5 (Bintang)

“Kamu sudah punya anak?”

Tak hanya Rena yang heran melihat sosok pelanggan tengah merlontarkan pertanyaan tersebut. Sebagai satu-satunya orang yang sedang menggendong anak disana, tentu itu membuat Meysa langsung menoleh. Seketika keningnya mengkerut kaget, dengan tubuh yang mendadak terpaku Meysa masih berusaha mencerna dan memastikan baik-baik sosok yang tengah berdiri di depannya. Apakah ini nyata dan benar adanya?

“Cantik! Seperti ibunya!”

Sial! Jantungnya seakan mendadak berhenti ketika sosok yang dikenalnya itu kembali mengatakan hal itu. Lidahnya seakan kelu tak bisa berkata-kata ketika sorot matanya masih terus menatap sosok laki-laki mengenakan celana jeans dengan kaos hitam polos berpadukan kemeja flanel tak dikancing sebagai outhernya.

“Kau kenal sama kakak ini Mey?” Bahkan ketika Rena menanyakan apakah ia mengenal sosok asing itu atau tidak, Meysa masih harus berusaha menahan sesuatu yang bergejolak di dada, membuat tubuhnya mendadak lemas. Kehadiran sosok Bintang yang tak disangka itu berhasil membuat suasana sore ketika senja hampir tergelincir mendadak membeku.

Bintang! Tepat sekali, meski hanya pernah menjalin hubungan secara virtual. Namun, Meysa sadar betul jika sosok lelaki jakung yang ada di depannya itu memanglah sang Bintang. Pria yang pernah mengisi hatinya dan membuatnya terluka karena menghilang begitu saja tengah berdiri nyata di hadapannya. Tanya tentang bagaimana Bintang bisa ada disana terus berseliweran di kepala Meysa.

“Aku gak tahu kalau kamu sudah menikah!”

Sungguh air mata Meysa ingin sekali meleleh melihat sosok yang selama ini ia rindukan tengah berdiri nyata di hadapannya, bahkan sedang menyapanya dengan suara yang dulu hanya bisa ia dengar melalui telepon. Jika tak mengingat bagaimana pria itu tiba-tiba menghilang tanpa penjelasan sehingga menyisakan luka yang sulit diobati selama setahun ini, mungkin sedari tadi ia sudah berhambur memeluk pria itu. Namun, ingatan tentang semua luka yang ia lalui seorang diri seakan membuat tubuhnya tertahan. Meski begitu ia harus menjawab perkataan lelaki itu jika yang digendongnya ini bukanlah anaknya.

Meysaa sejenak menoleh pada Rena, mengisyaratkan untuk menggendong Cia karena ia ingin bicara dengan lelaki ini.

“Dia siapa Mey?" tanya Rena ketika Meysa mendekatinya dan memberikan Giara padanya. Rena memang tidak tahu jika sosok itu adalah orang yang selama ini membuat Meysa patah hati, sebab Meysa sama sekali tak pernah mau memperlihatkan foto pria itu pada siapapun, meski beberapa kali Rena ngotot untuk melihat.

“Nanti kamu akan tahu sendiri!" ujar Meysa setelah Gia sudah berpindah kegendondongan Rena. Meysa pun mulai melangkah meninggalkan Rena yang penasaran.

Meysa sudah berdiri tepat di hadapan sosok yang masih tersenyum ke arahnya. Bibir Meysa bergetar, rasanya ia ingin balas tersenyum tapi sebisa mungkin ditahannya untuk tak mendadak ramah. Toh ia tak boleh percaya diri, bisa saja Bintang hanya kebetulan berada disini bukan untuk mencarinya seperti yang ia pikirkan.

“Kamu beneran Bintang?" Meysa mengutuki diri, kenapa kata-kata itu malah keluar dari mulutnya. Ia memejamkan mata ingin meralat ucapan tapi tak bisa.

“Maksudku, Kai--Kai'ulani?" Kini ia malah membenarkan nama dari laki-laki itu. Meski gerogi dan ada perasaan sedih yang bercampur bahagia, tapi sebisa mungkin Meysa menyembunyikan semua. Ia tak ingin memperlihatkan kelemahan pada sosok yang sudah menorehkan kerinduan sekaligus luka yang mendalam pada dirinya.

Jangan tanyakan bagaimana reaksi Rena yang masih berdiri tak jauh dari keduanya, gadis itu menyerngit mendengar nama yang Meysa sebutkan. Tentu dengan raut wajah keheranan sekaligus menahan kesal.

Sedangkan Meysa, matanya sudah berkaca-kaca dengan cairan bening yang hampir menetes ketika sosok di hadapannya mengangguk masih dengan senyuman yang tak pernah pundar. Entahlah, Meysa sama sekali tak mengerti apa maksud dari senyuman itu.

“Kamu mau cari bunga apa? Biar kubantu pilihkan!" Meysa gelagapan, ia menoleh sambil menunjuk ke arah jejeran bunga yang ada di belakangnya demi untuk menghindar agar sosok di depannya tak melihat air matanya yang perlahan menetes.

Kai menggeleng. “Aku gak cari bunga, aku kesini cari kamu, Bul!”

Sungguh hati Meysa makin tak karuan mendengar sebutan yang Kai lontarkan. Sejenak Meysa mendongak sambil berusaha mengerjapkan mata untuk menahan agar cairan bening itu tak tumpah.

“Kita bicara di luar!" pungkas Mesya ketika menyadari keberadaannya masih di dalam toko. Tak ingin orang lain mendengar percakapan diantara mereka, Meysa lantas memutuskan untuk mengajak Kai keluar. Tentu sambil membendung harap, sebab ia tak ingin mengharapkan apapun dari kemunculan Bintang kali ini, ia takut lukanya semakin sulit disembuhkan.

Masih dengan diikuti Kai, Meysa terus melangkah menjauh dari depan toko dan berhenti di halaman sebuah mesjid yang tak jauh, hanya berjarak tiga bangunan saja dari tokonya.

“Bulan!"

“Eh, maksudku Meysa!"

Ucapan itu membuat Meysa yang tengah berpikir ingin duduk di sebelah mana agar tak terlalu dilihat oleh orang yang berlalu lalangpun langsung menoleh.

“Yang tadi itu beneran anak kamu?"

Pertanyaan itu membuat Meysa tertawa sumbang. Ternyata begini rasanya berbicara langsung dengan orang yang pernah begitu ia harapkan, bukan pernah lagi, lebih tepatnya masih diharapkan hingga kini. Tapi sekali lagi hatinya menegaskan untuk tidak boleh terlalu ramah pada sang Bintang. Entah darimana bisikan jahat itu berasal. Namun sepertinya ia harus tetap melakukannya untuk menjaga harga diri.

“Itu bukan anakku, itu anak kakakku!" jelas Meysa apa adanya.

“Alhamdulillah Ya Allah!"

“Kenapa?" Kening Meysa menyerngit ketika melihat Kai mengusap kedua telapak tangan ke wajahnya seakan begitu bersyukur mendengar penuturan darinya.

“Berarti yang tadi itu bukan suami kamu, kan ....”

Meysa ikut mengerutkan kening ketika melihat Kai menggantung ucapannya dengan raut wajah yang kini berubah sendu.

“Atau mungkin dia pacar kamu?" tanya Kai ragu-ragu.

“Ndak lah!" sergah Meysa dengan lugas. “Tidak ada pacar-pacaran!”

Ucapannya membuat sosok Kai menunduk sambil menahan senyum.

...

Sementara itu di toko, sejak mendengar nama yang Meysa sebutkan tadi membuat kepala Rena berasap sambil menerka-nerka apakah laki-laki yang tadi dikiranya pelanggan itu adalah sosok Bintang yang merupakan cinta virtual sahabatnya, sosok yang selama ini membuat Meysa mengalami galau berkepanjangan sampai tak mau membuka hati padahal banyak laki-laki yang mendekatinya.

“Masa iya yang tadi itu Bintang?" seloroh Rena. Sambil menggendong Giara, kepalanya celingak-celinguk mencari keberadaan Meysa dan laki-laki tadi. “Kalau memang dia, bagaimana caranya? Bukannya Meysa bilang dia tinggal di kota bagian Sumatera sana?"

“Ren, Meysa mana?"

Kemunculan Erza yang disusul dengan dua karyawan tengah mengangkat dua dos sampah yang akan di bawa keluar membuat Rena menoleh.

“Kayaknya pergi sama Bintangnya!” Celetuknya yang kembali menoleh keluar, pandangannya tajam menelisik halaman dan sekitaran toko dari balik dinding kaca itu.

“Hah, Bintang?"

“Iya Za, Bintang! Cinta virtualnya itu, orang yang bikin Meysa gantung kau pe perasaan sampai selama ini!"

Upss...

Menyadari perkataannya, Rena seketika menoleh dengan mata melotot sambil memukul pelan mulutnya karena sudah salah bicara. Bukan, lebih tepatnya keceplosan!

Astaga, kenapa bisa salah bicara! Rena meringis dalam hati ketika melihat raut wajah Erza berubah lesu.

“Assalamualaikum!”

Mendengar salam dari sosok laki-laki berperawakan tinggi besar, menggunakan kemeja putih dengan celana hitam kain membuat Rena dan Erza sama-sama menoleh. Bahkan si gembul Giara pun terlihat begitu riang menyambut kedatangan laki-laki tersebut, siapa lagi kalau bukan Faza.

“Gia sayang!" ujar Faza yang kini sudah mengambil alih Gia dari Rena. Kehadiran Kakak Meysa itu tentu membuat Rena sedikit lega karena bisa menghindari pertanyaan yang mungkin akan Erza berikan karena perkataannya tadi.

“Pappa papaa, mamma-mamma." oceh riang Gia sambil tersenyum lebar karena berada digendongan sang ayah.

“Iya sayang!" Faza mendaratkan ciuman di wajah gembul sang anak.

“Eh, ada Erza juga?" sapa Faza yang menyadari keberadaan Erza.

“Iya kak, tadi dari kantor langsung mampir kesini!”

Faza yang tahu soal kedekatan Erza dengan adiknya hanya mengangguk-angguk mengerti.

“Dimana Meysa dan Cia, Ren?”

“Cia di dalam kak, kalau Rena keluar.”

“Kemana? Sudah dari tadi?”

Rena menggeleng, ia bingung harus menjawab apa. Ia tak ingin mengatakan apapun lagi demi untuk menjaga perasaan Erza, apalagi Faza pun sama sekali tak mengenal sosok Bintang. Tentu kakak Meysa itu akan menanyakan siapa sosok yang disebutnya.

“Emmmnt, dengan temannya kak."

“Coba telepon dulu."

Rena lalu menelepon Meysa. Namun ketika mendengar suara dering telepon berasal dari tas Meysa yang ada di kamar belakang, Rena lalu memutuskan untuk mencari Meysa. Sepertinya dia tak membawa ponsel.

Terpopuler

Comments

Kimmy Geral

Kimmy Geral

lanjut

2023-05-13

0

Miracle Tree

Miracle Tree

Bulan dan Bintang sore sore🤣

2023-01-31

0

Andariya 💖

Andariya 💖

akhirnya mereka bertemu kembali...😍😘

2022-12-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!