan begitu lembut oleh seorang pria. Dari Ferdi pula Dean mulai mempunyai kesadaran untuk merias diri.

Selama ini dia tidak peduli dengan penampilannya. Berbusana saja sesuka hatinya, bahkan sepanjang sejarah hidupnya, bisa dihitung dengan jari berapa kali dia menggunakan dress. Tapi semenjak jadian dengan Ferdi, salah satu pria yang paling diminati oleh para kaum hawa di kampusnya karena memang anak BEM, mulai mengubah penampilannya dan juga cara bicaranya.

Walaupun berulang kali Ferdi mengatakan bahwa dia lebih menyukai Dean apa adanya, menyukai gadis ceria yang selama ini diperhatikannya secara diam-diam di kantin jurusan.

"Kenapa sih kau suka padaku?" tanya Dean suatu hari ketika mereka pulang dari kampus bersama.

"Aku suka dengan keceriaan mu serta tawamu bisa menular. Kalau kau tertawa, tanpa kusadari aku juga ikut tersenyum melihatmu. Belum lagi bola matamu yang begitu indah, setiap kau memandangku hatiku berdebar dan saat itu pula aku meyakini diriku bahwa aku ingin memilikimu," ucap Ferdi dengan lembut.

Ferdi begitu pintarnya membuai hati Dean, gadis itu yang selama ini tidak pernah menyukai lawan jenisnya kini bisa jatuh ke dalam pelukan Ferdi.

Namun, sejak pertama mereka jadian satu hal yang membuat Dean sempat berpikir dua kali untuk menjalin hubungan dengan pria itu, karena Ferdi bukan suku Batak. Dia benci mengingat hal itu tapi mau bagaimana lagi keluarganya begitu kuat memegang adat istiadat. Ayahnya selalu menekankan pada mereka bertiga untuk mencari jodoh suku Batak.

"Gak bisa gitu lah, Pak. Kalau jodohku nanti suku Minang kek mana pula?" tanya Hasian Renata, anak kedua Pak Hotman.

"Gak usah dipertanyakan lagi, Bapak pasti gak setuju. Apalagi kau, Dean, kau Boru panggoaran ( Anak perempuan sulung) wajib sama orang Batak kau ya, Boru, jangan kau kecewakan bapakmu ini," ucap Pak Hotman saat makan malam bersama istri dan ketiga anaknya.

Note Author:

-Amangboru: suami Namboru

-Boru Panggoaran : Anak sulung perempuan yang namanya jadi panggilan untuk kedua orang tuanya.

Terpopuler

Comments

mikhayla

mikhayla

apa astrid ini suku batak juga?
aku punya teman namanya astrid, suku batak tapi ga tinggal di medan sih jd logat bicaranya ga kasar

2023-01-02

0

Annisa Rahma

Annisa Rahma

walaupun ferdi menerima dean apa adanya, tapikan dean pengen terlihat cantik di depan ferdi

2022-12-30

0

Ardhita

Ardhita

cinta terhalang suku 😅

2022-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!