"Kamu dari mana mau ke mana?" tanya Ameer untuk memecah keheningan karena sejak tadi Meizia hanya diam saja.
"Dari... Rumah," cicit Meizia.
"Okay, dari rumah mau ke mana?" tanya Ameer lagi, ia melirik perempuan di sisinya itu sekilas dan entah kenapa Ameer seolah melihat ada yang tersembunyi di balik mata indah Meizia.
"Makan," jawab Meizia asal.
Ameer ber-Oh ria sambil mengangguk mengerti.
"Okay, di dekat sini ada tempat makan tapi khas Timur Tengah, mau?" tawar nya dan Meizia hanya mengangguk. "Tapi sebelum itu aku mau sholat Isya dulu, bisa? Atau kamu sudah sangat lapar?"
Meizia hanya menggeleng pelan, membuat Ameer hanya bisa menghela napas berat.
Beberapa menit kemudian Ameer menghentikan mobilnya didepan sebuah masjid yang cukup ramai.
"Ayo, kita sholat!" ajak Ameer tetapi Meizia menggeleng pelan. "Kenapa? Kamu tidak sholat karena sedang haid atau ... bukan agam—"
"Halangan," potong Meizia dengan cepat.
"Okay, tunggu di sini sebentar."
Sebelum turun dari mobil, Ameer melepas jaket ia pakai kemudian memberikannya pada Meizia. "Pakailah, biar tidak masuk angin," ujar Ameer karena pakaian Meizia memang cukup terbuka bagian atas maupun bawahnya.
"Terima kasih," lirih Meizia sedikit menyunggingkan senyumnya. Namun, sayangnya Ameer tak melihat senyum itu sebab ia memang selalu menghindari menatap langsung wajah Meizia.
Saat Ameer pergi ke dalam masjid, Meizia menoleh ke sekelilingnya dan entah kenapa ia merasakan sesuatu yang tak biasa di hatinya. Terutama saat melihat beberapa wanita yang berpakaian tertutup keluar masuk masjid, ada rasa hangat di dadanya.
Meizia hendak turun dan ingin masuk ke dalam masjid, tetapi ia mengurungkan niatnya saat mengingat kembali dari mana dia berasal dan tumbuh.
Meizia merasa tak pantas.
"Ya Tuhan, Ustaz Ameer pria yang baik." Meizia menggumam sambil meremas jaket Ameer yang belum ia kenakan. "Betapa beruntung wanita suci yang mendapatkannya."
Sementara di dalam masjid, Ameer bertemu dengan salah satu teman Ibunya. Setelah sholat, mereka mengobrol sebentar dan teman ibunya itu memberikan sebuah hadiah berupa pashmina yang katanya dari Arab.
"Sampaikan salam pada ibumu, Ameer," ujar wanita paruh baya itu.
"Inysaallah, Tante," jawab Ameer. "Kalau begitu saya permisi dulu."
Setelah itu, Ameer segera kembali ke mobil dan ia melihat Meizia yang sudah memakai jaketnya. Namun, Ameer segera menggumamkan istighfar saat menyadari paha Meizia yang terekspos.
"Kamu pasti dingin, jadi pakai ini, ya." Ameer memberikan pashmina dari teman ibunya itu pada Meizia.
"Kamu dapat dari mana?" tanya Meizia karena tadi Ameer tidak membawa apapun.
"Sebenarnya itu hadiah dari teman Ummi, tapi tidak apa-apa. Kamu pakai saja dulu."
"Tapi nanti ibumu marah."
"Tidak akan, Ibuku bukan wanita pemarah. Jadi kamu pakai saja untuk menutupi tubuhmu."
Menutupi tubuh?
Sekarang Meizia mengerti, Ameer bukannya takut dia kedinginan tetapi ia pasti tak suka melihat pakaian Meizia yang terbuka. Tanpa berkata apapun lagi, Meizia mengikat pashmian panjang itu di pinggangnya hingga menutupi bagian bawah tubuhnya.
...🦋...
Ameer membawa Meizia ke restaurant yang menyediakan makanan khas Timur Tengah, mereka memesan beberapa makanan sambil sesekali berbincang. Lebih tepatnya, sesekali Ameer mengajukan pertanyaan karena Meizia sungguh tak bersuara sedikitpun kecuali ditanya.
"Apa makananmu favoritmu, Zia?" tanya Ameer.
"Tidak ada," jawab Meizia singkat.
"Lalu bagaimana dengan pria? Apa kamu sedang dekat dengan seseorang sekarang?"
Meizia menggeleng.
"Berarti aku punya kesempatan untuk dekat denganmu?"
"Tidak!" tegas Meizia. "Tolong berhenti membicarakan itu, aku tidak tertarik."
Ameer menghela napas panjang, rasanya Meizia memang sangat tidak tertarik dengan apa yang Ameer inginkan.
"Okay, maafkan aku," ucap Ameer pasrah.
Meski Meizia tak banyak bicara, tetapi Ameer dapat merasakan ada yang wanita itu tahan dalam hatinya. Itu terlihat dari mata Meizia yang terkadang tampak sayu, terkadang juga kosong. Wanita itu seperti tersesat di suatu tempat dan bingung harus kemana.
Tak berselang lama, makanan mereka datang dan kedua insan itu makan dalam diam hingga akhirnya Meizia berkata, "Aku akan pulang sendiri nanti."
"Kenapa?" tanya Ameer.
"Aku tidak ingin merepotkan."
"Ini sudah malam, aku akan mengantarmu."
"Tidak, —"
"Aku tidak bertanya apapun lagi, Meizia. Jadi setidaknya biarkan aku mengantarmu pulang."
Meizia berpikir sejenak sebelum akhirnya dia mengangguk setuju.
...🦋...
"Kenapa berhenti di sini? Di mana rumahmu?" tanya Ameer saat Meizia meminta diturunkan di depan sebuah gang.
"Aku tidak nyaman jika ada yang mengantarku pulang," kata Meizia setelah itu ia turun dari mobil Ameer bahkan Meizia lupa untuk untuk mengembalikan barang-barang Ameer yang ia pakai.
Ameer hanya bisa menatap punggung Meizia yang kini semakin menjauh. "Apa wanita memang begitu? Tidak berbicara kecuali ditanya?"
Setelah Meizia menghilang dari pandangannya, Ameer melajukan mobilnya dari sana.
Sementara Meizia kini masuk ke dalam rumah pribadi milik ibunya, rumah ini hanya ditempati Meizia karena sang ibu lebih sering di rumah bordir.
Malam ini, Meizia sangat berharap Ibunya tak pulang. Namun ....
"Dari mana kamu?" teriak sang Ibu yang ternyata sudah menunggu Meizia di sana.
"Ma, aku—"
PLAAKKKKK
Satu tamparan keras mendarat dengan sempurna di wajah Meizia bahkan hingga membuat wanita itu tersungkur ke lantai.
"Siapa pria itu, Mei?" desis Mami Lala sambil menarik rambut Meizia dengan kasar.
"Ma, sakit," rengek Meizia dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kamu punya pacar, huh? Apa kamu lupa apa yang Mama bilang? Tubuh kamu itu milik Mama dan Mama akan menjualnya pada pria yang bersedia membayar kamu dengan mahal, Meizia!"
Air mata Meizia tumpah, hatinya terasa sesak bahkan ia mulai kesulitan bernapas. "Ma, aku mohon." Ia mengiba sambil mencoba melepaskan tangan sang Ibu dari rambutnya. Namun, Mami Lala justru menjambak rambutnya lebih keras hingga membuat Meizia merasa rambutnya itu akan lepas dari kulit kepalanya.
"Sekali lagi kamu melakukan kesalahan ini Mama akan membunuh kamu, Mei!"
"Kalau begitu bunuh saja aku sekarang!" teriak Meizia kemudian. "Aku nggak pernah minta dilahirkan," lirihnya kemudian. "Apalagi hidup penuh dosa begini." Mami Lala tertawa sinis mendengar ucapan pilu Meizia.
"Kamu itu lahir dari dosa, Meizia! Membawa dosa dan akan selalu hidup dengan dosa, itu takdirmu jadi terima saja!"
...🦋...
Jangan nangis, okay?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Erina Munir
anak d luar nikah meureeuun ..Meiziaa...karunyaeeuun nyaak
2025-02-12
0
Nana
itu pasti bukan ibu kandungnya....gk mungkin seorang ibu tega sm ank'y sendri
2024-02-05
0
pur wati
kok ada ibu kayak iblis.😌😌😌😌
2024-02-04
0