4 (Bintang Muncul di Sore Hari)

Halaman rumah minimalis satu lantai dengan pagar abu-abu yang mengelilingi sebagai pembatas itu nampak ramai. Para penghuni rumah terlihat bersiap untuk memulai aktivitas pagi ini.

Termasuk Meysa, gadis yang tengah menggendong bayi gembul itu turut menyaksikan drama rumah tangga antara Faza, Eka dan Ciara, anak sulung mereka. Tengah panik karena katanya bocah kelas satu SD itu lupa menyampaikan undangan pada wali murid untuk mengadakan rapat.

“Aduh Cia, Mama te bisa ikut rapat, nak! Hari ini ada penyuluhan!" Eka menghela napas mendengar penuturan anaknya. Ia menyesali kenapa baru diberi tahu sekarang.

Dan Faza hanya bisa menggeleng sambil angkat tangan tanda jika ia memang tak bisa melakukan apa-apa untuk menemani putri sulungnya itu, sebab pekerjaannya yang super sibuk menjabat sebagai salah satu staff di Bank. Hmmmnt, resiko orang tua kerja semua.

“Tapi nanti Cia dimarahi ibu guru kalau mama dan Papa tidak datang." Cia menunduk sambil memegang amplop putih berisi undangan itu, matanya sudah berkaca-kaca.

Faza dan Eka serentak memijat plipis, mereka benar-benar pusing. Sementara Meysa harus menjadi pengamat sejati untuk prahara rumah tangga pagi ini. Bertepatan dengan Rena dan beberapa anak kos lainnya yang juga terlihat sudah rapi keluar dan bersiap melakukan aktivitas pagi ini. Faza dan Eka memang sengaja membuat kos-kosan di sisa tanah mereka yang tersedia. Selain ramai, bisa jadi penghasilan tambahan juga.

Meysa dan Rena juga beberapa penghuni kos lainnya menyempatkan bertegur sapa meski hanya lewat sorotan mata. Mereka terlihat sungkan menegur melihat ibu dan bapak kosnya terlihat banyak pikiran di pagi hari.

“Solusi satu-satunya ya cuma ....”

Tepat setelah kakak iparnya menjentikkan jari, Meysa langsung menoleh dengan perasaan tidak enak ketika melihat Faza dan Eka tengah tersenyum seperti joker ke arahnya. Membuat Meysa menyerngit heran, sepertinya kali ini ia akan menjadi korban lagi, batinnya meringis!

“Nanti onty Mey yang datang ke sekolahnya Cia."

Meysa hanya bisa memutar mata malas mendengar keputusan kedua kakaknya. Bukan sekali dua kali ia harus menggantikan posisi kedua orang itu.

“Ih, bagaimana caranya datang, masa bawa Gia?" Meysa melakukan protes sambil menunjuk Gia yang berusaha dijadikan tameng.

“Bisa Mey!"

“Kamu bawa saja, neneknya tidak bisa jaga untuk hari ini."

Dan akhirnya Meysa yang malang dan mageran itu hanya bisa pasrah. Ia tak tega lagi melakukan penolakan ketika melihat bola mata keponakannya yang sudah hampir menangis. Meski dalam hati ia sedikit menggerutu. Pada jam sepuluh Meysa sudah berada di sekolah. Sudah seperti ibu-ibu, dia mengikuti rapat pertemuan orang tua murid sambil membawa bayi.

Beruntung keponakan gembulnya ini adalah bayi yang riang dan tidak cengeng, jadi ia tak perlu kewalahan menjaganya. Gia yang digendongnya menggunakan hipseat terus mengoceh sambil memegang empeng silikon berisi potongan buah yang Meysa bawa untuk persiapan ngemil sang ponakan. Dia sudah persis seperti ibu-ibu rempong beranak dua, yang datang ke sekolah anak pertamanya sambil gendong bayi dan menenteng tas berisi kotak susu dan makanan ringan untuk si gembul, Giara.

Rapat telah selesai, Meysa yang hanya datang, duduk, diam, sama sekali tak mencerna informasi apa saja yang disampaikan dalam rapat tersebut. Dia tidak perduli, toh yang penting ia sudah hadir mewakili kedua kakaknya yang super sibuk itu. Keluar dari ruangan, Meysa menyempatkan diri untuk menemui Cia di kelasnya. Begitu melihatnya, bocah kelas satu yang tengah menikmati jam istirahat itu langsung berlari menghampiri.

“Sudah selesai ya, Onty?"

Meysa mengangguk sambil menarik Ciara untuk duduk di kursi yang ada di depan kelas. Sebagai Tante yang baik Meysa terlihat merapihkan seragam Ciara. Setelah sedikit mengobrol, Meysa lalu memutuskan untuk segera pulang.

“Ci, onty dan adek pulang dulu, ya. Nanti jam setengah satu onty jemput."

“Ok onty Mey.”

“Anak pintar! Ini onty kasih uang!" Setelah mengusap kepala yang berbalut jilbab dengan seragam putih merah itu, Meysa merogoh saku celana kulotnya lalu menyodorkan uang 2000 pada Cia.

“Masa cuma 2000 onty?!" Bocah bermata bulat dengan pipi menggemaskan itu mengerucutkan bibir sebagai bentuk protes.

Meysa berkerut kening mendengar protesan sang ponakan. “Cia, onty saja dulu ke sekolah cuma bawa 5000 waktu kelas enam. Ini kamu anak kelas satu sudah mau yang banyak!” ungkap Meysa yang malah adu nasib, membagikan kisahnya sewaktu SD.

“Kan beda, Mama sama Papa saja kasih Cia 10 ribu, masa onty cuma kasih 2000.”

Meysa semakin mengkerutkan kening mendengar itu. Ternyata uang saku bocah zama sekarang beda dengan uang sakunya ketika SD dulu.

“Aih, Ci, onty mau pakai bayar ojek." Meysa masih pada keputusannya, “Kalau Cia tidak mau, ya sudah. Onty mau pulang!" Pada akhirnya Cia yang tak mau rugi seperti Meysa yang tak mau dibujuk untuk memberikan tambahan tetap mengambil uang 2000 dari tantenya yang perhitungan itu.

Mengunakan ojek online, Meysa memilih pergi ke toko florist. Sepanjang jalan Gia tidur dalam gendongannya, bayi gembul itu ia tutupi menggunakan hijab segitiga beigee yang hanya ia lilit asal ke leher untuk melindungi kepala Gia dari panas matahari.

Suasana toko nampak lebih sibuk dari biasa, sebuah mobil boxs berisikan beragam bunga baru, terparkir di halaman ruko berlantai dua itu. Para karyawan terlihat sibuk, ada yang mengeluarkan beberapa rangkaian bunga dari rak dan menggantinya dengan rangkaian bunga baru yang sudah disusun indah.

“Eka ada dinas lagi?" tegur Pida yang menyadari kedatangan Meysa.

Meysa mengangguk. “Bantu lepas pengaitnya, kak!" tunjuknya pada pengait hipseat yang terletak di bagian punggung. Setelah itu ia langsung membawa Gia menuju sebuah kamar yang ada dibagian belakang toko, Meysa menidurkan bayi gembul itu disana.

Saat jam pulang Ciara, Meysa menghubungi Rena dan menanyakan apakah sahabatnya itu masih ada kelas atau tidak. Berhubung sudah kosong, Meysa meminta bantuan Rena untuk menjemput Ciara, ia sudah terlalu lelah kalau harus keluar dan terkena paparan sinar matahari. Bisa-bisa misi untuk wajah glowingnya gagal total.

“Bilang saja kamu malas keluar duit karena harus bayar ongkos ojek!" tebak Rena yang memang tahu kalau ia adalah orang yang sangat memperhitungkan segala bentuk pemborosan. Apalagi Rena tahu kalau ia tak membawa motor sendiri.

“Hehe, tahu saja kamu, Ren!" Ia terkekeh sebelum mengakhiri telepon dari Rena.

Sepanjang hari yang membosankan ini harus Meysa lalui dengan menjaga dua keponakannya di toko. Beruntung disana ramai, jadi ia tak harus repot sendiri mengurus dua anak kakaknya. Para karyawan dan Rena senang dengan kehadiran dua anak owner mereka itu.

“Mey, kekasih tercinta sudah datang."

Meysa menoleh pada arah pandang Rena. Sosok Erza masih dengan seragam dinas muncul dari balik pintu kaca. Melihat itu, Meysa yang sedang dalam mode senang langsung menghampiri Erza sambil membawa Gia. Sementara Ciara tengah sibuk membantu beberapa karyawan, menata stok bunga di gudang yang ada di lantai atas dan beberapa karyawan lain menata bunga di lantai bawah, menyusunnya sesuai dengan warna dari yang biasanya disusun sesuai dengan jenisnya.

“Halo om Erza." Meysa menyapa dengan senyum sumringah. Sikap manisnya ini kadang kala seperti seorang yang juga memiliki rasa pada Erza. Padahal ia jela belum pernah memberi kepastian apapun.

“Halo!” Erza tersenyum manis. “Ada Gia juga ternyata.”

“Iya, Za, Mamanya sedang ada penyuluhan di Doda!" jelas Meysa dengan menyebutkan salah satu wilayah di kota itu.

“Tunggu ya, om cuci tangan dulu. Habis itu baru gendong Gia,” ucap Erza pada bayi gembul yang begitu antusias melihat kemunculannya dengan terus mengangkat kedua tangan seolah ingin digendong.

“Cie yang vibesnya seperti keluarga kecil yang harmonis, mengalahkan keharmonisan keluarga Kak Faza dan Kak Eka!" ledek Rena yang mana membuat Meysa mendelik sebal.

“Iyalah, anggap sebagai simulasi sebelum berkeluarga. Ibu-ibu kece yang sedang merawat anak sambil menyambut kedatangan suaminya.” Meysa balas memancing Rena.

Bukannya mengejek atau protes, Rena yang sudah lama jadi pendukung garis keras hubungannya dengan Erza malah kegirangan mendengar ucapan Meysa.

“Bagus Mey!" Rena bertepuk tangan ria. “Kalau begitu teruskan lah, aku tidak akan ganggu!" Sambil terkekeh Rena berlari menyusuri lorong di sela bunga menuju tempat karyawan lain berkumpul.

“Kakak-kakak sekalian, kita disini saja ya, di depan ada yang sedang latihan jadi suami istri!" Suara Rena terdengar menjengkelkan di telinga Meysa ketika sahabatnya itu menyampaikan hal tadi ke karyawan yang lain. Tentu ucapannya Rena membuat ia dan Erza berujung mendapat cie-ciean dari semua.

“Semoga secepatnya bisa meluluhkan hati yang beku ya, Erza!"

“Segera diresmikan!"

“Semoga segera bisa dipersatukan dalam ikatan yang suci biar bisa enaa-enaa dan berhasil bikin adek betulan!”

Ledekan dari semua yang tahu perjuangan Erza pada Meysa yang tak kunjung membuka hati memenuhi suasana sore di toko. Berbeda dengan Meysa yang terlihat hanya tertawa santai, Erza justru tersenyum penuh harap sembari terus melafalkan aamiin yang paling serius dalam hati.

“Pa, adek mau digendong kau ini!" Meysa menahan senyum saat dirinya justru meneruskan candaan itu sambil menyodorkan Gia pada Erza dengan memanggilnya dengan sebutan Papa, membuat semua yang mendengar kian bersorak ria.

“Sini nak, sama papa, mamamu mau pergi bagosip!" sahut Erza yang tak mau kalah sambil mengambil bayi gembul Giara dari tangan Meysa. Membuat gadis itu terkekeh.

Bahkan Rena yang tiba-tiba sedang berdiri sambil memeluk rak bunga nampak terkekeh di ujung sana. Namun, Rena harus mengalihkan perhatiannya dari drama yang disuguhkan oleh dua orang itu.

“Ada yang bisa kami bantu? Kakak mau cari bunga jenis apa?" tanyanya tersenyum ramah menyambut pelanggan.

Rena mengkerutkan kening ketika ia melihat pelanggan toko sore ini mendadak terpaku melihat Meysa dan Erza saling bercanda ria.

“Mey, pegang Gia dulu, aku mau terima telepon!" Erza menyerahkan Gia pada Meysa ketika ponselnya berdering. Meysa meraih Giara sambil tersenyum.

“Kamu sudah punya anak?"

Meysa dan Rena yang mendengar itu sama-sama menyerngit mendengar pertanyaan pelanggan yang sepertinya mengenal Meysa itu.

Membuat Meysa langsung menoleh. Seketika matanya membulat ketika melihat sosok yang tak asing itu tengah berdiri nyata disana.

“Cantik! Seperti ibunya!"

Apakah ini nyata? Seketika tubuh Meysa mendadak terpaku melihat kemunculan Bintang di sore hari ketika senja hampir tergelincir.

Terpopuler

Comments

Andariya 💖

Andariya 💖

secangkir kopi dan vote untuk adikkku 😘😘😘
bersemangat untuk begadang dan up 👍🥰

2022-12-13

1

Andariya 💖

Andariya 💖

apa bintang muncul d sore hari...ini pertanda apa ya😊🤗

2022-12-13

2

Sun_Lee

Sun_Lee

hah apa😃 masih kurang up nyaa kwkwkwk... lanjut atau ku banting pagar tetangga.

2022-12-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!