Sebuah kamar
hotel mewah menjadi saksi bisu pergumulan panas seorang wanita paruh baya
dengan seorang pria yang tampak jauh lebih muda darinya. Keringat yang mengucur
deras serta erangan panjang menjadi aksi terakhir keduanya siang itu.
Senyuman
puas dari wanita di bawahnya tampak terbit dengan lebar. "Honey,
terimakasih. Kamu memang selalu terbaik. Tidak rugi aku menjadikan kamu
priaku." ucap wanita itu mengusap rahang berbulu halus milik pria di
atasnya itu.
"Tentu
saja, memang kau pikir aku ini suamimu yang sudah di di kubur itu?" ledek
pria berusia 28 tahun yang bernama Panji.
"Hon,
sudahlah. Jangan membahas pria itu. Aku muak mendengarnya. Aku ingin kau
memuaskan ku sebelum aku berpikir untuk membuka usahaku." wanita yang tak
lain adalah mantan ibu tiri Lillia Zeni itu kini sedang menikmati rasanya
memiliki uang banyak dan mendapat kepuasan dari pria berondngnya.
Windi
Sulastri, wanita berusia 40 tahun yang tengah gila dengan uang yang ia dapatkan
secara tidak adil dari anak tirinya.
"Bicara
tentang usaha, jangan lupa bagianku setiap bulannya. Ingat Win, aku sudah
berperan penting melancarkan aksimu itu. Bahkan jika tidak ada aku, kau pasti
akan selamanya hidup susah dengan si anak tirimu itu." hasut Panji yang
ingin memberi pikiran buruk pada Windi.
"Iya,
ia. Tenang saja. Terimakasih yah, kau sudah membuat Lillia memberikan semua
hartanya padaku. Yah meski sedikit uang itu kau suruh berikan padanya."
Windi kesal mengingat Panji memberikan sekitar lima juta pada Lillia sebelum
mereka pergi dari rumah.
Senyuman di
wajah Panji hanya terlintas sekilas tanpa Windi tahu. Namun, Windi tampak acuh
dan memilih memejamkan matanya dengan tubuh yang lelah. Sejenak Panji menatap
sinis wanita tua di depannya ini.
"Cih,
kalau tidak mengingat pendapatan jangka panjang dari wanita ini. Aku tidak akan
sudi menyentuhnya. Dasar bau tanah." umpat Panji dalam hati sembari
melangkah menuju kamar mandi. Ia ingin segera membersihkan tubuhnya.
Di saat
mandi dengan air di dalam bathup merendam tubuh pria itu, Panji teringat
bagaimana cantiknya wajah Lillia Zeni. Wanita yang sering kali menghinggapi
pikirannya akhir-akhir ini. Senyuman Panji terukir membayangkan bagaimana
Lillia tersenyum-senyum saat bersapa dengannya sangat sopan.
Sebelum
kejadian di mana Windi pergi dari rumah, Panji sering kali berpapasan dengan
Lillia di sekitar jalan rumah Lillia. Lillia yang memang memiliki sikap ramah terlebih
dengan orang sekitar rumahnya tak perduli penduduk asli atau pun orang ngontrak
mau pun kos.
"Honey!
Panji!" Teriakan Windi membuat Panji tersadar dari lamunannya. Segera ia
mencebik kesal.
"Huh
nenek tua mau apa lagi sih? Kirain sudah tepar!" umpat Panji segera
beranjak dari bathup.
Pintu kamar
mandi terbuka, nampaklah Windi mengerucutkan bibirnya manja. Sungguh wanita tua
itu tidak sadar dengan usia. Bukan menggemaskan yang Panji lihat dengan sikap
manja wanita itu. Yang ia lihat hanyalah wajah penuh keriput dan pori-pori yang
bertebaran di mana.
"Ada
apa?" tanya Panji singkat.
Tanpa
berkata apa-apa, Windi memeluk tubuh kekar dan bersih milik Panji. Ia
bergelayut manja di sana dan sesekali mengecup dada bidang milik Panji.
"Kau
pergi meninggalkan ku? Aku terbangun, Honey. Aku ingin mandi bersama mu
saja." Windi tanpa tahu malunya menuntun tubuh Panji masuk ke dalam bath
up.
Sebagai pria
yang di bayar, Panji hanya bisa pasrah dan menurut saja. Meski sebenarnya ia
sangat malas sekali.
Sedangkan di
sisi yang berbeda tampak Lillia sudah terisak di hadapan sang sahabat kala ia
menceritakan semua yang terjadi padanya. Bahkan Zeni sampai terbelalak tak
percaya mendengar Zeni sahabatnya di hamili oleh pria yang tidak ia tahu siapa.
"Zen,
apa kau sungguh tidak tahu pria itu?" tanya Zaniah sangat terkejut.
Lillia hanya
bisa mengangguk sembari menahan suara tangisnya. Segera Zaniah memeluk tubuh
sang sahabat, air matanya turut berjatuhan kala itu.
"Ya
Tuhan Zen, aku benar-benar tak menyangka jika hidupmu sesakit ini. Aku sangat
sedih mendengarnya. Bahkan aku berpikir selama ini hidupkulah yang paling
menderita." Zaniah baru merasakan ia tidak begitu menderita perihal sang
mertua dan anak yang belum ia dapatkan.
Melihat
konsidi Zeni yang menyedihkan hamil tanpa sosok suami, sungguh Zaniah masih
harus bersyukur akan apa yang ia dapat dari sang kuasa.
Setidaknya
masih ada Firhan yang begitu mencintainya sebagai sang suami.
Hingga waktu
yang mereka butuhkan bersama akhirnya terputus kala Zeni menerima sebuah
panggilan dari ponselnya. "Sebentar yah, Zen." ucapnya dan menjauh
kala melihat siapa nama pemanggil di ponsel miliknya.
Zaniah tahu
betul apa tujuan dari sang mertua menelponnya di siang hari ini.
"Iya,
Mah? Ada apa? Zaniah lagi di luar ini." ucapnya masih tetap hormat pada
sang mertua.
Di seberang
sana, tampak wanita paruh baya bernama Wuri Indah yang tak lain adalah mertua
Zaniah memutarkan bola matanya malas.
"Zaniah,
kamu ini lagi program hamil kok jalan tidak jelas sih? Pulang sekarang. Mamah
di depan rumah." tuturnya melihat pintu rumah sang menantu sudah terbuka
oleh asisten rumah tangga.
Segera
Zaniah pun menjauhkan ponsel dari telinganya kala sang mertua mematikan
panggilan telepon usai memarahinya singkat.
Zaniah
berbalik dan melihat Zeni menatapnya sendu. Zaniah tersenyum. "Zen,
maafyah. Aku harus pulang. Mertuaku di rumah ternyata. Besok-besok kita bicara
lagi. Sudah kamu jangan nangis. Kita cari jalan keluar bersama yah?"
Senyuman Zaniah dan pelukan itu seakan menjadi penguat untuk Lillia kala ia
benar merasakan hancur dalam hidupnya dan kesepian di saat yang bersamaan.
***
Mobil milik
Zaniah pun akhirnya terparkir di halaman rumah miliknya. Keningnya sedikit
mengernyit.
"Mamah
pakai mobil siapa yah? Ini mobil mahal dan mewah, lagi pula tidak mungkin Mamah
pakai mobil beginian. Ini kan anak muda banget?" batin Zaniah
menerka-nerka kala melihat mobil mewah berwarna merah menyala terparkir di
halaman rumahnya.
"Nyona,
mari saya bawakan tasnya. Di dalam ada Nyonya besar sama wanita muda,
Nyonya." sang pelayan tampak mengadu pada Zaniah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments