Sembilan tahun yang lalu ....(bagian 1)
Sebuah mobil hitam mewah berhenti tepat di depan gerbang sekolah menengah pertama. Seorang pria berusia 25 tahun turun lalu membukakan pintu untuk gadis belia berusia berusia 12 tahun.
"Terima kasih, Om." Seulas senyum begitu manis terpancar dari putri kedua Alka dan Rani.
Pria yang bernama Harlan membalasnya dengan senyuman tipis.
Mobil melaju ke sebuah rumah yang sudah ditempati gadis belia itu sejak lahir. Bangunan itu kini terdiri dari 2 lantai dan beberapa kali sudah di renovasi.
Harlan membukakan pintu seperti biasa ia lakukan atas perintah dari ibu kandung dari gadis itu.
"Om, tidak mau singgah makan siang," ucapnya.
"Tidak, terima kasih. Om harus balik ke kantor, ibumu pasti akan mengomel jika lama," ujar Harlan.
"Ya sudah," gadis itu pun berjalan dengan langkah cepat memasuki rumahnya.
Shireen yang kini berusia 32 tahun melemparkan senyuman kepada putri sambungnya. "Hai, cantik!"
"Hai, Ma."
"Ganti pakaiannya kita akan makan siang bersama-sama," ajak Shireen.
"Ayah dan Sean apa ikut makan siang dengan kita?"
"Sebentar lagi, ayah akan sampai tadi dia menelepon Mama jika masih di sekolah Sean."
"Kalau begitu, aku ganti pakaian," ujar Raline.
"Ya, Nak."
Shireen sibuk merapikan hidangan yang tersaji di meja makan.
Tak lama kemudian, Raline muncul bersamaan dengan Alka dan Sean.
"Kita ganti pakaian," ajaknya kepada putra bungsu dari pernikahan pertama suaminya.
Sean mengikuti perintah ibu sambungnya.
Mereka pun makan siang bersama ada juga Alshe yang kini berusia 5 tahun.
Shireen sedang hamil calon buah hati keduanya, usia kandungannya kini menginjak 6 bulan.
"Tadi kamu pulang dengan siapa, Raline?" tanya Alka.
"Dengan Om Harlan, Yah."
"Ayah belum mengenal orangnya, kapan kami bisa bertemu dengannya?"
"Tanya saja sama ibu, Om Harlan itu suruhannya," jawab Raline.
Alka mengalihkan pandangannya kepada Shireen seakan meminta izin jika menghubungi mantan istrinya itu.
"Mama akan menghubungi Ibumu dan menanyakan tentang siapa tadi namanya?"
"Om Harlan, Ma."
"Ya, kami ingin tahu bagaimana sosoknya dan di mana tinggalnya," ujar Shireen.
"Om Harlan itu tampan, Ma. Tinggi dan wangi, salahnya aku masih kecil," celetuk Raline.
"Kalau kamu sudah besar memang mau apa?" tanya Alka.
"Aku akan jadikan kekasih," jawab Raline polos sambil nyengir.
"Astaga, Raline. Kamu masih dua belas tahun, jangan berpikir yang aneh-aneh. Ayah akan melarangmu menjalin hubungan serius dengan lawan jenis!" Nasehat Alka.
"Ih, Ayah. Aku hanya bercanda, tidak mungkin aku juga suka dengan om-om," ujarnya.
"Siapa tahu kamu sudah mulai menaksir lawan jenis," ucap Alka.
"Aku mau serius sekolah, Yah. Aku ingin menjadi model dan desainer," ujar Raline.
"Ya, Ayah akan dukung cita-citamu itu," Alka berkata sembari mengunyah makanan.
-
Selesai makan siang, Shireen menghubungi Rani.
"Halo, Shireen. Ada apa?"
"Halo, Kak. Aku hanya ingin menanyakan pria yang selalu menjemput Raline ke sekolah," jawabnya.
"Oh, Harlan maksud kamu?"
"Iya, Kak."
"Memangnya kenapa dengan dia?"
"Aku dan Mas Alka tidak pernah tahu sosoknya," jawabnya lagi.
"Lain waktu aku akan menyuruhnya untuk menemui kalian. Harlan itu asisten ku di kantor, jadi kalian tidak perlu khawatir," ucap Rani.
"Iya, Kak."
"Maaf, ya."
"Tidak perlu minta maaf, Kak. Kami hanya ingin tahu saja, Raline di jemput dan berteman dengan siapa saja."
"Maaf, tidak pernah memberitahu kalian jika Harlan ku suruh menjemput Raline. Sekali lagi maaf!"
"Ya, Kak."
"Aku mau melanjutkan pekerjaan, aku tutup teleponnya, ya!"
"Iya, Kak!"
Rani menutup teleponnya.
****
Keesokan harinya...
Harlan menjemput Raline di sekolah seperti biasa, dia akan membukakan pintu mobil untuk gadis kecil itu.
Raline duduk di bangku belakang penumpang.
"Mama dan ayah ada di rumah?" tanya Harlan pada Raline sembari menyetir.
"Ayah di bengkel, Mama pasti di rumah kalau tidak di tempat katering," jawab Raline.
"Om ingin bertemu dengan mereka," ujar Harlan.
"Buat apa?"
"Melamarmu!"
"Hah, apa?" Raline meminta mengulangi ucapan pria dewasa yang sedang menyetir itu.
Harlan tergelak.
"Om Harlan, aku serius. Buat apa mau ketemu mereka?"
"Kata ibumu, ayah dan mama kamu ingin bertemu dengan Om. Mungkin mereka takut saja putrinya aku culik," jawab Harlan.
"Oh," ucapnya singkat.
Tak sampai 15 menit perjalanan mereka tiba di rumah milik keluarga Alka.
Raline membuka pintunya tanpa dibuka khusus oleh Harlan.
Raline berlari kecil memasuki rumahnya, "Mama, ada Om Harlan!"
"Suruh menunggu di teras rumah saja!" teriak Shireen dari arah dapur.
"Iya, Ma." Raline lantas keluar menemui Harlan yang masih berdiri di dekat mobil.
"Om, kata Mama suruh tunggu di teras," ucap Raline.
"Baiklah," Harlan berjalan ke arah tempat yang diperintahkan pemilik rumah.
Shireen keluar membawa secangkir teh lalu ia sajikan pada pria itu. "Suami saya sebentar lagi pulang jadi ditunggu, ya. Saya juga sudah meminta izin pada Kak Rani."
"Ya, Mba."
Selang 5 menit kemudian Alka pulang berboncengan dengan putra bungsunya dan putri pertamanya dari pernikahan keduanya.
"Mama!" Alshe berlari memasuki rumah menghampiri ibunya.
"Sayang, sudah pulang ganti pakaiannya sebentar lagi kita makan siang bersama!" titahnya kepada Sean dan Alshe.
Harlan berdiri ketika melihat Alka menghampirinya.
"Kamu asistennya Rani?"
"Iya, Pak."
"Panggil saja saya Mas Alka," ucapnya.
"Ya, Mas Alka."
"Sudah berapa lama menjadi asisten pribadi Rani?"
"Baru dua tahun ini, Mas."
"Oh," ucapnya singkat.
"Kami hanya ingin tahu saja, putri kami dijemput dengan siapa. Tapi, kami percaya dengan kamu. Apalagi Kak Rani yang mengutuskannya," ujar Shireen yang duduk di samping suaminya.
"Maaf, kalau saya sebelumnya tidak mengenalkan diri kepada kalian. Karena buru-buru mau balik ke kantor." Harlan memberikan alasan.
"Ya," ucap Alka.
"Apa saya sudah boleh pamit pulang?"
"Ya, boleh. Maaf, mengganggu waktu kerjamu dan juga sudah direpotkan menjemput putri kami," ujar Alka.
"Tidak apa-apa, Mas. Ini memang tugas saya. Semua orang tua juga akan melakukan hal yang sama, apalagi saya orang asing yang baru beberapa hari kenal dengan Raline." Harlan tahu kegelisahan kedua orang tua gadis itu.
"Ya, kamu benar."
"Kalau begitu saya pamit harus balik ke kantor," ucap Harlan.
"Ya, silahkan!" ujar Alka.
"Permisi, Mas, Mba." Sedikit menunduk dan tersenyum, Harlan berjalan ke arah mobil kemudian berlalu.
"Sesuai apa yang dikatakan Raline, Mas."
"Ya, tampan."
"Raline sudah mulai remaja, rasa suka dengan lawan jenis pasti juga akan ia alami."
"Maksud kamu Raline akan menyukainya?"
"Mas Alka dengar sendiri 'kan ketika makan siang kemarin, jika Raline mengatakan kalau dia dewasa akan menjadikan Harlan sebagai kekasih."
"Itu hanya celotehan anak kecil yang baru menyukai lawan jenisnya," ujar Alka.
"Ya, benar sih. Tapi, kita tetap harus mengawasinya, Mas."
"Ya, benar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments