Bab 4. Dipecat

"Akhirnya aku bisa menangkapmu pencuri kecil!" Wajah Freya langsung berbinar. Anak kecil yang dari tadi dia kejar, sekarang sudah ditangkap. Freya lalu menjewer telinga anak tersebut dan membawanya ke kedai.

"Maafkan aku, Kak Frey," ucap Bing memohon agar Freya melepaskan tangannya, "aku janji tidak kabur, asal lepaskan tangan kakak dari telingaku."

"Tidak, aku tak peduli. Sudah berapa kali aku melepasmu. Beberapa hari yang lalu kamu bilang tak membawa uang, dua hari kemudian kamu mengambil lagi lalu beralasan akan membayar setelah jasa ojek payungmu laku. Sudah hampir lima kali kamu mengambil dan berbohong akan membayarnya. Dan sekarang kamu ingin beralasan apa lagi?"

"Benar, Kak Frey. Sekarang sedang musim kemarau. Jasa payungku tidak seramai ketika musim hujan."

"Aku tak peduli. Caramu salah dan harus bertanggung jawab." Freya mendengkus kesal.

Bocah kecil yang dipanggil Bing hanya bisa pasrah. Dia tahu bawa kelakuannya memang bersalah. Tapi mau bagaimana lagi, Bing terpaksa melakukannya agar ibunya yang sedang sakit tak kelaparan dan Freya tak tahu itu.

"Ke mama saja kamu, Frey!" Bentak pemilik kedai. Baru saja melihat wajah Freya, pemilik kedai sudah memperlihatkan wajah yang marah.

"Lihat, Pak. Aku sudah menangkap pencuri kecil ini. Dia yang sudah mengambil minuman dan roti kira beberapa hari ini," kata Freya menunjuk ke arah Bing yang terus menunduk.

Akan tetapi, bukannya Bing dimarahi, Bos pemilik kedai malah memarahi Freya dan menyuruhnya pulang. "Pak, apa kedai kita tutup lebih awal?" tanya Freya dengan wajah lugu.

Pemilik kedai hanya bisa tersenyum dan menunjukkan wajah angkuhnya. "Kamu sudah membuatku rugi berkali-kali lipat hari ini. Lihat, gara-gara kamu mengejar pencuri kecil itu, uang hasil penjualan kita di laci semua menghilang. Ada pencuri yang lain masuk ke kedai kita. Tidak hanya uang, banyak makanan dan minuman yang hilang. Kamu terlalu ceroboh dan ini adalah hari terakhirmu bekerja."

Mata Freya membulat sempurna. "Jadi aku dipecat?"

"Yah, kemasi barang-barangmu sekarang. Dan ini gaji terakhirmu," kata bos pemilik kedai menyodorkan beberapa lembar uang.

Sepuluh menit dalam suasana sedih, Freya akhirnya keluar membawa semua barang-barangmu miliknya. Tiga bulan dia bekerja dan ini hari terakhirnya. Anak kecil yang menjadi penyebabnya tadi sudah pergi semenjak dia mengemasi barang-barang.

"Aku harus mencari pekerjaan baru," gumam Freya menengok untuk terakhir kalinya kedai bekas tempat kerjanya.

Namanya, Freya Isvara. Gadis berumur 18 tahun dengan rambut lurus hitam panjang sebahu. Freya tinggal bersama ayahnya, seorang pria yang hobi berjudi. Meskipun begitu, ayahnya sangat menyayangi Freya.

"Aku pulang," kata Freya dengan nada murung sambil membuka pintu.

"Freya, kamu sudah pulang?" Ayahnya malah balik bertanya, "kalau kamu lapar, aku sudah siapkan nasi goreng di dapur."

Freya hanya melirik ayahnya sekilas, lalu berjalan lagi ke depan. Sudah biasa ia melihat ayahnya sibuk dengan ponselnya, memainkan judi online favoritnya di sebuah aplikasi.

"Aku sudah dipecat," kata Freya lagi sambil terus menunduk.

Soren nama ayahnya. Pria itu malah bergumam kecil melihat putrinya terlihat dengan wajah murung. "Baguslah, Frey. Kerja di tempat itu bergaji kecil tetapi resikonya sangat besar. Hanya membuatmu capek dan buang-buang waktu saja. Lebih baik kamu di rumah, belajar dengan tenang."

Freya membuang napasnya kasar. Sudah berulang kali Soren melarangnya bekerja di tempat itu dengan alasan yang sama. Bukan tak mau menuruti perintah Soren, tetapi Freya hanya ingin mandiri dan tak mau memakan uang ayahnya dari hasil judi. Freya sudah berulang kali menasehati ayahnya, tapi pria itu tetap saja membangkang. Mengulangi lagi dan lagi dengan alasan sama. Kata Soren, hanya dengan cara itulah dia bisa mendapatkan uang banyak dengan cara cepat.

"Sama seperti kegiatan ayah sekarang. Hanya membuang-buang waktu dan merugikan," balas Freya.

Dikatakan seperti itu tak berpengaruh apa pun bagi Soren. Ucapan anaknya tak pernah diambil hati, memang benar cara dia salah, tapi kegiatan berjudi sudah mendarah daging bagi Soren dan tak bisa ditinggalkannya.

"Bagaimana jika ayah kalah dan tiba-tiba bangkrut, lalu keluarga kita terlilit utang? Aku tak bisa membayangkan bagaimana susahnya kita nanti," kata Freya.

Soren malah tersenyum dengan percaya diri menunjukkan sebuah aplikasi judi di hadapan Freya. "Itu tidak mungkin. Lihat Frey, slot judi ayah berpeluang menang besok. Kalau aku menang kali ini, besok kita akan mendapatkan sebuah mobil. Ayah akan gunakan untuk mengantarkanmu ke sekolah nanti."

"Lalu bagaimana kalau Ayah kalah?" Freya malah berbalik badan, balik bertanya.

"Aku bilang tidak mungkin, Frey. Peluang menangku sangat besar kali ini. Ayah sudah memprediksinya. Lagipula ayah sudah memiliki jimat keberuntungan. Lihat saja, besok pagi sudah ada mobil di depan rumah kita, ayah janji," kata Soren.

"Terserah Ayah saja. Aku sudah lelah!"

Freya memutuskan masuk ke kamar, sudah malas berdebat dengan ayahnya. Sudah lelah Freya menasehati Soren agar berhenti berjudi. Alasan Freya bekerja paruh waktu adalah sebagai bentuk protesnya. Dia mengatakan tak mau memakan uang hasil judi Soren, dan ingin makan uang dari hasil sendiri.

Pernah sesekali Soren menurut dan berhenti karena Freya merajuk saat sakit, tetapi penyakitnya malah kambuh lagi, dah lagi. Soren malah melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Dan sekarang Soren semakin gila judi.

"Aku yakin menang. Aku akan pertaruhkan semua uangku sekarang. Besok kita akan menjadi kaya, Frey."

***

Di tempat lain di sebuah rumah berukuran sedang. Drago disambut hangat oleh seorang pria yang sudah sangat tua. Dia adalah Pak Joko, ayah angkat Meysa, lebih tepatnya adalah kakek Drago. Drago memilih mampir sebentar di rumah kakeknya sebelum besok tinggal di rumah Elard.

"Ini adalah kamar ibumu dulu, Rion," ucap pria tua itu.

Drago memasuki kamar, duduk di atas ranjang sambil sesekali melihat ke sekeliling. Pak Joko sangat senang dengan kedatangan Drago. Di usianya yang renta, dia hidup hanya sendiri dibantu dua pembantu. Pak Joko tidak mau ikut tinggal dengan anak-anaknya, dia ingin menghabiskan masa tuanya di rumah itu. Berkebun sambil mengurus beberapa kucing liar peliharaannya.

Enam bulan lagi Meysa akan kembali tinggal di rumah itu. Sebelum dia sampai, untuk sementara Drago dia titipkan sementara kepada Niki, adiknya.

"Apa ini, Kek?" tanya Drago memperlihatkan sebuah toples kecil berisi bunga kering di dalamnya.

Kening Pak Joko berkerut. Dia sudah tak muda lagi dan ingatannya tak sekuat dulu. Pak Joko terus melihat toples itu dengan saksama. Namun sayang, mata pak Joko tetap tak bisa melihat dengan jelas.

"Aku tak tahu. Sepertinya benda ini ada di kamar ibumu dari dulu," kata Pak Joko, "Rion, bi Sum sudah memasak banyak. Ayo kita makan sekarang. Kamu pasti lapar."

Drago tersenyum menatap lekat pria berusia hampir delapan puluh tahun itu. Dia sadar penglihatan kakeknya itu sudah tidak baik. Sampai-sampai dia malah mengajak tembok berbicara yang dia pikir adalah cucunya. "Kakek, makan duluan. Nanti Rion akan menyusul belakangan."

Pak Joko menurut, dia pun beranjak pergi ke ruang makan. Sementara Drago, sepeninggal kakeknya, dia malah semakin penasaran dengan isi di toples itu. Drago mulai membuka laptopnya, ingin mencari tahu informasi lewat internet.

"Sepertinya aku pernah melihatnya," gumam Drago.

Terpopuler

Comments

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈

itu Ayah Freya andalanya cuma judi dan judi ngk barokah

2022-12-11

1

💓Yhan💓

💓Yhan💓

maksudnya 80 tahun🤭 yaampun typo😅

2022-12-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!