𝑵𝒂𝒎𝒖𝒏, 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂 𝑨𝒌𝒖 𝒎𝒖𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒄𝒐𝒃𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒃𝒊𝒂𝒔𝒂 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒂𝒅𝒂𝒂𝒏
𝑴𝒆𝒏𝒄𝒐𝒃𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒌𝒖𝒂𝒕 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒊𝒔𝒂 𝒍𝒖𝒌𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒏𝒊 𝒎𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒌𝒖𝒓𝒂𝒔𝒂𝒌𝒂𝒏
𝑴𝒆𝒔𝒌𝒊𝒑𝒖𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒂𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒕𝒆𝒓𝒖𝒔 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏
𝑺𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒌𝒍𝒂𝒔𝒊𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒂𝒓𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒊𝒏𝒈𝒂𝒕𝒂𝒏
𝑾𝒂𝒍𝒂𝒖 𝒌𝒖𝒕𝒂𝒉𝒖 𝒊𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒌𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒔𝒖𝒍𝒊𝒕 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒌𝒖𝒍𝒖𝒑𝒂𝒌𝒂𝒏
𝑻𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒚𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒌𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒋𝒖𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒔𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒓𝒑𝒊𝒔𝒂𝒉𝒂𝒏
______________________________________________
Jam baru menunjukkan pukul 7.30, tapi suasana sepi sudah menyambut kedatangan Meysa ketika baru saja menginjakkan kaki di ruang tengah. Biasanya kakak iparnya masih mengayun sang anak sambil menonton tv disana. Namun kini rumah kelihatan begitu sepi, sepertinya Kakak dan keluarga kecilnya pergi ke rumah mertua, batin Meysa.
Meysa langsung menyalakan lampu begitu masuk kamar. Tak langsung menuju kamar mandi, sejenak ia merebahkan diri di ranjang berlapis seprei gambar keroppi. Saking sukanya dengan keroppi, hampir seisi kamar itu bernuansa hijau keroppi, persis kamarnya di kampung. Mulai dari wallpaper dinding, gorden, bahkan sampai seluruh perintilan yang ada menggunakan motif kodok bermata besar itu, kecuali lemari pakaiannya.
Selesai mandi, Ia mulai membuat orderan Snack buket setelah mempersiapkan seluruh bahan dan peralatan. Dengan lantunan musik yang menemani, tangan Meysa terlihat begitu telaten dan lihai merangkai setiap bahan membentuk sebuah buket yang indah.
Meysa nampak puas melihat hasil karyanya. Sambil tersenyum ia lalu memotret asal dua buket tersebut secara bergantian. Tak perlu mengedit hasil potretan Meysa sudah sangat memuaskan. Ia kemudian mengunggah gambar buket tersebut di Ig dan WA.
“Alhamdulillah done untuk orderan besok! Thanks God!" Tulis Meysa pada caption, tak lupa menandai akun resmi toko florist tempatnya bekerja.
Usai membereskan semua, Meysa langsung membasuh wajah untuk menghilangkan rasa ngantuk. Malam belum begitu larut, ia berniat menulis beberapa bagian untuk ceritanya. Namun, saat sedang menghapus sisa lelehan air di wajahnya. Meysa yang tengah berdiri di depan cermin seketika terpaku ketika mendengar penggalan lirik dari salah satu lagu.
🎶
Hei, masihkah kau memikirkanku?
Terkadang kumenangis bila mengingatmu
Dulu penuh bahagia, kukira kau terakhir
Dan kuberikan segalanya
Dan waktu pun berjalan
Aku merindukanmu berkali-kali
Tapi kau tak mendengar
Malah inginkan aku untuk berhenti
Aku tak mendengar kabarmu lagi
Kutakut tak mampu tak memikirkanmu
Lagu yang mewakilkan perasaannya pada Bintang. Sial, laki-laki itu lagi! Perasaannya kembali diluluh lantahkan. Ingatan pada kisah sederhana dengan Bintang kembali membuatnya sedih. Ia benar-benar tersiksa berada pada situasi ini. Dengan air mata yang hampir menetes, Meysa menjatuhkan dirinya di tempat tidur.
“Kenapa aku belum bisa menghapus namamu dari hati dan pikiranku?” Meysa mulai bermonolog sambil menatap sosok dalam foto tengah tersenyum sambil memangku gitar. Dulu pria itu memang selalu meberitahukan setiap kegiatan yang dilakukan, kalau bukan melalui video call, terkadang juga hanya sebuah foto.
“Aku jug tersiksa kalau harus begini terus!” lirih Meysa. Jarinya terus tergerak membaca setiap rangkaian pesan yang pernah Pria itu kirim. Semuanya masih lengkap, tak ada satupun yang dihapusnya.
__________
Bintang :
Di ujung khatulistiwa aku menunggu, menunggumu yang jauh di tengah nusantara, meski jarak terasa begitu jauh, tapi aku percaya, lewat rumah kita yang sederhana ini, lewat ruang virtual kita yang kecil ini, aku bisa merasakan keberadaanmu di dekatku, begitu nyata. Tetap baik-baik saja ya di seberang sana!😊
Dari jantungnya andalas aku titip kan sepenggal rasa rindu melalui angin malam, untukmu yang jauh di tanah celebes sana.
________
“Kenapa menghilang!” Meysa tak lagi bisa membendung air matanya. Ia ingat betul bagaimana dulu hatinya berdebar saat membaca pesan itu.
“Kamu jahat, Kai!" ucap Meysa menyebutkan Bintang dengan nama aslinya.
“Kalau aku bukan tujuan seharusnya dulu kamu gak bikin aku berharap sampai sejauh ini!"
Setelah menghapus air matanya, ia kembali menunduk. Kini jemarinya sampai di sebuah bait sajak yang lagi-lagi mampu memporak-porandakan rasanya. Dia memang begitu mengenaskan kalau sedang sendirian, apalagi jika mengingat tentang pria itu! Hubungan sederhana tanpa pernah bertemu langsung tapi mampu membuat hatinya sejatuh ini.
____________
Bintang :
Malam ini rintikan hujan kembali membasahi daratan...
Perlahan namun mampu membentuk genangan kerinduan...
Tiap rintikannya memang bukanlah mampu membasahkan
Namun cukup untuk kembali mengingat semua angan yang masih menari dalam ingatan...
Tatkala semua lampu jalanan padam
Aku terkurung sendirian dalam kegelepan.
Bertemankan kesunyian dan suara sayup rintikan hujan...
Dari balik ruang kecil ini, aku kembali berimajinasi akan mimpi dan semua ekspektasi...
Seakan berhalusinasi berbalutkan kata mimpi...
Aku berharap semua akan terjadi...
Puisi ini kelak akan jadi bukti, betapa aku merasakan rindu dalam sunyi...
Rindu akan dirimu yang jauh di sisi..
Rindu akan semua hal yang ingin kita lalui...
Sebait puisi sederhana kurangkai spesial untukmu di tengah kesyahduan malam dan merdunya rintikan hujan...
Baik-baik di sana ya, sayang! I love you😘
___________
Meysa kembali menelungkupkan kepala di atas bantal untuk meredam suara tangisnya. Perasaannya pada pria itu memang sudah sedalam ini, dia dibuat seperti orang gila tak berakal. Sudah setahun tapi rasa itu masih abadi hingga kini. Padahal dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk lupa, tapi tetap sia-sia. Untuk menerima orang baru saja rasanya begitu sulit.
Masih dalam posisi tengkurap, Meysa menolehkan kepalanya ketika mendengar suara pintu dibuka. Membuat party kesedihannya harus hancur, dia harus segera memakai topeng untuk menutupi wajah mengenaskan karena cintanya.
“Kau kenapa?" sosok pria dengan garis wajah mirip dengannya mendadak heran tatkala menatap wajah sembab itu. Namanya Faza, dia adalah kakak Meysa satu-satunya. Sudah menikah dan memiliki dua anak.
“Menangis kenapa kau Mey?”
Sial! Meysa lupa, sepandai-pandainya ia berganti mimik wajah dalam sepersekian detik, itu jelas tak bisa menutupi wajah sembab akibat menangis. Ia masih berusaha cengengesan di bawah mata bengkak itu.
“Hehe, ini tadi habis nonton drakor, kak." Bohong Meysa pada sang kakak.
Seharusnya tadi ia mengunci pintu, jadi acara galaunya itu tidak harus terganggu begini. Hmmmnt!
“Sampai menangis begini?"
“Ya, mau bagaimana lagi, kan sedih!”
Faza, Kakak Meysa itu bergeming. Ia menarik sebuah kursi dekat lemari kemudian duduk disana.
“Bukannya Kakak sedang di rumah Tante Ida?" Meysa mencoba mengalihkan pembicaraan.
Faza menyerngit mendengar pertanyaan sang adik, “Yang bilang kesana siapa?" ucap Faza yang justru balik bertanya.
“Tebak sendiri!"
“Tidak, tadi Kami makan di luar. Kamu ditunggu tapi ndak pulang-pulang!”
Meysa yang tadinya sempat mengira Faza sekeluarga pergi ke rumah mertua hanya manggut-manggut mendengar penuturan sang kakak.
“Kau sudah makan?” tanya Faza yang hanya dijawab gelengan oleh Meysa.
Ya, kalau diingat-ingat gadis dengan rambut dikuncir asal itu memang belum makan sejak siang. Tadi Erza memang sempat membawakan makanan untuknya, tapi tak ada satupun yang ia cicipi.
“Makan dulu sana, habis itu kita bicara sebentar!”
“Nantilah kak, belum lapar.” Meysa yang tadi masih rebahan langsung memperbaiki posisi ketika tahu Faza ingin mengatakan sesuatu.
Kalau sudah seperti ini, pasti ada hal penting yang ingin kakaknya katakan. Biasanya tentang dirinya yang selalu menjadi topik utama dalam gibahan para ibu-ibu kompleks hanya karena ibu Erza yang tidak suka lihat anaknya mendekati Meysa. Ya, ibu dari pria yang menyukainya itu tak rela melihat anaknya dekat-dekat dengan Meysa. Alasannya hanya karena meysa tak berpendidikan juga tak memiliki pekerjaan yang setara dengan Erza yang merupakan PNS muda. Hal ini pula yang menjadi salah satu alasan Meysa enggan memberikan kepastian pada pria tersebut.
Gosip yang beredar itu biasanya sampai di telinga Eka, kakak iparnya. Namun, istri Faza itu enggan menyampaikan langsung padanya karena pernah berselisih hanya karena Meysa mengabaikan semua dan sama sekali tak mau ambil pusing.
“Kak Eka dengar cerita apa lagi?" tebak Meysa. Sebenarnya sikap Eka yang terkadang cuek membuatnya tak betah. Namun gadis yang sudah menanamkan kebiasaan untuk tak ambil pusing dan memilih tak tahu diri untuk tetap bertahan disana. Toh ini juga rumah kakaknya. Begitu Meysa berpikir.
Faza menggeleng. “Bukan soal itu, Mey!"
“Lalu?" Kening Meysa mengkerut penasaran.
“Tadi Mamak menelepon, katanya kau ndak pernah angkat teleponnya?" tatap Faza dengan penuh selidik. Membuat Meysa membuag pandangan ke sembarang arah.
“Dek!” Faza mendekati Meysa, begitu duduk di samping adiknya. Sulung dari dua bersaudara itu langsung merangkul Meysa. Ia tahu betul apa yang membuat Meysa enggan menjawab telepon dari Ibu mereka.
“Sesekali angkatlah, Mey. Kasihan mamak, dia juga mau tahu keadaanmu!" bujuk Faza. Meski kadang galak dan tegas tapi ia tetap tahu situasi. Jika Meysa dalam mode seperti ini, seketika Faza memperlakukannya dengan begitu lembut. Itulah yang membuat ia begitu mengagumi kakak satu-satunya ini, di balik ketegasannnya Faza masih menyimpan kelembutan seperti ini.
“Coba besok kau telepon mamak, tanya kabarnya! Biar bagaimanapun dia tetap ibu kita, Mey!"
Semenjak orang tuanya resmi berpisah, Meysa yang kecewa pada kedua orang tuanya menunjukkan aksi protesnya dengan cara seperti ini. Berubah jadi cuek.
“Kalau tidak mau, kau kupulangkan ke kampung. Tinggal di rumah biar ada yang urus bapak!"
“Isss!" Meysa melepas diri dari rengkuhan Faza. Ia menyerah, setiap kali mencoba membangkang, Faza selalu saja mengancam akan memulangkannya. Sebenarnya jika ingat sang Ayah yang tinggal sendiri Meysa selalu merasa kasihan, tapi ia pun tak bisa mengenyampingkan egonya. Tak mendapat keharmonisan seperti dulu dimana kedua orang tuanya masih bersatu membuat Meysa tak betah berada di rumah.
“Mau telepon mamak atau tidak?" tanya Faza sekali lagi.
“Aih, kak!" rengek Meysa yang mencoba menolak.
“Ya sudah besok langsung kuantar ke kampung!"
Melihat Faza sudah mengambil keputusan dan bersiap beranjak membuat Meysa harus menyetujui keinginan sang kakak.
“Ck, iya iya, besok kutelpon!”
“Nah, ini baru adekku! Kalau tidak mendengar nanti kau kuusir!" Faza terkekeh sambil mengacak-acak rambut Meysa.
“Salah satu contoh kakak zolim ya begini, adek sendiri mau diusir!"
Faza makin terkekeh mendengar celetukannya. “Adek model begini memang pantas dizolimi!"
Bisa bercanda seperti ini membuat Meysa sejenak bisa melupakan kesedihannya.
“Tidur Mey, tidur! Besok Eka ada penyuluhan kesehatan di Doda, jadi kau harus siapkan tenaga untuk jaga Gia!” ucap Faza sambil menyebut nama anak keduanya yang baru berusia enam bulan.
Meysa hanya bisa menerima nasibnya mendengar ucapan Faza. Ia memang selalu jadi baby sitter dadakan setiap kali kakak iparnya melakukan perjalanan dinas. Di rumah maupun di toko florist Meysa memang selalu mendapat tugas tambahan! Meski begitu dia tetap menerima dengan lapang dada, toh jaga bayi atau bikin buket merupakan sesuatu yang menyenangkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Kimmy Geral
✌️🥰
2023-01-16
0
Andariya 💖
wah..ternyata kakaknya ini kocak juga🤭
2022-12-13
2
Sun_Lee
😄😄😄😄😄
2022-12-04
2