ISTRI GADAIAN
Beberapa bulan pernikahan antara Aiza dan Akhmar sudah berlalu, pernikahan itu rasanya seperti benang yang merajut erat menjadi sebuah kain. ikatannya kuat. Hingga kini mereka merasa tenang dengan kehidupan yang baru, di rumah baru tentunya.
"Aku kerja dulu!" pamit Akhmar sambil menuruni teras.
Aiza tersenyum dan melambaikan tangan. "Nanti cepat pulang ya, antarin aku ke rumah umi dan abi. aku kangen pingin ketemu mereka!"
Akhmar yang sudah berada di dalam mobil pun mengangguk. "Oke."
Setelah berpamitan, Akhmar menyetir mobilnya menuju ke lokasi kerja. Gerimis. Jalanan lengang.
Brrrt...
Chat dari Aiza masuk. Lah, mereka baru saja ketemu dan Aiza sudah mengiriminya chat?
.
'Hati- hati di jalan, sayang. Cepat pulang ya!'
.
Akhmar mengulum senyum. Ia menjadi seperti orang gila bila begini terus. Sejak tadi senyam senyum nggak jelas. Dan Aiza adalah sumber dari senyum nggak jelasnya itu.
Nyaris seperti orang kasmaran. Eh, bukannya memang sedang kasmaran? Dia benar- benar merasakan bagaimana indahnya berpacaran setelah menikah.
Akhmar mengetik pesan sambil menyetir pelan mobilnya, membalas pesan Aiza dengan singkat.
.
'Ya, sayang. Muach!'
.
Pandangan Akhmar kembali fokus ke depan, senyum di wajahnya masih tercetak jelas. Ia lalu berhenti di minimarket untuk membeli tisu. Disaat ia masuk ke mobil dan belum sempat menutup pintu mobil, tiba- tiba ada seseorang yang muncul dan memanggilnya.
“Mas Akhmar!”
Akhmar menoleh dalam keadaan pintu mobil yang masih terbuka. “Ya?” Akhmar melihat pemuda mengenakan jaket lengkap dengan helm mendekat ke arahnya.
“Mas Akhmar suaminya Mbak Aiza, kan? Saya dulu adik kelasnya Mbak Aiza. Ada yang mau saya tanya sedikit, boleh, Mas?” Pemuda itu tersenyum ramah. “Boleh saya tahu alamat ini dimana ya, Mas? Ini adalah alamat kyai yang katanya adalah orang tuanya Mbak Aiza.” Pemuda itu menunduk untuk menunjukkan secarik kertas bertuliskan sebuah alamat.
Akhmar mengamati tulisan di kertas itu. “Ooh… Ini…”
Belum sempat Akhmar menyelesaikan penjelasannya, sebuah tangan besar dari arah belakangnya berhasil membekap mulutnya dengan kuat hingga dalam hitungan detik pandangannya pun gelap.
***
Aiza menatap jam di tangannya, sudah pukul delapan malam. Akhmar belum pulang juga.
Dari tadi di chat nggak dibalas, ditelepon pun nggak diangkat. Dan sekarang malah hape nya pun nggak aktif. Aduh, Akhmar kemana sih ini?
Aiza menggigit bibir kesal. Janjinya mau nganterin pergi jengukin umi dan abah, tapi malah begini kejadiannya.
"Aduh!" Aiza menjerit kecil merasakan gigitan di bibirnya lumayan kuat. Sakit jadinya.
Ia melenggang keluar kamar. Lapar. Ia harus ke meja makan. Padahal ia sudah rela menahan lapar demi bisa makan berduaan bersama dengan Akhmar di luar, tepatnya di perjalanan ketika ia berangkat menuju ke rumah uminya, sehingga mereka bisa romantisan makan di tempat yang nyaman. Eh malah kejadiannya begini.
Perut Aiza sudah keroncongan, tak tahan lagi untuk menunggu. Ia pun bergegas menuju ke ruang makan.
Sudah ada Aldan, Desi dan Adam yang duduk di meja makan menikmati makan malam. Mereka terlihat sangat lahap menyantap hidangan, masakan ala papa Adam. Tak ketinggalan perkedel kentang selalu menjadi teman makan.
"Aiza, ayo makan bersama!" Adam mengajak dengan ramah saat melihat kedatangan menantunya.
"Mm... Sebenernya Aiza masih menunggu Akhmar pulang supaya bisa makan malam bersama, tapi sekarang Akhmar entah dimana. Belum pulang juga," ucap Aiza sambil menarik kursi dan duduk.
Aldan menatap wajah cemberut Aiza. "Loh, dia nggak ngabarin kamu?"
Aiza menggeleng.
"Udah coba telepon dia belum?" tanya Aldan.
"Udah. Tapi nggak aktif."
"Loh, kok begitu? Apa biar kucoba tanyain pekerjanya di pabrik dan di toko- tokonya kali ya?" ucap Aldan memberi ide.
"Mas Aldan makan aja dulu. Nanti baru urus itu." Aiza sungkan. "Mungkin dia lembur."
"Tapi kan seharusnya dia tetap memberi kabar ke kamu meski dia lembur. Ua udah, kamu tenang aja dulu ya. Nanti kita hubungi para pekerjanya." Aldan melanjutkan makannya.
"** tapi Akhmar nggak kenapa- napa kan ya? Aku cemas." Aiza enggan mengambil piring. Nafsu makannya mendadak hilang. Takut terjadi apa- paa terhadap Akhmar.
Seketika Aldan dan Adam bertukar pandang.
Sepi.
“Duah! Tidak usah terlalu dipikirkan. Akhmar kan memang kebiasaan liar begitu. Kemana- mana tidak pernah permisi.” Desi menyeletuk.
Aiza tak menanggapi perkataan Desi.
"Mudah- mudahan tidak ada apa- apa," sahut Adam. "Biasalah, Akhmar mungkin sedang sibuk. Dia lupa mengabarimu. dan mungkin saja hape nya lowbet, dia lupa mengecas. Semua bisa saja terjadi. Kalau ada hal buruk terjadi padanya, pasti sudah ada telepon masuk untuk memberi kabar mengenai kondisinya. Tapi sejauh ini semuanya baik- baik saja. Jadi, kita coba positif thinking ya!" Adam bicara dengan kebapakan, mencoba menenangkan Aiza. "Ayo Aiza, makan saja dulu! Nanti kamu sakit kalau tidak makan."
Aiza akhirnya mengambil piring dan mulai mengunyah nasi dan lauk yang baru saja ia ambil. Yaaah... Akhirnya keinginannya untuk jalan bersama dengan Akhmar sudah ambyar. Ini sekarang ia malah makan bersama dengan kakak ipar dan mertua.
Duuuh... Akhmar, kamu di mana sih? Ngilang gitu aja. Ngeselin banget. Lihat aja, nanti kalau pulang dan mengungkap seribu alasan, maka aku nggak akan mengampunimu. Biar aku ketuk ketiak kamu pakai martil.
Aiza membatin gedeg. Sudah seharian ia menunggu momen yang dijanjikan oleh Akhmar, sampai- sampai ia menghitung jam demi jam yang berputar, bahkan saat sore tiba ia pun sudah tak sabar dan.mandi.lebih awal. Malamnya, ia mengenakan pakaian bagus dengan beberapa kali mengganti- ganti pakaian yang sudah menempel di badan karena ingin memilih pakaian yang terbaik. Setelah semua dia lakukan, ternyata kenyataannya tidak semanis yang ia bayangkan. Ia bosan berada di dalam rumah seharian. Dan bayangan akan jalan- jalan keluar rumah pun musnah sudah.
"Akhmar itu dulunya kan bandel, jarang di rumah, keluyuran terus," ucap Adam sambil memasukkan suapan terakhir ke mulutnya. "Dia itu pemarah, suka ugal- ugalan di jalanan. Beberapa kali nggak naik kelas. Melawan guru, membuat guru menangis, berkelahi dan lain sebagainya, sudah dia lakukan. Dia itu masih harus banyak belajar, apa lagi urusan rumah tangga. Maaf, kalau dia belum bisa melakukan tugasnya sebagai seorang suami dengan benar."
Aiza menatap mertuanya, mengawasi wajah lelah yang telah lama dia simpan. Menumpuk di wajah itu hingga membuatnya terlihat malas untuk tersenyum.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Audira
baru mampir ternyata dsini to klanjutan ny 🤗
2023-01-09
0
♥(✿ฺ´∀`✿ฺ)Ukhti fillah (。♥‿♥。)
sabar ya aiza smoga akhmar gk knpa² dia lg di culik za
2023-01-06
1
♥(✿ฺ´∀`✿ฺ)Ukhti fillah (。♥‿♥。)
org suruhan jamed pasti nya tuh
2023-01-06
0