(Masih Masa Lalu bagian 3- selesai)
Raline melangkah cepat mendekati ibunya dan memeluknya. Dua tahun belakangan ini wanita melahirkannya itu kembali di sini dan menetap.
"Om Harlan tidak menyakitimu, kan?" Rani menatap putrinya.
Harlan mengernyitkan keningnya.
"Tidak, Bu. Dia baik sudah mentraktir aku minuman," jawabnya.
"Jangan keseringan mau di traktirnya nanti bahaya," celetuk Rani.
"Bahaya bagi kantongku, Bu Rani!" sahut Harlan.
Dibalas senyuman oleh Rani.
"Bu, ganti uang Om Harlan. Dia selalu ngomong padaku, jangan banyak-banyak nanti uang Om habis," tuturnya.
"Ibu, akan menggantinya. Bagaimana kabar kakak dan adik-adikmu?"
"Mereka baik, Bu."
"Ibu akan mengajakmu makan sudah lama kita tak makan siang bersama," ucap Rani.
"Om Harlan tidak diajak, Bu!" memiringkan sedikit kepalanya melihat ke arah pria yang sedang mengerjakan sesuatu di meja kerjanya.
"Tidak," jawab Rani.
"Kenapa, Bu?"
"Ibu sudah memberikan uang makan untuknya, biarkan saja dia beli sendiri," jawab Rani lagi.
"Oh, begitu. Ayo kita pergi!" Rani mengenggam tangan putrinya menuju mobilnya.
Keduanya berangkat ke restoran terdekat dari kantor properti miliknya yang baru ia rintis 3 tahun ini.
"Bagaimana dengan sekolahmu?"
"Ya, begitu."
"Teman-temanmu baik denganmu, kan?"
"Ya, Bu. Tapi, ada satu cowok yang menyebalkan," jawabnya.
"Siapa?"
"Vino, dia teman sekelasku."
"Kenapa dia mengganggumu?"
"Aku juga tidak tahu, Bu. Dia selalu mengejekku, dia bilang Om Harlan itu kekasih ibu," ocehnya
Rani tersenyum.
"Apa benar, Bu?"
"Om Harlan itu sudah Ibu anggap sebagai adik sendiri, "jawabnya.
"Om Harlan itu tampan 'ya, Bu."
"Ya, tapi lebih tampan ayah kamu," ujar Rani.
"Nanti kalau aku besar mau punya suami seperti Om Harlan," celetuk Raline.
Rani yang mendengarnya hampir tersedak makannya.
"Om Harlan itu tampan dan baik hati," ucap Raline senyum-senyum.
"Belum waktunya kamu berbicara tentang suami. Fokuslah belajar, kejarlah cita-citamu!" Nasehat Rani.
"Ibu sama saja seperti ayah dan mama," ucapnya.
"Masa depanmu masih panjang, Raline," ujar Rani lembut.
Raline terdiam dan asyik dengan makanannya.
"Ibu ingin melihat kamu tampil di atas panggung dengan hasil karyamu," ucap Rani.
"Ya, Bu. Aku pasti akan mewujudkan impian Ibu," ujarnya.
"Nah, begitu anak cantik!" Rani tersenyum hangat.
Selesai makan bersama, Rani mengantarkan putrinya pulang tak lupa ia membawakan jajanan buat kedua buah hatinya dan putrinya Shireen.
****
Enam tahun kemudian......
Harlan menunggu di depan parkiran gedung sekolah tinggi tempat Raline menimba ilmu sebagai desain fashion.
Selama 6 tahun ini, pria itu selalu setia mengantar dan menjemput putri dari atasannya meskipun ia juga kenal Varrel dan Sean tapi ia lebih sering bersama dengan gadis cantik yang kini berusia 18 tahun.
Raline menghampiri Harlan yang kelihatan selalu awet muda di matanya.
"Om sudah lama menunggu?" tanya Raline.
"Tidak, baru setengah jam," jawabnya.
"Itu sudah lama, Om."
"Kenapa kau lama sekali?"
"Tadi, ada tanya jawab jadi lama. Sudah begitu, Maya mengajakku nongkrong di kantin," jawab Raline.
"Jadi, kau tidak tahu kalau aku di sini menunggumu?"
Raline tersenyum nyengir. "Aku lupa!"
Harlan mengacak rambut gadis yang ada dihadapannya. "Kebiasaanmu selalu begitu, bagaimana jika punya suami, mungkin kau akan lupa kalau sudah menikah."
"Jika aku menikah dengan Om Harlan mungkin ku takkan lupa," celetuknya.
Harlan tersenyum, "Kau masih terlalu kecil, aku tidak mau!"
"Aku sudah dewasa, Om."
"Iya, tapi bagiku kau itu bocah perempuan yang masih suka main kejar-kejaran."
"Om, ini suka sekali mengatakan aku bocah," Raline mengerucutkan bibirnya.
"Memang iya, kau tetap bocah yang aku jumpa enam tahun lalu," ucap Harlan.
"Bocah itu sekarang sudah menjadi gadis yang sangat cantik," Raline begitu percaya diri.
"Ya, memang kau sangat cantik. Ayo sekarang pulang!" Harlan lebih dahulu masuk ke mobil lalu di susul gadis itu.
Perjalanan menuju rumah, Raline yang duduk di samping pengemudi membuka percakapan. "Bagaimana kalau aku manggil Om Harlan itu Mas Harlan?"
Harlan lantas menoleh kemudian tergelak.
"Jika memanggil dengan sebutan Om itu terlalu tua. Kalau Mas Harlan kelihatan muda," ujar Raline.
"Panggil saja Om Harlan, jarak usia kita cukup jauh. Jadi, jangan sok dewasa dirimu!"
"Biar kita semakin akrab," ucap Raline.
"Kita sudah akrab dan seperti keluarga, jangan merubah apapun."
"Baiklah," Raline kelihatan kecewa.
"Apa kau ingin kita makan?"
"Mau," jawab Raline semangat.
"Di rumah Mama Shireen aja, ya."
"Itu sama saja bohong!" Raline mengerucutkan bibirnya.
Harlan tertawa.
-
Begitu sampai di rumah, Raline tersenyum kala melihat Varrel.
"Kakak!" panggilnya semangat.
Pria berusia 21 tahun itu menoleh dan tersenyum.
Raline memeluk kakaknya sambil tertawa bahagia.
"Kamu tidak malu dilihat Om Harlan," bisik Varrel.
"Biarkan saja!" ucap Raline melepaskan pelukannya, ia lalu berlari ke dalam.
"Apa kabar, Rel?"
"Baik, Om."
"Sepertinya kamu betah di sana?"
"Betah atau tidak betah harus dijalani, Om. Apalagi ini pilihanku," jawab Varrel
"Ya, kamu benar."
"Apa Raline masih suka merayu Om Harlan?"
Harlan mengernyitkan dahinya.
"Jika menelepon Raline selalu cerita kalau dia menyukai Om," ucap Varrel.
"Om, sudah menganggap kalian seperti keponakan sendiri," jelas Harlan.
"Sepertinya Raline tidak, Om. Dia selalu bicara padaku jika dia ingin menjadi istri Om Harlan," ungkap Varrel.
Harlan tertawa kecil.
"Om, aku menyayangi Raline. Walaupun aku tahu dia keras kepala tapi dia orangnya penyayang, dia akan berusaha agar mendapatkan apa yang ia inginkan."
"Pasti Om ingat dua tahun lalu ketika dia mengikuti lomba fashion show, memaksa Kakek untuk mempertemukan dirinya dengan model Natasha Bryan."
"Iya, Om ingat."
"Aku ingin melihat adik-adikku bahagia, Om."
"Ini bocah lagi curhat atau sedang menasehatiku. Asal kau tahu, aku tidak menyukai adikmu itu apalagi mencintainya," Harlan membatin.
"Aku harap Om mampu menjaganya dengan baik," ucap Varrel.
"Hah, apa? Aku harus menjaganya dengan baik, selama ini aku memang sudah menjaga adikmu. Mengantar dan menjemputnya tiap hari. Kurang baik apa lagi?" kata Harlan dalam hati.
"Om, menyayangi Raline 'kan?"
"Ya, iyalah. Om sayang kalian," jawab Harlan.
"Terima kasih, Om." Varrel tersenyum senang.
"Jangan ajak Om mengobrol lagi, perut ini sudah keroncongan," Harlan mencoba menghentikan obrolan yang sangat menjenuhkan baginya.
"Ya sudah, ayo kita makan!" ajak Varrel.
Keduanya bersama-sama ke dalam.
Harlan selalu makan siang bersama keluarga Alka jika menjemput Raline di sekolahnya.
Shireen mengambilkan nasi dan lauk buat suaminya.
Raline juga melakukan hal yang sama, ia mengambil nasi buat Harlan. Membuat yang berada di meja makan menjadi heran.
Ini pertama kalinya Raline melakukan hal itu kepada Harlan.
Varrel yang tahu adiknya itu menyukai Harlan, hanya mengulum senyum.
"Biar lauknya aku saja yang ambil sendiri," ucap Harlan.
Tanpa membantah ucapan pria itu, Raline kembali duduk.
Mereka pun menikmati makan siang bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments