(Masih Masa Lalu bagian 2)
Harlan menjemput Raline ke sekolah menggunakan motor karena mobil harus dibawa ke bengkel.
"Ayo naik!" titahnya.
Raline duduk dengan posisi miring karena memakai rok.
"Pegangan!"
Raline memegang jaket yang dikenakan Harlan.
Baru beberapa meter, hujan turun secara tiba-tiba. Terpaksa Harlan menepikan kendaraannya ke warung bakso.
Lagi berteduh, Raline mencium aroma kuah bakso yang menyeruak mengacak perutnya. Karena memang waktunya makan siang.
"Om, makan bakso, yuk!" ajaknya.
"Tidak," Harlan menolaknya.
"Dasar pelit!"
"Hei, apa yang kau bilang?"
"Pelit!" Raline menjulurkan lidahnya.
Harlan berdecak kesal. "Ayo kalau mau makan!" ia berjalan lebih dahulu, gadis remaja itu menyusulnya di belakang.
"Cukup semangkok bakso dan segelas air putih saja, uangku tak cukup karena belum gajian dari ibumu," ujar Harlan.
"Iya, Om."
Harlan memesan dua mangkok bakso.
Sembari dibuatkan, Harlan mencari tempat duduk yang tatapannya tak jauh dari motor kesayangannya itu.
Keduanya saling duduk berhadapan, Raline senyum-senyum melihat pria dewasa yang ada dihadapannya.
"Kenapa melihat aku seperti itu?" mengerutkan keningnya.
"Kakaknya temanku naksir dengan Om," jawab Raline.
"Oh, ya."
"Apa Om mau dengannya?"
Harlan menggelengkan kepalanya.
"Kakaknya temanku itu sangat cantik, Om. Seperti model," ujar Raline.
"Om tidak tertarik," ucap Harlan sambil mengunyah bakso.
"Apa Om Harlan sudah punya kekasih?"
"Anak kecil tidak perlu tahu urusan orang dewasa," jawab Harlan.
"Aku juga tidak ingin tahu urusan Om Harlan, aku hanya ingin tahu apakah Om sudah punya kekasih atau belum," jelas Raline.
"Katakan pada temanmu, Om belum mau punya kekasih," ujarnya.
"Baiklah, besok aku akan katakan begitu." Raline melanjutkan makannya.
Selesai makan Harlan mengantarkan Raline ke rumah. Bersamaan dengan Alka yang juga baru pulang dari bengkel.
"Ayo singgah, kita makan siang bersama!" ajaknya.
"Tidak, Mas. Tadi sudah makan bakso bareng Raline," ucap Harlan.
"Oh, ya sudah. Lain kali kita makan siang bersama," ujar Alka.
"Iya, Mas. Kalau begitu saya pamit balik ke kantor," ucap Harlan.
Alka mengangguk mengiyakan.
----------------
Keesokan harinya...
Harlan yang sedang menyiapkan laporan kerja lantas mendapatkan tugas lagi.
"Lan, jemput putriku ke sekolah, ya. Terus temani dia ke toko buku setelah itu bawa dia ke sini temui saya," perintah Rani.
"Tiap hari saya disuruh menjemput Raline, apa Bu Rani tidak takut?"
"Takut, kenapa?"
"Takut kalau saya menyukai Raline."
Rani tertawa, "Mana mungkin dia menyukaimu yang sudah tua."
Harlan menggaruk tengkuknya, "Ya, juga."
"Memangnya selera kamu itu anak-anak?"
"Ya, tidaklah. Selera saya wanita yang dewasa, cantik dan pintar. Bisakah Ibu membantu saya?"
"Membantu apa?"
"Saya menyukai sekretarisnya Pak Robby, bisakah Ibu bantu mengatakan?"
Rani tersenyum. "Nanti saya akan coba bantu bicara dengannya."
"Terima kasih, Bu."
"Ya, cepat sana jemput Raline. Kasihan dia harus menunggu lama," ucap Rani.
"Baik, Bu."
Harlan bergegas melesat ke sekolah Raline. Begitu sampai wajah gadis itu ditekuk dan tampak cemberut.
"Kenapa denganmu?" tanya Harlan sembari menyetir.
"Om Harlan lama sekali menjemputku, Vino jadi menggangguku!"
"Memangnya kenapa dia mengganggu?"
"Dia selalu mengejekku tak pernah dijemput ayah selalu dengan om-om, apalagi dia bilang kalau Om Harlan itu kekasih ibu," ungkap Raline.
"Ya, kamu bilang saja kalau aku ini adik dari ibumu. Selesaikan urusannya!"
"Aku sudah jelaskan kalau Om Harlan itu sopir ibu," ujar Raline.
Harlan mendelikkan matanya karena mendengar Raline mengatakan dirinya seorang sopir ia lantas membalikkan wajahnya sekilas. "Kau bilang apa tadi?"
"Sopir."
"Aku ini asisten ibumu bukan sopir, duh pusing jelasinnya sama ini bocah!" Harlan menepuk jidatnya.
"Om tiap hari menjemputku, pasti kerjanya sopir," ujar Raline.
"Terserahmu saja," ucap Harlan pasrah.
"Memangnya Om Harlan kerja apa?"
"Susah menjelaskannya, kalau kau sudah dewasa pasti mengerti. Sekarang kita mau ke toko buku yang mana?"
"Di Mall aja."
"Baiklah, setelah dari sana. Kita ke kantor karena ibumu mau bertemu," ucap Harlan.
"Iya, Om."
Sepuluh menit kemudian, keduanya tiba di toko buku di salah satu mall ternama di kota ini.
Keduanya berpencar, Raline mencari buku komik anak-anak.
Sedangkan, Harlan hanya sekedar melihat-lihat saja.
Hampir 20 menit, mengelilingi toko buku. Harlan kehilangan jejak Raline, ia mulai mencari gadis remaja itu.
Begitu bertemu, Raline malah asyik duduk di lantai sembari membaca.
"Sudah ketemu atau belum bukunya?" tanya Harlan.
"Belum, Om."
"Terus kenapa kau duduk di situ?"
"Capek, Om." Jawab Raline santai
Harlan menepuk jidatnya. "Cepat cari bukunya, Om sudah lapar!"
"Iya, Om." Raline bangkit dan meletakkan kembali buku yang tadi ia baca tentang cerita rakyat ke rak.
Raline kembali berjalan mengelilingi mencari buku yang ia inginkan. Harlan mengikutinya dari belakang.
Setelah mendapatkan yang Raline inginkan, gadis itu membayarnya.
Keduanya keluar meninggalkan toko.
"Om, aku haus. Aku ingin minuman yang segar," ucap Raline mendongakkan kepalanya.
"Iya, nanti kita beli."
Tak terlalu lama mencari akhirnya mereka menemukan outlet yang menjual minuman berasa yang segar dan penuh dengan aneka topping.
Harlan membelikan 1 gelas plastik saja buat Raline.
"Om, tidak beli?"
"Tidak."
"Kenapa?"
"Om mau beli bensin."
"Bilang aja sama ibu, Om. Pasti dia akan menggantinya," ucap Raline asal.
"Iya, memang di ganti dengan ibumu tapi nanti setelah kita tiba di kantor," jelas Harlan.
"Oh, begitu."
"Ya."
Raline berjalan ke arah parkiran sambil menyedot minumannya.
Lagi menikmatinya, tubuhnya di senggol seorang wanita. Raline terkejut melihat minumannya tumpah.
"Makanya kalau jalan lihat-lihat, dong!" omel seorang wanita kepadanya.
Harlan yang berada di depan lantas menoleh ke belakang.
"Tante yang tidak hati-hati berjalan," Raline balas memarahi.
"Kau berani melawan orang tua, ya!" Wanita itu hendak menampar.
"Ada apa ini?" Harlan menghentikan perdebatan kedua wanita beda usia.
"Harlan!" ucap wanita itu lirih.
"Tante ini sudah menumpahkan minumanku!"
"Dia saja yang tidak hati-hati!" wanita itu tak mau kalah.
"Dia masih kecil dan anda yang salah kenapa malah menyalahinya," ujar Harlan.
"Aku tidak salah, Harlan. Bocah ini saja matanya entah kemana," wanita itu membela diri.
Harlan menarik tangan Raline. "Nanti kita beli lagi!"
"Om, aku maunya yang itu!"
"Lain kali Om akan belikan untukmu yang banyak," ucap Harlan.
"Janji?"
"Iya, janji. Tapi tidak sekarang, ibumu sudah bolak-balik menelepon. Cepat kita pergi dari sini!"
Sementara wanita yang menyenggol tubuh Raline memanyunkan bibirnya.
Harlan membukakan pintu penumpang buat Raline. Setelah itu ia masuk ke kursi pengemudi.
Perlahan mobilnya meninggalkan gedung mall.
"Tante itu sudah riasan wajahnya jelek, sombong lagi. Kasihan jadi anaknya," Raline mengomel.
Harlan mengulum senyum.
"Sepertinya tante tadi kenal dengan Om Harlan?"
"Memang, iya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments